PERNIKAHAN BERDASAR BIBLIA
Kata pengantar
D
|
engan
Rahmat dari Maha Kuasa, saya bisa
mengumpulkan beberapa artikel untuk meyusung menjadi sebuah artikel yang merankup semua refleksi dari berbagai matery, saya berfikir bahwa artikel ini dari
beberapa situs menjadi suatu pelajaran berharga atau bermakna bagi
saudara-saudara yang berkeluarga atau berrumah tangga, baik itu umat kristiani maupun non kristiani, sebab suatu pengetahuan yang baik itu bukan
untuk satu orang tetapi untuk semua yang membutuh. Disini cuma refleksi orang Kristen saja
tetapi ini juga suatu pelajaran bagi yang lain.
Saya
mengatakan bahwa saya tertarik dengan beberapa artikel maka saya mengumpul,
meyusung dengan rapi dan baik, supaya
bisa menarik perhatian para pembaca di setiap kalangan, dalam pikiran saya
mengatakan zaman sekarang adalah suatu ancaman berat bagi yang sedang berkeluarga,
kehancuran suatu keluarga sangat mudah karena di certa dengan kehadiran kemajuan teknologi. Saya membandingkan dengan
orang-orang berkeluarga di era 70an
sampai 2000 masih di katakan mendigan,
tidak ada kata selingkuh terang-terangan atau berbaur sampai anak kecil, tetapi
sekarang lain. Maka dengan hal itu saya sengaja mengumpulkan artikel- artikel ini supaya bisa membantu beban yang sedang berkeluarga dan yang mau
berkeluarga atau mau menikah. Bahwa suatu pernikahan itu adalah masalah cinta maka masalah perasaan juga,
ketika perasaan memilih salah maka keluarga kurang bahagia bahkan tidak bertahan
lama, orang Kristen sekali janji dihadapan Tuhan sampai seumur hidup, maka PERNIKAHAN DAN KEHIDUPAN
KELUARGA sangat penting bagi yang berkeluarga dan yang
mau berkeluarga. Kita bicara
pernikahan tentun ada pertanyaan apa PERNIKAHAN itu sebenarnya? Menurut kitab kejadian "Sebab
itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kej 2:24. Artinya
orang Kristen sekali nikah di hadapan Tuhan sampai seumur hidup tidak
dimain-mainkan pernikahan itu, sebab pernikahan itu menyatukan dua jiwa menjadi
satu, sebab pansangan bukanlah boneka
untuk nikah dan cerai. Oleh karena itu pernikahan adalah hubungan seumur hidup antara pria dan
wanita. Pernikahan itu sendiri membawah dan memuaskan beberapa kebutuhan
seperti (1) kebutuhan akan mengasihi
dan dikasihi, (2) kebutuhan akan persahabatan yang dalam, untuk saling
berbagi sebagai teman, untuk kebutuhan biologis, (3) kebutuhan akan anak-anak
atau keturunan, (4) kebutuhan untuk lepas dari kesendirian. Sebenarnya Pernikahan
adalah menjadi cerminan dari cinta kasih
yang murni dari hati yang dalam sebab pernikahan juga mencerminkan kasih Allah.
Bicara pernikahan adalah berbicara
manusia dan tindakannya, sebab manusia itu adalah Citra Allah yang berkehidupan sosial ditengah-tengah
manusia yang lain atau komunitas yang lain. Sekali lagi buku ini adalah kumpulan
dari artikel –artikel refleksi tentan pernikahan dan tangunjawab sebagai suami
atau bapak dan seorang istri atau ibu.
Sekian dan terimah kasi.
Saya Nelys Santos.
MEMELIHARA
RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF KRISTEN (I) [1]
“
Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya,
dan
barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular” (Pengkhotbah 10:8)
“(24:30)
Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal
budi. (24:31)
Lihatlah,
semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan temboknya sudah
roboh. (24:32) Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan
menarik suatu pelajaran” (Amsal 24:30-32).
M
|
akna Pengkhotbah 10:8 di atas
memberitahu kita pentingnya hikmat. Orang-
orang bodoh akan melakukan
tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri, seperti yang terkandung
dalam ungkapan-ungkapan “barangsiapa menggali lubang akan jatuh kedalam
lubangnya” dan “barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular”. Sebaliknya,
orang bijaksana terpelihara dari kerugian karena mereka mengetahui apa yang
dapat terjadi dan dengan hati-hari menjauhi perangkap yang ada. Orang yang
berhikmat selalu mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk resiko dan
kesulitan sebelum melakukan sesuatu! Demikian juga kita dapat belajar dari
hikmat Salomo dalam Amsal 24:30-32 di atas yang dituangkan dalam bentuk
perumpamaan di bidang hortikultura. Disini Salomo menarasikan tentang ladang
dan kebun anggur yang seluruhnya tertutup oleh rumput liar dan pagar
sekelilingnya telah rubuh. Apa yang menyebabkan hal demikian terjadi pada
ladang dan kebun anggur itu? Jawabannya tentulah karena ladang dan kebun itu
sudah tidak dirawat, dipelihara dan diurus secara rutin. Dalam konteks ayat ini
merupakan akibat yang dihubungkan dengan sifat seorang pemalas dan tidak
berakal budi (Bandingkan Amsal 24:30,33-34).
Kisah tentang ladang dan kebun anggur
yang tidak diurus dalam Amsal 24:30,33-34 di atas, bagi Salomo tidak berakhir
begitu saja. Kita menemukan bagaimana perspektif Salomo ketika melihat ladang
dan kebun anggur itu, Ia mengatakan, “Aku memandangnya, aku memperhatikannya,
aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran” (Amsal 24:32). Sebagiamana Salomo
dapat menarik suatu pelajaran hanya dengan melihat dan memperhatikan keadaan
ladang dan kebun anggur yang tidak terawat itu, demikian juga kita dapat
mengambil hikmah dari pelajaran tersebut khususnya dihubungkan dengan
memelihara rumah tangga. Hukum Termodinamika II mengatakan “walau ada cukup
energi dalam alam raya yang tetap konstan, namun jumlah yang diperoleh untuk
melakukan pekerjaan yang bermanfaat selalu berkurang (dan etropi, ukuran jumlah
energi yang diperoleh makin bertambah). Semuanya lalu bergerak ke arah yang
kurang teratur atau kekacauan yang bertambah”. Menurut ilmu pengetahuan alam,
yang kita kenal sebagai hukum Termodinamika II bahwa segala sesuatu yang ada di
dunia bersifat merosot atau berkurang. Contoh, batu baterai tanpa digunakan pun
tenaga yang tersimpan di dalamnya akan semakin merosot. Gedung yang megah bila
tidak dirawat akan menjadi lapuk dengan sendirinya. Taman bunga yang indah
tanpa dirawat akan rusak dan dipenuhi semak belukar, sebagaiamana contoh kebun
dan ladang dalam Amsal 24:30-32 di atas.
Demikian juga dengan hidup rumah tangga
apabila tidak dipelihara akan rusak, walaupun pada mulanya serasi bila tidak
dibina keindahannya akan merosot dengan sendirinya. Karena itu, dalam menjalani
hidup berumah tangga, suami dan istri dituntut untuk menjadi orang yang
bijaksana, berhikmat dan rajin dalam memelihara, merawat dan mengurus rumah
tangganya agar tetap bahagia. Selanjutnya, Salomo dalam Amsal 14:1 mengatakan,
“Perempuan yang bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya
dengan tangannya sendiri”. Istri yang cakap adalah wanita yang cakap memelihara
rumah tangganya. Tentu saja ini bukan hanya menjadi tanggung jawab sang istri.
Sang suami pun harus ikut memikul tanggung jawab yang sama. Bersama-sama mereka
harus memelihara rumah tangganya dalam pertolongan, anugerah dan kasih Tuhan.
Kembali ke kisah ladang dan kebun
anggur di atas. Sebaliknya, agar ladang dan kebun anggur (atau kebun apa saja)
menjadi ladang dan kebun yang baik maka ada beberapa hal yang perlu di
perhatikan antara lain : (1) Tanahnya harus dibersihkan dan digarap; (2) Harus
ditanami dengan bibit yang baik, bahkan yang terbaik; (3) Diberi air
(pengairan) yang cukup dan diberi pupuk; (4) Sekelilingnya di beri pagar agar
tidak diganggu hewan ternak atau binatang liar dari luar; (5) Harus secara
rutin diawasi dan dirawat untuk memastikan tanaman tumbuh dengan baik, cukup
air dan pupuk, serta membuang rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman.
Demikian juga dengan rumah tangga. Karena itu, untuk memelihara rumah tangga
agar berhasil dan berbahagia maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dilaksanakan. Keberhasil dan berbahagiaan itu tidak terjadi secara otomatis,
melainkan harus diupayakan oleh suami, istri, dan seluruh anggota keluarga
dalam rumah tangga. Karena itu di dalam sesi ini ada beberapa hal utama yang
harus diketahui dan dilaksanakan oleh suami dan istri, serta anggota keluarga
lainnya dalam rangka memelihara rumah tangga agar berhasil dan berbahagia,
yaitu : (1) Menaati prinsip-prinsip firman Tuhan sebagai dasar dan pedoman bagi
pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang sehat dan kokoh; (2) Menerapkan
otoritas dan Hirarki yang sesuai dengan kehendak Tuhan dalam rumah tangga; (3)
memahami kebutuhan utama suami dan istri dalam rumah tangga untuk memenuhinya;
(4) Memahami relasi dalam rumah tangga dan menjalankan tanggung jawab dalam
relasi tersebut; (5) Menumbuhkan dan mengembangkan cinta dan komitmen dalam
pernikahan dan rumah tangga; (6) Saran-saran Alkitabiah dan Praktis dalam
memelihara pernikahan dan rumah tangga.
PENGERTIAN
MEMELIHARA RUMAH TANGGA KRISTEN
K
|
ata “memelihara” berarti “merawat, mengurus, menjaga, dan mengusahakan”.
Sedangkan “rumah tangga” berarti “tempat tinggal, urusan rumah, kehidupan di
rumah, dan keluarga”. Jadi yang dimaksud rumah tangga adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu
keluarga. Dengan demikian yang dimaksud dengan memelihara rumah tangga adalah
“segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas merawat, menjaga dan mengurus
urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu keluarga. Sedangkan yang
dimaksud dengan rumah tangga Kristen adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu keluarga yang telah
percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi
serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian
ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi
pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.
Rumah tangga selalu dihubungkan dengan
keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pustaka Phoenix) mengartikan keluarga
sebagai : (1) Kaum kerabat atau sanak saudara; (2) Satuan kekerabatan dasar
dalam suatu masyarakat; (3) Bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri
dari ibu bapa dan anak-anaknya. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut di atas,
maka disini yang dimaksud dengan keluarga dibatasi pada pengertian yang ketiga.
Dengan demikian yang kita maksudkan dengan keluarga adalah persekutuan hidup
antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan “keluarga batih”,
yaitu keluarga kecil atau keluarga inti. Selain keluarga batih atau keluarga
inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu
persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan
bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami
maupun istri. Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni
keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari
Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain
dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama
yang dibentuk oleh Allah.
Istilah yang digunakan dalam Perjanjian
Baru untuk keluarga adalah kata Yunani “patria”, yang berarti “keluarga dari
sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan”. Dalam pengunaannya,
kata “patria” ini lebih menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjukkan
kepada bapak leluhur suatu keluarga. Kata “patria” disebutkan hanya 3 kali
dalam Perjanjian Baru. Kata ini digunakan dalam Lukas 2:4, dimana disebutkan
bahwa Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan (patria) Daud, yaitu garis
keturunannya secara biologis. Kisah Para Rasul 3:25 juga menggunakan istilah
ini untuk menerjemahkan janji Allah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua
bangsa (patria) di muka bumi akan diberkati. Paulus di dalam Efesus mengatakan,
“Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan
(patria) yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Efesus
3:14-15). Kata Yunani lainnya untuk keluarga adalah “oikos” (bentuk tunggal;
bentuk jamanya “oikia”). Kata ini lebih umum daripada kata “patria”. Kata ini
dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Dalam arti ini, kata
“oikos” searti dengan kata Ibrani “bayit” dalam Perjanjian Lama. Dalam dunia
Yunani-Romawi, “oikos” dipahami sebagai sebuah unit sosial yang lebih luas.
Unit sosial itu tidak hanya mencakup sanak keluarga sedarah, tetapi juga orang
lain yang tidak sedarah seperti para budak, pekerja, dan orang-orang yang
bersandar pada seorang kepala rumah tangga.
FIRMAN
TUHAN : DASAR RUMAH TANGGA KRISTEN YANG SEHAT DAN KOKOH
P
|
ernikahan Kristen didefisinisikan
sebagai berikut: “hubungan eksklusif antara satu laki-laki dan satu perempuan,
dimana keduanya menjadi ‘satu daging’, disatukan secara fisik, emosional,
intelektual, dan spiritual; dijamin melalui sumpah sakral dan ikatan perjanjian
serta dimaksudkan untuk seumur hidup”. Definisi ini didasarkan pada pernyataan
Alkitab dalam Kejadian 1:24; Matius 19:5; Markus 10:7; Efesus 5:31. Berdasarkan
definisi tersebut ada lima esensi dari pernikahan Kristen, yaitu (1) Pernikahan
merupakan suatu lembaga yang dibuat dan ditetapkan Allah bagi manusia sesuai
kebutuhan (Matius 19:4,8); (2) Pernikahan merupakan hubungan yang eksklusif
antara seorang pria dan seorang wanita (Matius 19:5,6); (3) Pernikahan
merupakan pertemuan dan hubungan antar pribadi yang paling intim (Matius
19:5,6); (4) Pernikahan merupakan suatu kovenan yang bersifat mengikat (Matius
19:5); (5) Pernikahan bersifat permanen dan merupakan suatu komitmen kesetiaan
seumur hidup (Matius 19:6). Kelima hal terebut benar-benar merupakan esensi
dari pernikahan Kristen yang Alkitabiah.
Sebuah keluarga Kristen terbentuk dan
dimulai ketika seorang pria dan seorang wanita mengambil keputusan untuk hidup
bersama dalam pernikahan. Ikatan hidup bersama ini harus mempunyai dasar yang
kuat. Dasar pernikahan Kristen yang kuat adalah firman Tuhan (Matius 7:27).
Pernikahan yang didasari firman Tuhan digambarkan seperti membangun rumah yang
kokoh di atas batu karang. Sedangkan bila tidak didasari firman Tuhan digambar
seperti membangun rumah di atas pasir yang mudah roboh. Dengan dasar firman
Tuhanlah, suami dan istri membentuk keluarga (rumah tangga) melalui pernikahan.
Jadi, Tuhan telah memberikan firmanNya, yaitu Alkitab sebagai pedoman yang
paling tepat bagi pernikahan dan rumah tangga Kristen agar berhasil
(berbahagia) seperti yang Tuhan rencanakan.
Tuhan Yesus mengakui bahwa kita
memerlukan makanan ketika Ia mengatakan ”Manusia hidup bukan dari roti saja,
tetapi dari setiap firmn yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Namun ayat
ini mengingatkan bahwa manusia hidup tidak hanya dari makanan jasmani saja,
melainkan “επι παντι ρηματι εκπορευομενω δια στοματος θεου-epi panti rhêmati
ekporeuomenô dia stomatos theou” yang diterjemahkan “dari setiap perkataan yang
keluar dari mulut Allah”. Kata “firman” dalam ayat ini berasal dari kata Yunani
“rhêmati” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “perkataan”. Disini, kata
"ρηματι-rhêmati" adalah bentuk datif (obyek tidak langsung, tunggal
dan netral) dari “ρημα-rhêma”
yang berarti “kata yang diucapkan melalui mulut”, atau secara harafiah berarti
“perkataan".
Karena kita mengakui Allah sebagai
Pencipta kita, maka kita juga harus mengakui bahwa Dia mempunyai hak,
kedaulatan dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan dari ciptaanNya, karena
Dialah sang Pencipta dan Tuhan. Karena Dia yang menciptakan kita maka kita
yakin bahwa Dia mengetahui keadaan kita sampai yang sekecil-sekecil (Bandingkan
Matius 10:29-30). Karena Dia mengetahui setepat-tepatnya kebutuhan kita, dan
ketika Ia memberikan sebuah buku pedoman (petujuk manual), yaitu Alkitab bagi
kita, maka kita dapat percaya kepada apa yang dikatakan Alkitab kepada kita.
Sebagai contoh : Apabila kita membeli sebuah mobil, kita akan menerima sebuah
buku petunjuk yang diterbitkan oleh pabrik yang membuat mobil tersebut. Kita
dapat yakin sepenuh bahwa petunjuk-petunjuk yang tertulis dalam buku itu adalah
tepat. Misalnya, jika buku itu mengharuskan pemakaian bensin sebagai bahan bakar
mobil, maka kita tidak dapat bertindak sekehendak hati kita dengan mengisi
solar sebagai penggantinya. Jika kita memaksa mengisi bahan bakar solar maka
cepat atau lambat mobil akan mogok atau mengalami masalah. Demikian juga dengan
kita, Allah yang menciptakan kita telah memberikan firmanNya bagi kita, jika
kita mengabaikan petujuk-petunjuk dalam firmanNya, maka cepat atau lambat hidup
kita akan mengalami masalah bahkan “kematian”. Selanjutnya Tuhan Yesus juga
mengatakan bahwa “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan
berlalu” (Matius 24:35). Dengan demikian Tuhan Yesus hendak menyatakan
kekekalan dari fiman Tuhan. Walau langit dan bumi lenyap, namun firman Allah
akan tetap berlaku. Firman Allah berlaku dari dulu, sekarang, dan yang akan
datang. (bandingkan Mazmur 119:89). Jadi firman Allah bukan hanya menjadi
pedoman bagi rumah tangga kita tetapi juga untuk setiap aspek hidup kita
sehingga terpelihara seperti yang dikehendakiNya (bandingkan Ibrani 1:1-3).
PENGATURAN
OTORITAS DAN HIRARKI DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN
O
|
toritas adalah wewenang, hak atau kuasa
untuk mewajibkan kepatuhan. Dari segi iman Kristen, Allah mempunyai hak,
kedaulatan dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan dari ciptaan, karena
Dialah sang Pencipta dan Tuhan segala bangsa. Allah juga berdaulat menetapkan
semua otoritas yang ada, baik orang tua, pemerintah, atasan dalam pekerjaan,
dan pemimpin rohani. Alkitab menyatakan “Hanya Engkau adalah TUHAN! Engkau
telah menjadikan langit, ya langit segala langit dengan segala bala tentaranya,
dan bumi dengan segala yang ada di atasnya, dan laut dengan segala yang ada di
dalamnya. Engkau memberi hidup kepada semuanya itu dan bala tentara langit
sujud menyembah kepada-Mu” (Nehemia 9:6; Bandingkan Kejadian 1).
Kecenderungan banyak orang adalah
independen, tidak bergantung dan bertanggung jawab kepada siapa pun. Dengan
demikian, merasa bebas berbuat sekehendaknya sendiri, tanpa pengayoman dan
pengawasan. Inilah awal dari kekacauan dan bencana! Mengapa? Karena Alkitab menyatakan
bahwa Allah menetapkan seseorang atau beberapa orang di atas kita untuk
kebaikan kita. Mereka seperti payung yang melindungi kita. Payung-payung
tersebut adalah otoritas yang telah ditetapkan Allah dalam kehidupan kita.
Apapun warna payung itu, berapapun besar payung itu, bahkan seandainya payung
itu berlubang, hendaknya kita jangan keluar dari payung itu. Payung otoritas
itu bisa merupakan bentuk hubungan vertikal antara suami dan istri (Efesus
5:22-23), orang tua dan anak (Efesus 6:1-3), pemerintah dan masyarakat (Roma
13:1-5), atasan dan bawahan dalam pekerjaan (Efesus 6:5-8), para pemimpin
rohani dan jemaat (Ibrani 13:7,17). Ayat-ayat yang disebutkan diatas merupakan
dasar bagi pemberlakuan otoritas dan hirarki dalam berbagai bentuk relasi,
termasuk dalam rumah tangga.
1. Otoritas dan Hirarki Dalam Rumah
Tangga. Sebelum menikah, seorang pria dan seorang wanita berada di bawah
otoritas orang tua atau walinya. Setelah upacara pernikahan, seorang pria
sebagai suami diperintahkan untuk memiliki otoritas yang lain atas seorang
wanita, yaitu istrinya sendiri. Rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi aku mau,
supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah
Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah”
(1 Korintus 11:3). Jadi Allah telah menetapkan suatu hirarki dalam lembaga
pernikhan Kristen, pertama-tama suami harus tunduk kepada Kristus karena kepala
dari pria adalah Kristus. Kemudian, sebagaimana suami tunduk kepada Kristus
demikian juga hendaknya istri tunduk kepada suaminya, dan mengizinkan suami
bertanggung jawab bagi dirinya. Inilah prinsip otoritas dan hirarki yang benar
menurut firman Tuhan bagi pernikahan dan rumah tangga Kristen, secara
berturut-turut sebagai berikut : Kepala dari Kristus ialah Allah, kepala dari
laki-laki ialah Kristus, kepala dari istri ialah suami, kepala dari anak-anak
adalah ayah dan ibu (orang tua).
Namun, karena kekerasan hati manusia,
dan dalam budaya masyarakat tertentu prinsip otoritas dan hirarki dalam
keluarga (rumah tangga) ini telah diabaikan, diselewengkan dan diputarbalikan.
Sebagai contoh berikut ini beberapa bentuk hirarki yang salah dalam keluarga,
yaitu : (1) Menempatkan otoritas Istri di atas suami dan anak-anak dalam
hirarki keluarga; (2) Menempatkan otoritas anak di atas suami atau istri dalam
hirarki keluarga; (3) Menempatkan otoritas orang tua di atas suami atau istri
dalam hirarki keluarga; (4) Menempatkan otoritas pendeta di atas suami atau
istri dalam hirarki keluarga; (5) Menempatkan suami, istri atau anak di atas
Kristus dalam hirarki keluarga. Kelima contoh hirarki di atas salah dan
bertentangan dengan yang diajarkan Alkitab. Pengabaian, penyelewengan, dan
pemutarbalikan terhadap otoritas dan hirarki yang sesuai dengan firman Tuhan
merupakan penyebab utama dari banyaknya kekakacauan dalam pernikahan dan rumah
tangga Kristen.
2. Sikap orang Kristen Terhadap
Otoritas. Ada dua sikap orang Kristen, terhadap otoritas. (1) Secara positif,
sikap orang Kristen terhadap otoritas adalah tunduk dan taat. Sikap ini kita
sebut sebagai respon yang benar terhadap otoritas. Tunduk artinya menerima dan
menghormati otoritas yang di atas kita. Taat artinya melakukan perintah selama
otoritas di atas kita tersebut tidak membawa kita berbuat dosa, sesuai aturan
kebenaran dan sesuai dengan firman Tuhan. (2) Secara negatif, sikap yang harus
dihindari orang Kristen terhadap otoritas adalah penyalahgunaan otoritas dan
melawan otoritas. Sikap ini kita sebut sebagai reaksi yang salah terhadap
otoritas. Penyalahgunaan otoritas terjadi saat seseorang menggunakan kewenangan
yang dimiliki untuk kepentingan yang salah; atau saat ia bertindak
sewenang-wenang terhadap yang seharusnya dipimpin dan diayomi. Sedangkan
melawan otoritas dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu: egoisme dan pemberontakan.
Egoisme adalah sikap mementingkan diri sendiri, sulit diatur dan tidak
mengikuti aturan, lebih mengutamakan perasaan dan keinginan sendiri; Sedangkan
pemberontakan yaitu sikap konfrotasi terhadap otoritas yang disebabkan berbagai
hal seperti kekecewaan dan atau ketidakpuasan terhadap otoritas, sehingga
menghasilkan gosip, penghakiman dan konflik yang tak terselesaikan.
Pemberontakan terhadap otoritas
merupakan penyebab kekakacauan! Sebagai contoh, seorang istri yang tidak mau
tunduk pada otoritas suaminya atau seorang suami yang tidak mau tunduk pada
otoritas Kristus telah menjadi penyebab utama kekacauan dalam rumah tangga.
Rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini,
yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan
ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Korintus 11:3). Jadi,
pertama-tama suami harus tunduk kepada Kristus karena kepala dari pria adalah
Kristus. Kemudian, sebagaimana suami tunduk kepada Kristus demikian juga
hendaknya istri tunduk kepada suaminya, dan mengizinkan suami bertanggung jawab
bagi dirinya. Tetapi, perkataan “istri tunduk pada suami” bukan berarti suami
boleh sewenang-wenang dan berbuat sembarang terhadap istrinya melainkan disini
keistimewaan yang diberikan Tuhan, yaitu kedudukannya sebagai kepala. Kata
Yunani untuk “kepala” adalah “kephale” yang berarti “memerintah” dan “otoritas”
yang bermakna “tanggung jawab”. Tunduk pada suami adalah pengaturan yang
ditetapkan Tuhan agar istri dapat memberi rasa hormat pada suaminya.
3. Sikap Yang Perlu Dikembangkan
Sehubungan dengan Otoritas. Pada umumnya, semakin dekat kita dengan seseorang,
semakin banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka. Namun, kedekatan
hubungan itu juga membuat kita mengetahui kelemahan mereka. Akhirnya, muncul
kekecewaan jika kita hanya melihat kelemahan tersebut. Sebaliknya, justru
dengan mengetahui kelemahan mereka tersebut, ini merupakan proses yang baik
sehingga hubungan yang kita jalin menjadi lebih realistis. Hal sama juga dapat
terjadi dalam hubungan keluarga orang tua dan anak, pemimpin rohani dan jemaat,
dan lainnya. Karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, ada dua sikap yang
perlu kita kembangkan yaitu: (1) Tetaplah berada dalam payung otoritas, artinya
jangan memberontak terhadap otoritas apalagi keluar dari otoritas. (2) Bila ada
kesalahan atau kelemahan otoritas tetaplah menjadi orang-orang yang bertanggung
jawab, memelihara integritas diri, dan tunduk pada otoritas. Bila perlu ada
koreksi sampaikan dengan sikap hormat dan tunduk. Tunduk pada otoritas bukan
berarti kita harus menaati hal yang salah. Kita perlu menaati hal yang benar,
tetapi menolak perintah yang salah yang bertentangan dengan aturan kebenaran
dan firman Tuhan.
MEMAHAMI
DAN MEMENUHI KEBUTUHAN UTAMA SUAMI DAN ISTRI
A
|
da yang berpikir bahwa kebutuhan utama
seorang istri adalah harta, sementara kebutuhan utama seorang suami adalah seks
(Catatan: Pada kesempatan lainnya saya akan membahas tentang harta dan seks
dalam rumha tangga). Tidak dapat disangkal bahwa baik suami dan istri, keduanya
memerlukan harta dan seks, sebagaimana orang lainnya juga memerlukannya. Namun
kedua hal tersebut bukanlah yang utama yang dibutuhkan suami dan istri agar
pernikahan mereka berhasil (berbahagia). Realitanya menunjukkan ada banyak
orang yang kaya dan harta melimpah namun tidak berbahagia, sebaliknya ada orang
yang hanya berkecukupan namun bisa berbahagia. Demikian juga ada orang-orang
yang tidak menikah namun bisa berbahagia, seperti rasul Paulus. Walaupun seks
diciptakan oleh Allah untuk relasi, prokreasi dan rekreasi, namun seks bukanlah
segalanya. Kristus mengatakan, “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia
memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian
oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya
sendiri oleh karena Kerajaan Sorga” (Matius 19:11). Karena itu, harta dan seks
bukanlah jaminan bagi kebahagiaan suatu rumah tangga.
Jika demikian halnya, apakah yang
menajdi kebutuhan utama suami dan istri yang harus terpenuhi? Rasul Paulus
dalam Efesus 5:22-25 menjelaskan bentuk relasi suami dan istri, “Hai isteri,
tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala
isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan
tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah
isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu
sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya
baginya”. Pertanyaan pentingnya adalah mengapa Paulus memberi perintah “istri
tunduk kepada suami” dan “suami mengasihi Istri?” Bahkan perintah ini diulangi
lagi dalam Kolose 3:18-19, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu,
sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan
janganlah berlaku kasar terhadap dia”.
Harus dimengerti, seorang suami yang
dihormati oleh istrinya akan merasa hidupnya lebih berarti. Sebaliknya, jika
suami kurang dihormati oleh istrinya, maka ia merasa hidup kurang berarti.
Tetapi, perintah rasul Paulus bahwa “istri tunduk pada suami” bukan berarti
seorang suami boleh bertindak sewenang-wenang dan berbuat sembarangan terhadap
istrinya melainkan disini keistimewaan yang diberikan Tuhan, yaitu kedudukannya
sebagai kepala. Kata Yunani untuk “kepala” adalah “kephale” yang berarti
“memerintah” dan “otoritas” yang bermakna “tanggung jawab”. Tunduk pada suami
adalah pengaturan yang ditetapkan Tuhan agar istri dapat memberi rasa hormat
pada suaminya. Sikap tunduk dan hormat inilah yang dibutuhkan suami dari
istrinya (Efesus 5:33).
Sebaliknya, perlu juga dimengerti,
bahwa istri lebih mementingkan cinta kasih, itu sebabnya diperintahkan agar
“suami mengasihi istri”. Cinta adalah segala-galanya bagi istri, melebihi
apapun; tetapi bukan berarti ia tidak memerlukan hormat atau penghargaan.
Seorang wanita merasa dihargai, apabila suaminya mencintainya. Dapat dikatakan
bahwa cinta kasih nampaknya merupakan seluruh hidup dari istri, tetapi hanya
sebagian dari hidup pria. Ini bukan berarti pria tidak memerlukan cinta, atau
bukan berarti cinta seorang pria (suami) boleh dibagi kepada beberapa orang,
tetapi justru seutuhnya dari yang sebagian ini hanya diberikan kepada istrinya.
Jadi kita melihat, bahwa yang paling
dibutuhkan pria adalah dihormati, sedang bagi wanita yang dibutuhkan adalah
diperhatikan dan disayangi. Dan kebutuhan ini bisa di dapat dari pasangan
masing-masing. Sebab itu suami dan istri masing-masing bisa mengoreksi diri.
Istri perlu bertanya “apakah aku telah mengormati suamiku dalam segala hal?”
dan suami perlu bertanya “apakah aku telah menyayangi istriku dengan
sepenuhnya? “ Ini adalah suatu pertanyaan yang besar bagi suami dan istri,
karena menurut rasul Paulus hal ini merupakan misteri yang besar! Sesungguhnya
pernikahan merupakan metafora dari hubungan Kristus dan jemaatNya (Efesus
5:22).
RELASI DAN
TANGGUNG JAWAB DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN
S
|
etelah mengetahui perihal otoritas dan
hirarki dalam pernikahan dan rumah Kristen, maka pertanyaan selanjutnya adalah “bagaimanakah
bentuk relasi dan tanggung jawab dalam pernikahan dan rumah Kristen?
Bagaimanakah bentuk hubungan antara suami dan istri, orang tua dengan anak, dan
anak dengan orang tua? Untuk mengetahui bentuk relasi ini dapat dilihat dalam
Efesus 5:22-23; 6:1-4; Kolose 3:18-21. Berdasarkan ayat-ayat tersebut bentuk
relasi dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1) Suami mengasihi istri dan
tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; 2) Istri tunduk dan taat kepada suami
dalam segala hal; 3) Orang tua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat
Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya; 4) Anak-anak menghormati
dan menaati orang tuanya.
1. Relasi dan Tanggung Jawab Suami dan
Istri. Pernyataan rasul Paulus tentang bentuk relasi antara suami dan istri,
sesuai Efesus 5:22-23 dan Kolose 3:18-19, dapat diringkas sebagai berikut,
“suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; sedangkan
istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal”. Istri tunduk kepada suami
bukan didorong oleh rasa takut tetapi oleh rasa hormat. Suami diperintahkan
untuk mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat. Kasih Kristus
kepada jemaat adalah kasih yang penuh pengorbanan. Demikian juga suami harus
mengasihi istrinya dengan kasih yang penuh pengorbanan.
Berdasarkan relasi di atas, suami
maupun istri memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab suami terhadap istri yang berhubungan
dengan mengasihinya ialah: Memberi perhatian dan menyayangi istrinya;
memelihara dan melindungi istri; menerima dan menghargai istri; peduli dan
penuh penegretian; memimpin istri dan berkorban baginya. Tanggung jawab istri
terhadap suami yang berhubungan dengan tunduk kepadanya ialah: mendukung dan
menolong suami; menerima dan mengagumi suami; mempercayai dan menaati suami ;
menghormati dan lebih menghormati suami. Selanjutnya relasi ini dapat
dikembangkan oleh suami dan istri dengan cara: menjadi teman dan sahabat;
saling melayani dan merawat; dan mengatur seisi rumah; rendah hati dan murah
hati; memperhatikan pertumbuhan pribadi lebih dari hal lahiriah; dan sebagainya
(bandingkan 1 Korintus 13:1-8; 1 Petrus 3:1-7).
2. Relasi dan Tanggung Jawab Orang Tua
dan Anak. Secara khusus, dengan hadirnya anak sebagai karunia dari Tuhan,
relasi suami dan istri dalam keluarga akan bertambah. Kehadiran anak akan
membentuk relasi orang tua dengan anak. Suami dan istri yang telah mempunyai
anak, kini menjadi orang tua. Relasi ini disertai suatu tanggung jawab, yaitu
tanggung jawab orang tua terhadap anak dan tanggung jawab anak-anak terhadap
orang tua. Rasul Paulus mengingatkan, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di
dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini
adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya
kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah
bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam
ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:1-4). Hal yang sama disampaikan rasul
Paulus dalam Kolose 3:20-21, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala
hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti
hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya”.
Berdasarkan ayat-ayat firman Tuhan di
atas, tanggung Jawab orang tua terhadap anak-anaknya antara lain: (1)
merencanakan masa depan mereka; (2) merawat dan memelihara mereka; (3) mengasuh
dan mencukupi kebutuhan mereka; (4) mengasihi mereka; (5) mengajar, mendidik,
dan membimbing mereka; (6) memberi teladan dan bersaksi bagi mereka. Sedangkan
tanggung jawab anak terhadap orang tua antara lain: (1) membantu orang tua
dalam memelihara seisi rumah; (2) mengerjakan tugas-tugas yang diberikan orang
tua; (3) belajar dibawah bimbingan orang tua; serta (4) menghormati dan menaati
orang tua.
PENTINGNYA
CINTA DAN KOMITMEN
C
|
inta dan komitmen merupakan hal yang
penting dalam sebuah rumah tangga (pernikahan) yang sehat. Saat ini, cinta dan
komitmen nampaknya telah diabaikan dalam banyak pernikahan, termasuk pernikahan
Kristen. Terlalu sering kehidupan pernikahan yang bermasalah diakhiri dengan
perceraian! Gery Rosberg, seorang konselor pernikahan dan keluarga dalam
bukunya Divorce-Proof Your Marriage yang terbit di tahun 2002 menuliskan
keprihatinannya tentang tingginya angka perceraian di Amerika. Dalam buku
tersebut Gery Rosberg mengungkapkan fakta bahwa saat ini di Amerika Serikat :
43 % dari semua pernikahan pertama berakhir dengan perceraian. Sekitar 60 %
dari pernikahan kedua mengalami nasib yang sama. Menurut penelitiannya, Angka
perceraian di Amerika mencapai dua kali lipat angka perceraian di Perancis atau
Jerman dan tiga kali lipat angka perceraian di Jepang. Yang lebih memprihatikan
adalah kenyataan bahwa negara-negera tersebut pada umumnya memiliki lebih sedikit
orang Kristen dibandingkan Ameria Serikat. Hanya Inggris yang mempunyai tingkat
perceraian sebanding dengan Amerika, namun keadaan di Inggris tersebut baru
muncul pada tahun 1996.[1]
Cinta dan komiten harus berjalan
bersama-sama dalam pernikahan yang sehat. Seperti kata pepetah, sama seperti
kuda dan keretanya, tanpa cinta komtmen dalam sebuah pernikahan hanya akan
berjalan ditempat. Jika Cinta dan komitmen dalam pernikahan dapat diibaratkan
seperti satu mata uang dengan dua sisi. Kehilangan salah satu sisi dapat
menyebabkan ketidak-utuhan dalam rumah tangga. Komitmen merupakan pagar
(pelindung) bagi pernikahan. Cinta tanpa komitmen dalam sebuah pernikahan akan
menyebabkan ketidakpastian dan memberi peluang bagi ketidaksetiaan
(perselingkungan) yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perceraian. Menurut
catatan koes Irianto “50 % dari seluruh pernikahan di Amerika Serikat
menghasilkan perceraian dalam dua tahun pertama, dengan alasan perselingkungan
(ketidaksetiaan) oleh salah satu pasangannya”.[2] Sementara itu, H. Dale Burke
telah mencatat bahwa 40 % pernikahan Kristen di Amerika terjamah oleh
pengkhianatan dengan berbagai cara, saat suami istri mencapai usia 40 tahun.
[3] Sedangkan cinta merupakan jantung (kehidupan) pernikahan. Komitmen tanpa
cinta dalam sebuah pernikahan akan menjadikan sebuah pernikahan kaku, tanpa
rasa, dan dijalani dengan terpaksa, yang akhirnya mengakibatkan “matinya”
pernikahan. Karena itu mengabaikan satu dari kedua hal tersebut bisa berbahaya
bagi pernikahan yang sehat, apalagi jika mengabaikan keduanya, akan menjadi
sangat berbahaya!.
Empat Kunci Rumah Tangga Harmonis
H
|
armonis
adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan
eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok
menjadi rangkaian yang indah dan serasi.
Warna
hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin.
Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi, jika berpadu
dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan
kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik,
akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.
Seperti
itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan
antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan
mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa
semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.
Nah, di
situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya
keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu
melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.
Dalam
rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak
suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah
suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi
kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.
Ada empat hal yang mesti diperhatikan
untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga.keempatnya adalah:
1. Jangan melihat ke belakang
Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan
saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya
tolak?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.
Langkah itu sama sekali tidak akan
menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula
dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut,
tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.
Karena itu, hadapilah kenyataan yang
saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan
melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di
luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni
pikiran kita.
2. Berpikir objektif
Kadang, konflik bisa menyeret hal lain
yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan
emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah
internal rumah tangga tidak secara utuh.
Jadi, cobalah lokalisir masalah pada
pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan
kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang
perlu dibenahi.
Misalnya, masalah kurang penghasilan
dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain.
Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai
pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak
bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.
Padahal kalau mau objektif, masalah
kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah
tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan
bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.
3. Lihat kelebihan pasangan, jangan
sebaliknya
Untuk menumbuhkan rasa optimistis,
lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit
kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada
bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.
Mungkin secara materi dan fisik,
pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari
kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah
pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu.
Berarti,
ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling
tidak, niat ikhlas
dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada
tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang.
Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan
yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk
berubah.
4. Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah satu pijakan yang paling utama
seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah.
Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan.
Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui
ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt.
Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah.
Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi.
Lakukanlah pendekatan ubudiyah.
Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada Allah, masalah
yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan terlihat di
depan mata. Insya Allah [2]
Menikah Untuk Mengasihi (Marriage Is
for Love -Indonesian)[3]
Bisakah Dua Orang Hidup Bersama?
J
|
onh baru
saja kembali dari bulan madu, tapi sekarang dia berada disini, menuangkan
cerita menyedihkannya. Pernikahannya tidak seperti yang diharapkan. Semarak
pacaran waktu lalu sudah memudar. Perhatian Bob berubah menjadi tuntutan yang
tidak masuk akal dan kritik, dan dia merasa kepahitan muncul dalam hatinya.
Saya tidak terkejut mendengar pernikahan lainnya juga ada dalam masalah,
tapi….secepat itu? Walau cepatnya masalah Bob dan Sue merupakan pengecualian,
kenyataannya
sangat mirip. Mari kita hadapi hal ini—institusi pernikahan mengalami masa
sulit. Psikiatris, psikolog, dan sosiolog mengajarkan kita bahwa fondasi
keluarga yang baik sudah hancur, dan seluruh institusi terancam hancur.
Statistik kelihatannya menunjukan hal ini. Di tahun 1900 satu dari 12 pernikahan
berakhir dengan perceraian. Di tahun 1922 jumlah meningkat menjadi satu dari 8.
Sekarang sekitar satu dari 3 pernikahan berakhir dengan perceraian! Karena
kebanyakan pernikahan menghasilkan luka yang mempengaruhi generasi berikutnya,
prospeknya lebih suram dimasa depan.
Ada lagi.
Laporan sensus menunjukan jumlah menakutkan dari suami dan istri yang hidup
terpisah. Menambah laporan ini, ribuan pasangan yang hidup bersama tapi secara
roh terpisah, dan pandangannya semakin kabur. Kadang keluarga ini mengakui ada
pertengkaran, dan kadang terjadi gencatan senjata—suami pergi menurut jalannya
dan istrinya kejalan lain, dan tidak pernah bertemu! Mereka tetap menikah untuk
anak mereka atau untuk reputasi, tapi tidak menikmati berkat dari surga dan
merasakan neraka dibumi. Setelah menginterview 2.000 pasangan menikah, seorang
konselor pernikahan yang dikenal melaporkan kalau sekitar 70 persen wanita dan
60 persen pria tidak mau menikah lagi dengan pasangan yang sama jika tidak
mereka tidak mau menikah sama sekali! Sebagai seorang pastor, saya bisa
mengatakan bahwa keluarga
Kristen
tidak terbebas dari hal ini. Kita mendengar ketidaksetiaan pernikahan diantara
orang Kristen, atau kesakitan dan kepahitan antar pasangan, kemarahan yang
tercurah, saat-saat tidak saling bicara, kritik dan kasih sayang yang menurun.
Semua ini merupakan gejala keluarga sakit. Mereka merupakan iklan buruk dari
kedamaian, tujuan, kuasa yang Yesus tawarkan. Untuk Kristus, juga untuk kita,
kita perlu memberikan perhatian serius bagi pernikahan.
Apa yang
menyebabkan kehancuran keluarga? Sosiolog mengusulkan beberapa alasan:
(1)
Mobilitas. Satu dari 3 keluarga dimana suami dibawa 35 berpindah tiap tahun.
Ini cenderung melahirkan ketidakamanan dan ketidakstabilan.
(2)
Manusia semakin tidak dipandang semestinya dalam masyarakat yang sudah
terkomputerisasi. Kesepian, tidak ada tujuan, frustrasi, dan mengasihani diri
yang jelas tidak kondusif bagi pernikahan yang berhasil.
(3)
Revolusi Seks. Seks sebelum dan diluar pernikahan merupakan salah satu kekuatan
yang menghancurkan pernikahan sekarang ini.
(4)
Kekayaan. Budaya materialistic kita menghilangkan hubungan antar pribadi yang
dibutuhkan bagi keluarga bahagia.
(5)
Meningkatnya kelonggaran dalam mendidik anak. Kita menghasilkan generasi yang
tidak disiplin yang kurang diperlengkapi bagi pernikahan yang berhasil.
(6) Radio
dan TV. Gambaran kasih yang dangkal dan kekerasan membuat kehidupan keluarga
menjadi sulit.
Serangan
bertubi-tubi atas keluarga ini bukanlah kejutan. Alkitab mengajarkan kalau pernikahan
merupakan institusi ilahi. Kenyataannya, ini merupakan institusi pertama yang
didirikan Tuhan. Dia melihatnya sebagai elemen penting dalam mencapai tujuanNya
bagi umat manusia. Untuk alasan ini iblis pasti menyerangnya. Bagaimanapun,
serangannya tidak perlu berhasil. Tuhan meneguhkan pernikahan untuk dibuat
berhasil! Keluarga anda bisa menjadi keluarga Kristen yang bahagia jika anda
belajar dan mempraktekan prinsip pernikahan. Saya percaya setiap suami dan
istri yang normal bisa menikmati pernikahan yang bahagia jika mereka belajar
apa yang diajarkan Alkitab dan melakukannya. Setiap hal penting untuk membangun
keluarga yang berhasil ditemukan dalam Alkitab. Prinsip Alkitab ini akan
menjadi sangat bernilai hanya jika keduanya memperlajarinya dan meminta kuasa
Tuhan untuk bisa mentaatinya. Bahkan jika hanya salah satu saja yang taat, ada
perkembangan yang luar biasa dalam pernikahan, dan ketaatannya tidak percuma!
Jika keduanya melakukannya, keluarga mereka bisa merasakan sedikit rasanya
surga.
Di hari Natal,
6 bulan sebelum menikah, tunangan saya memberikan Alkitab baru yang dituliskan
ayat dari PL: “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?”1 Ini awalnya
diucapkan Tuhan pada bangsa Israel, tapi juga mengandung pesan untuk setiap
pasangan yang ingin menikmati pernikahan yang berhasil pada masa ini. Keduanya
harus setuju melakukan bagiannya dihadapan Tuhan. Anda mungkin bisa berjalan
bersama sepanjang waktu sebelum kembali pada Yesus Kristus! Bergandeng tangan
dengan pasangan anda dan berkata, “dengan pertolongan Kristus aku ingin membuat
pernikahan ini dan keluarga ini memuliakan Tuhan.”
Hati saya
memikirkan tentang orang Kristen yang menikah dengan orang tidak percaya.
Mereka tidak akan bisa sepenuhnya setuju, karena salah satunya ada Kristus dan
yang lainnya tidak. Kadang orang Kristen bisa ada dalam keadaan ini karena
mereka percaya Kristus setelah mereka menikah. Jika mereka dengan setia taat
pada petunjuk Tuhan akan pernikahan, mereka bisa membimbing pasangannya kepada
Juruselamat.
Tapi
kata-kata peringatan diperlukan agar orang Kristen bisa memikirkan dengan
sungguh akan pernikahan. Sangat bodoh bagi orang percaya yang dengan sadar dan
mau menikah dengan orang tidak percaya. Firman Tuhan jelas melarang itu, dan
orang Kristen yang tidak taat tidak bisa mengharapkan berkat dalam
pernikahannya. Rasul Paulus menekankah para janda jika mereka menikah kembali,
“harus dalam Tuhan.”2 Paulus juga
memberikan perintah yang spesifik, didalamnya hubungan pernikahan: “Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak
percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau
bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat
antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan
orang-orang tak percaya?”3
Paulus menggambarkan dari PL tentang larangan menyatukan dua binatang berbeda
seperti lembu jantan dan keledai.4
Karena binatang itu tidak sesuai, menyatukan mereka sesuatu yang tidak adil.
Untuk alasan yang sama kita juga tidak boleh.
Apakah
anda memperhatikan kata dalam bagian ini untuk menggambarkan ketidakcocokan
penyatuan itu?
(1) Tidak
bisa ada persekutuan. Persekutuan berarti saling berbagi dan berpartisipasi.
Orang yang sudah diampuni dan belum tidak sama; mereka tidak bisa saling
berbagi dalam hubungan seperti itu dan bahagia.
(2) Tidak
bisa dipersatukan. Kata ini menunjuk pada hubungan yang dekat, atau interaksi
yang intim. Itu biasanya diterjemahkan “persekutuan” tapi lebih pribadi,
melibatkan saling berbagi diri. Hubungan intim apa yang bisa dilakukan terang
dan gelap? Mereka tidak bisa bersatu; mereka tidak sama. Demikian juga dengan
orang percaya dan tidak, tidak peduli perasaan mereka sebelum menikah! Orang
percaya “penuh terang” sementara yang tidak “penuh kegelapan.”5
Mereka tidak bisa bersatu!
(3) Tidak
bisa ada kecocokan. Dari kata ini, arti literalnya, “menggabungkan suara
bersama,” dalam bahasa Inggris “symphony.” Pasangan yang milik Kristus dan yang
bukan tidak bisa bermain musik dengan indah bersama-sama. Mereka mungkin merasa
bisa, tapi Tuhan berkata, mereka akan menghasilkan ketidakselarasan dan bunyi
sumbang!
(4) Tidak
ada bagian. Ini menunjuk pada pembagian yang disetujui bersama. Potensi persetujuan
penuh dan keselarasan penuh tidak ada diantara orang percaya dan tidak, maka
itu tidak adil jika keduanya disatukan.
Jika anda
memikirkan untuk menikah dengan orang tidak percaya, berhenti dan pikir lagi
bersama saya. Anda akan tidak adil dengan orang yang anda nikahi. Anda ingin
pasangan anda berpikir kalau hati anda seluruhnya miliknya, tapi tidak begitu.
Anda membagikan kasih anda dengan Kristus! Dalam pernikahan Kristen, berbagi
ini membawa suami dan istri semakin dekat, tapi tidak dalam pernikahan campur!
Kasih anda pada Kristus dan kasih anda pada pasangan yang belum percaya akan
bertentangan, menghasilkan perselisihan dan pertengkaran. Anda bahkan
seharusnya tidak mempertimbangkan pilihan ini. Penyesuaian dalam pernikahan
sudah sulit tanpa hal ini.
Anda juga
tidak adil terhadap diri sendiri. Pernikahan campur dilarang diseluruh Alkitab,
dalam PL juga PB.6 Tuhan berkata
bahwa orang tidak percaya bisa menjauhkan hati orang percaya dari Tuhan. Jika
itu terjadi, Tuhan harus mengembalikan anda kepada kebahagiaan dan persekutuan
denganNya. Anda mungkin menjalankan ujian demi ujian sampai anda menyerahkan
diri sepenuhnya pada Tuhan dan pasangan anda tidak akan senang dengan hal itu!
Akhirnya,
anda tidak adil dengan Tuhan. Dia mengirim anakNya ke Kalvary untuk mati bagi
dosa anda sehingga Dia bisa memiliki anda.7
Memberikan diri anda pada seorang yang bukan milik Kristus, tidak adil bagi
Tuhan yang menyelamatkan anda. Tuhan membangun pernikahan Kristen seindah
gambaran antara Kristus dan gerejaNya. Semakin baik gambaran pernikahan anda,
semakin baik kesaksian Kristen dalam dunia terhilang ini. Karena pernikahan
dengan orang tidak percaya menghancurkan gambaran ilahi itu, anda akan
menghancurkan kesaksian anda kalau anda masuk kedalamnya. Ini sangat tidak adil
bagi Tuhan.
Mungkin
anda berkat, “tapi aku akan membawanya pada Tuhan setelah menikah.” Tuhan tidak
pernah ingin pernikahan menjadi ladang misi! Kadang pasangan tidak percaya
dimenangkan bagi Kristus, dan halangan yang begitu besar melawan anda.
Ketegangan yang dihasilkan karena ketidaktaatan anda pada perintah Tuhan bukan
suatu penginjilan yang baik. Kenapa tidak melakukan caraNya? Minta Tuhan
membimbing anda kepasangan pilihan Tuhan. Anda tidak akan menyesal!
Jika
nasihat ini sudah terlambat, dan anda sudah melakukan kesalahan itu, jangan
putus asa. Tuhan adalah Bapa yang pemaaf. Akui ketidaktaatan anda padaNya, dan
taat seterusnya. Dia akan menunjukan kepada anda bagaimana meningkatkan
hubungan pernikahan anda, dan anda bisa menjadi sejumlah kecil
orang yang
bisa membawa pasangannya kepada Juruselamat.
Satu hal
yang sangat jelas. Tuhan Yesus Kristus merupakan kunci pernikahan yang
berhasil. Tidak ada kesempatan membuat pernikahan anda berhasil diluar Dia.
Jika anda tidak pasti mengenai kondisi kerohanian anda, mungkin andalah yang
bertanggung jawab atas ketegangan dan pergolakan dari pasangan yang tidak
sepadan. Sekarang waktunya memperbaiki situasi.
Ini
masalah yang lebih dari sekedar pengetahuan tentang Kekristenan. Ini masalah
hubungan dengan Tuhan Yesus sendiri. Kita pertama kali harus mengakui dosa dan
ketidaklayakan dihadapan Tuhan yang kudus.8
Kita mengakui bahwa Kristus telah mati menggantikan kita, membayar dosa kita.9 Kita
meletakan kepercayaan kita dalam Kristus dan menerimanya sebagai Juruselamat.
Dia kemudian akan memberikan anugrah keselamatan kekal.10
Jika anda belum membuat keputusan ini, kenapa tidak sekarang? Beri kesempatan
pernikahan anda untuk sukses! Terima Kristus sebagai Juruselamat pribadi anda!
4 Ulangan
22:10. 5
Ephesians 5:8, The Living Bible. All
quotations from TLB are by permission of Tyndale House Publishers. 6
E.g. Ulangan 7:3, 4. 7
Titus 2:14. 8 Roma 3:23;
Isaiah 64:6.
Mereka Akan Menjadi Satu
P
|
ernikahan
merupakan institusi ilahi yang didirikan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia.
Tapi kita merasa itu merupakan fenomena yang paling membingungkan! Disatu sisi
ada banyak orang yang tidak sabar masuk kedalamnya, sementara ada orang dengan
jumlah yang sama ingin keluar dari situ! Ada apa sebenarnya? Satu-satunya cara
untuk mengetahu adalah memulai dari awal, dengan kisah penciptaan dipasal
pertama kitab Kejadian.
Saat kita
membaca cerita ini, kita mempelajari bahwa setiap hal yang Tuhan buat adalah
baik. Tuhan 7 kali melihat bahwa apa yang diciptakan merupakan hal yang sangat
baik.1 Tapi kita kemudian membaca, “TUHAN Allah
berfirman: Tidak baik,…” Apa yang tidak baik? “Tidak baik, kalau manusia itu
seorang diri saja!”2 Bukankah Adam tidak benar-benar sendirian?
Dia memiliki semua binatang, beberapa dari mereka dikenal sebagai teman terbaik
manusia! Tapi semua binatang itu hanyalah mahluk hidup, sedangkan Adam memiliki
nafas kehidupan.3 Dia pasti tidak memiliki satu jiwa dengan
mereka. Tuhan mengetahui kalau Adam sendiri dan dia membutuhkan teman.4
Kesepian
merupakan hal yang tidak enak; rasanya kosong, tidak lengkap, kurang
persekutuan, kurang hubungan pribadi. Kesepian adalah kekurangan kesempatan
membagikan diri anda dengan seseorang yang mengerti—seseorang yang bisa
menikmati hubungan bersama anda dan bisa anda percaya. Itulah kondisi Adam saat
Tuhan pertama kali menciptakannya. Walau hal pertama dan yang terpenting bagi
Adam adalah Tuhan, tapi Tuhan berkata kalau dia membutuhkan pasangan.
Apakah ini
berarti manusia tanpa istri kurang lengkap? Ya, kecuali dia diberikan karunia
untuk membujang! Alkitab mengajarkan bahwa membujang merupakan karunia istimewa
dari Tuhan dimana status single mengijinkan dia lebih efektif dalam pelayanan
Yesus Kristus.5
Secara
umum, tidak baik bagi pria untuk sendiri. “Aku akan membuat baginya seorang
penolong” kata Tuhan. Kata penolong datang dari 2 kata Ibrani yang berarti
“suatu pertolongan” dan “setujua dengan dia” Wanita diciptakan untuk menjadi
penolong yang sesuai dengan pria, sepadan dengannya secara rohani, mental,
emosi, dan fisik. Wanita merupakan pelengkap, menyediakan apa yang tidak
dimiliki pria dan memenuhi potensi pria.
Jadi Tuhan
melakukan anesthetic dan bedah pertama. Dia mengambil tulang rusuk dari pria
dan dari situ dia menciptakan wanita.6
Walau dia menciptakan pria dari debu, dia membuat wanita dari pria. Wanita
bagian dari pria. Jadi, wanita punya bagian pria, dan pria tidak lengkap sampai
dia mendapatkan bagiannya kembali dalam pribadi seorang istri. Perhatikan
bagian apa yang Tuhan gunakan—tulang rusuk. Agustinus menulis, “Jika Tuhan
bermaksud membuat wanita berkuasa atas pria, Dia akan membuat wanita dari
kepala Adam. Jika Tuhan bermaksud menjadikannya budak, Dia akan membuatnya dari
kaki Adam. Tapi Tuhan membuat wanita dari sisi pria, karena dia ingin wanita
jadi penolong dan sepadan dengan pria.” Istri adalah partner pria—bukan
properti!
Mungkin
terlihat merendahkan kalau wanita dibuat untuk menjadi penolong pria, tapi
perannya sebenarnya memuliakan dia, karena pria tidak lengkap tanpanya! Setiap
pihak saling membutuhkan. Itu merupakan hari bahagia saat Tuhan memberikan
pasangan pertama. Pria langsung mengenali istrinya sebagai bagian dari dia, dan
dia memberikan wanita bentuk feminism dari namanya, woman.7
Kalimat
berikut dalam ceritan ini diucapkan oleh Tuhan sendiri, dan Kristus
menyatakannya sekali lagi kemudian. “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging.”8
Sejak saat itu, institusi ilahi perkawinan dibangun. Apakah anda memperhatikan
kata-kata ibu dan bapak? Sangat menarik bahwa Tuhan membedakan dipermulaan umat
manusia. Mertua, yang berlanjut menjadi sumber perselisihan pernikahan yang
terbesar, hal ini bisa diatasi jika suami dan istri meninggalkan ibu dan
bapaknya, seperti perintah Tuhan, dan memenuhi tanggung jawab utama pada
pasangan mereka dalam pernikahan.
Kata bersatu
menunjukan nature ikatan pernikahan yang Tuhan inginkan. Pemikirannya adalah
sang pria menempelkan dirinya kepada istri. Saat dua objek dilem jadi satu
mereka jadi satu objek. Saat dua orang dilem bersama mereka juga menjadi satu.
Tuhan berkata, “dan mereka akan menjadi satu daging.” Walau kata satu daging
menunjuk pada persatuan seks, artinya lebih dari itu. Saat Tuhan membuat pria
dan wanita bersama, Dia menyatukan mereka dalam ikatan yang unik dan mendasar
secara biologis dan rohani yang mencapai jiwa mereka yang paling dalam.
Pernikahan
seharusnya lebih dari sekedar menandatangani surat dan dua orang tinggal diatap
yang sama atau berbagi ranjang yang sama. Itu seharusnya suatu ikatan 2
kepribadian sehingga menjadi satu kesatuan. Itu membutuhkan komitmen total dari
keduanya, kombinasi yang baik dari 2 pikiran menjadi sepikir, pernyataan bersama
dari 2 emosi yang diberikan Tuhan. Tujuannya adalah kesatuan sempurna,
keintiman total, dan saling berbagi perasaan terdalam masing-masing pasangan.
Ini jauh
dari pengertian umum bahwa pernikahan hanya menyediakan seks yang sah bagi 2
orang yang secara fisik saling tertarik. Tuhan menciptakan seks, tapi dia ingin
itu menjadi suatu ekspresi yang indah dari kesatuan hati dan jiwa yang sudah
ada. Jika kesatuan tidak ada, tindakan fisik tidak berarti, egois, dan
eksploitasi.
Apa yang
kita pelajari dari Alkitab, adalah pernikahan diberikan Tuhan sebagai penyatuan
suci dimana satu pria dan satu wanita dibawa bersama untuk saling melengkapi
dan memenuhi. Pengertian
tentang hal ini akan melindungi pasangan dari banyak masalah penikahan. Suami
dan istri yang menyadari bahwa Tuhan telah menyatukan mereka tidak akan berbuat
bodoh dengna saling menyakiti. Setiap pasangan ingat untuk menyatakan kasih
yang tulus dan saling pengertian, karena pasangannya merupakan bagian dari
dirinya.
Ada
aplikasi lain dari bagian ini, aplikasi yang dibuat oleh Kristus sendiri. Saat
Tuhan menyatukan pria dan wanita dalam kehendakNya, Dia ingin hubungan itu
permanent. “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”9 Banyak orang
beranggapan bahwa jika suatu pernikahan sudah tidak berjalan mereka bisa
menghentikannya. Mereka bertanya kenapa 2 orang mau memberikan usaha dan
pengorbanan untuk pernihakan yang berhasil saat pernikahan itu sendiri bisa
dengan mudah disudahi. Konsep yang sesat ini bisa sanga menghalangi pernihakan
yang berhasil.
Saat orang
Farisi bertanya pada Kristus tentang perceraian dalam hukum Musa, Dia
mengatakan kepada mereka kenapa itu diberikan pada mereka: “Karena ketegaran
hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah
demikian!”10 Saat Tuhan
menyatukan 2 orang Dia ingin mereka terus bersama! Jika kita bisa melihat
pernikahan dalam kesatuan yang Tuhan inginkan, perceraian akan terlihat seperti
memotong tangan atau kaki. Anda tidak ingin memotong tangan anda ada pecahan
batu dijari anda; anda pasti mencoba mengeluarkannya. Juga anda tidak akan
mempertimbangkan mengeluarkan suami atau istri anda karena anda tidak bisa menyesuaikan
diri dengan karakter yang ada dalam diri mereka. Doa kami adalah pelajaran ini
akan menolong anda bisa mengeluarkan pecahan batu dari pernikahan anda.
Ada
perbedaan pendapat diantara sarjana Alkitab tentang apakah Kristus mengijinkan
perceraian atau pernikahan kembali. Dia berkata bahwa perceraian dan pernikahan
kembali merupakan perzinahan kecuali dalam kasus perzinahan.11
Beberapa menafsirkan perkataan “kecuali terjadi perzinahan” sebagai dasar yang
benar untuk perceraian dan pernikahan kembali. Orang lain menyatakan bahwa
kalimat pengecualian itu tidak berlaku pada hubungan penikahan sekarang, maka
itu sebenarnya tidak ada dasar Alkitab sama sekali untuk perceraian dan
pernikahan kembali. Tapi dengan cara apapun mereka menafsirkan kalimat
pengecualian itu, sebagian besar sarjana setuju tentang tujuan utama perkataan
Kristus—bahwa Tuhan ingin pernikahan itu permanent. Dia berharap kita mencari
jalan untuk menyembuhkan pernikahan kita daripada mencari alasan untuk
menghilangkannya.
Ada juga
perbedaan pendapat tentang pengajaran Paulus tentang perceraian dan pernikahan
kembali. Dia berkata, “Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai,
biarlah ia bercerai.”12 Beberapa orang
berpikir ini membebaskan orang percaya untuk menikah kembali jika pasangannya
yang tidak percaya ingin bercerai. Orang lain tidak setuju. Tapi apapun cara
mereka menafsirkan perkataan itu, sebagian besar yang mempelajari Alkitab
setujua bahwa aturan umum pernikahan Paulus dibangun diawal diskusi—“seorang
isteri tidak boleh menceraikan suaminya… seorang suami tidak boleh menceraikan
isterinya.”13
Ini
merupakan pembahasan yang controversial, dan tidak akan mencapai kebulatan
suara sampai disorga nanti. Untuk alasan ini kita harus hati-hati dan
memberikan kasih Kristus pada korban perceraian. Tapi maksud utama dari
pengajaran Alkitab ini jelas; kita jangan mengabaikannya. Perceraian tidak
diperkenankan sebagai cara mudah bagi pasangan yang tidak bisa menyelesaikan
masalah pernikahannya. Jalan menuju kebahagiaan dalam perkawinan tidak dengan
membuang yang lama dan mencari yang baru, tapi menjadi pasangan yang baru
melalui kasih karunia dan kuasa Tuhan.
“Rumput
selalu lebih hijau dihalaman sebelah” juga berlaku dalam perkawinan dan wilayah
hidup yang lain. Seseorang yang mencoba pergi kesebelah juga menemukah hal yang
tidak menyenangkan yang menghasilkan konflik dan ketegangan dalam penikahan
mereka yang pertama dan sekarang menghasilkan hal yang sama dalam pernikahan
mereka yang kedua! Mereka mungkin telah mendapatkan pasangan baru, tapi mereka
sendiri tetap egois, tidak dewasa seperti dulu.
Saya tidak
pernah melupakan suara putus asa dari Duane saat dia duduk diseberang meja dan
menggambarkan kekacauan luar biasa dalam pernikahan keduanya. Walau dia seorang
Kristen, lima tahun lalu menceraikan Nan dan menikahi wanita lain, dan
membenarkan diri dengan cara apapun. Itu suatu kesalahan besar ! Sekarang
pernikahan keduanya juga kacau, dan dia menginginkan kebahagiaan yang dulu
didapat dengan istri pertamanya. Dia ingin menikahi kembali istri pertamanya.
Tapi Duane
perlu mengalami beberapa perubahan dasar dalam prilakunya sebelum bisa berhasil
menikmati hubungan pernikahan yang sukses. Karena banyak dari kita seperti
Duane, kita perlu mempertimbangkan perubahan penting yang akan kita bahas dalam
beberapa bab berikutnya.
Berjalan dengan Roh
S
|
aya yakin
bahwa kebanyakan perselisihan dalam pernikahan Kristen berakar dari masalah
rohani. Dengan kata lain, alasan mendasar dari ketidakharmonisan yang kita
lihat dalam pernikahan Kristen sekarang ini adalah kerusakan rohani dalam salah
satu atau kedua pribadi yang ada.
Kita sudah
belajar bahwa pernikahan merupakan institusi ilahi—bahwa Tuhan membuat pria dan
wanita untuk saling melengkapi. Saat pria dan wanita yang telah ditebus bersatu
dalam kasih dan kepercayaan, Tuhan menyatukan mereka dalam satu kesatuan. Dia
berharap mereka satu tujuan, motivasi, interes, pengertian, dan simpati. Apa
yang sering kita lihat dalam praktek, adalah semua hal diatas kecuali kesatuan
itu sendiri. Banyak keluarga Kristen menunjukan perpecahan, perselisihan,
berteriak, dan mencibir. Setiap orang dalam keluarga sepertinya berjalan diarah
yang berbeda, dan hasilnya adalah kekacauan. Harmoni tidak bisa dicapai sampai
setiap orang belajar untuk berjalan diarah yang sama! Inilah penyesuaian rohani
sejati.
Selalu hal
yang paling mudah dipelajari hal itu disisi pasangan kita. Wanita suka
membicarakan tanggung jawab suami dalam mengasihi istri. Suami sering
menekankan peran wanita untuk tunduk. Tapi baik suami atau istri tidak bisa
memenuhi perannya masing-masing dalam pernikahan tanpa kuasa Roh Kudus yang
tinggal didalam diri mereka. Dan kita tidak bisa memiliki Roh Kudus kecuali
kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi kita!
Kebanyakan
dari kita ingin suami atau istri seperti yang kita kehendaki. Tapi kita tidak
bisa menjadi seperti itu dengan kekuatan kita sendiri. Paulus berkata, “Sebab
aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia.”1 Kita menghadapi penyesuaian secara fisik,
emosi, dan mental yang sangat besar dalam pernikahan. Hubungan dibebani dengan
latar belakang, pendapat, dan salah pengertian setiap hari. Dua ego,
masing-masing egois dan berdosa, mencari kepuasannya sendiri. Hal ini
sepertinya tidak bisa dijalani! Bagaimanapun, hal ini bisa diatasi melalui
pertolongan supernatural. Roh Kudus yang berdiam didalam diri ingin menolong
kita. Mari kita cari tahu bagaimana mendapatkan kuasaNya!
Paulus
membagi umat manusia kedalam 3 kategori besar. Kategori pertama disebut
“natural” atau manusia alami.2
Roh manusianya tidak pernah dihidupkan terhadap Tuhan. Dia mati secara rohani;3 dia butuh diselamatkan.4
Hidupnya didominasi oleh nature kedagingannya. Natur inilah sumber kelemahannya,
seperti kemarahan dan iri hati yang menghasilkan pergolakan dalam pernikahan.
Kelompok
kedua disebut Paulus sebagai manusia rohani.5
Orang seperti ini telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya dan telah
mengijinkan Roh Kudus berdiam dalam diri untuk memenuhi hidupnya. Dia seorang
yang dewasa, stabil, dan kuat rohaninya.
Kategori
ketiga adalah “manusia duniawi.”6
Orang ini seorang Kristen, tapi karena nature dosanya (kedagingan) mengontrol
dia disepanjang waktu, menghasilkan kemarahan, egois, khawatir, dan permusuhan
yang sama seperti sebelum dia berjumpa dengan Tuhan.
Sekarang
bayang kan 2 hidup yang didominasi oleh daging mencoba bersatu secara sempurna
dalam kehidupan sehari-hari! Percobaan ini sia-sial; setiap orang hanya
berhasil memenuhi sebagian keinginannya yang egois. Sangat sedikit artinya
apakah keduanya manusia duniwi atau salah satunya sudah Kristen atau campuran
lainnya. Hasilnya akan sama disetiap kasus.
Bahkan
jika keduanya sudah dikontrol oleh Roh Kudus, kesatuan yang sempurna tetap
tidak mungkin dicapai. Pernikahan ini akan lebih bahagian dalam kasus yang
sebelumnya, karena setidaknya satupasangan menunjukan kasih Kristus. Tapi potensi
untuk harmoni yang sempurna tidak ada. Tidak ada ego yang berdosa memiliki
aspirasi, motivasi, atau kuasa yang sama seperti hidup yang didominasi Roh.
Kedua pasangan akan terus menyimpan dalam hati 2 tujuan dan nilai yang
berlawanan.
Kesatuan
yang sempurna hanya datang saat Roh Kudus sepenuhnya mengontrol hidup keduanya
dan mendekatkan mereka kedalam kesatuan dan harmoni. Karena Roh Kudus merupakan
pribadi yang nyata, Dia bisa mendirikan tujuan, mengarahkan motivasi,
mengembangkan sifat, dan membantu tindakan. Karena Dia adalah Tuhan, Dia bisa
menggunakan semua kuasa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuanNya. Karena Dia
adalah Roh, Dia berdiam dalam diri kedua orang bersamaan dan menyatukan mereka
dalam hati. Tidak ada cara lain bagi suami dan istri untuk menikmati kesatuan
sempurna diluar hidup yang dikontrol Roh.
Lihat hal
ini dengan cara lain. Paulus menulis, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah
hidup kita juga dipimpin oleh Roh.”7
Kata “berjalan” dalam ayat ini merupakan istilah militer dalam literature
Yunani sekuler untuk menggambarkan barisan pasukan yang sedang berjalan. Jika
setiap prajurit mengikuti perintah atasannya dan terus berjalan dengan dia,
maka dia juga akan berjalan sesuai dengan prajurit lain. Demikian juga, jika
suami dan istri tetap berjalan dengan Roh Kudus mereka juga akan berjalan
bersama. Tidak bisa sebaliknya.
Mari kita
lihat dari sisi lain lagi. Pernyataan geometris menyatakan bahwa semua objek
yang berdekatan dengan satu objek juga berdekatan dengan yang lain. Aplikasikan
axiom itu pada pernikahan, dan anda menemukan bahwa ketika 2 orang disatukan
kepada Tuhan mereka juga menjadi dekat dengan pasangannya! Orang percaya
terdiri dari 3 bagian yaitu roh, jiwa, dan tubuh. Roh bersekutu dengan Tuhan.
Jiwa merupakan kepribadiannya—intellect, emosi, dan kehendak. Tubuh memiliki 5
indra dimana kita bisa merasakan. Kesatuan pernikahan membutuhkan kesatuan
tubuh melalui seks dan kesatuan jiwa melalui interaksi pribadi, tapi tragisnya
kita mengabaikan kesatuan yang paling penting dari semuanya—yaitu kesatuan roh!
Mereka jarang berdoa bersama. Mereka jarang berbagi Firman bersama. Mereka
jarang membahas hal rohani. Tuhan bukan bagian nyata dalam hubungan mereka.
Hasilnya pasangan ini menderita keterasingan dari pasangan mereka.
Ketidaksatuan roh bisa menghancurkan
harmoni jiwa dan tubuh. Sudah merupakan kehendak Tuhan bahwa
kita harus menyerahkan roh kita padaNya. Kemudian kita bisa mendapat harmoni
tubuh dan jiwa juga.
Penting
diketahui bahwa ajaran Alkitab tentang hidup yang dipenuhi Roh ditemukan dalam
konteks pernikahan.8 Itu dimulai,
“Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu,
tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh.” Seperti seseorang yang dikuasai oleh
anggur, demikian juga orang Kristen yang dipenuhi dengan Roh. Ayat seterusnya
menunjukan 4 karakteristik orang Kristen yang dipenuhi roh.
1)
Berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur,kidung puji-pujian dan
nyanyian rohani.9
2)
Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.10
3) Ucaplah
syukur senantiasa atas segala sesuatu.11
4)
rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain.12
Karakter
terakhir menggambarkan sifat kerendahatian dan saling hormat. Dengan hal ini
Paulus memulai pembahasan paling panjang tentang hubungan suami istri dalam PB.
Kita semua tidak bisa memenuhi tanggung jawab yang diberikan Tuhan sampai kita
dikontrol dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Tidak ada gunanya membaca dan belajar
apa yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita sampai kita mau mengijinkan Dia
menyediakan kuasa yang diperlukan. Saat kita mengijinkanNya menyatakan hidupNya
melalui kita, kita tidak hanya menjadi rendah hati, memuji, berterima kasih,
tapi 9 rasa buah Roh akan nyata dalam hidup kita: kasih, sukacita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
penguasaan diri.13 Perselisihan
tidak akan muncul saat hal ini memancar dalam hidup kita!
JIka
dipenuhi Roh merupakan masalah utama dalam pernikahan Kristen, kita perlu
mengetahui bagaimana Roh Kudus bisa memenuhi kita. Ada beberapa cara.
(1)
Periksa hidup anda dalam terang Firman Tuhan.14 Saat masalah
muncul dalam pernikahan kita, hal pertama yang biasanya kita lakukan adalah
mencari kesalahan pasangan kita. Seperti kata Kristus, kita mencari debu dimata
mereka tapi balok dimata sendiri tidak kita lihat. Yesus berkata, “Hai orang
munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan
jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”15
Jika kita jujur, kita akan menemukan bahwa kita bersalah. Kita menemukan dosa
seperti, marah, bermusuhan, kepahitan, tidak ramah, sombong, tidak memaafkan,
dingin, egois, iri hati, licik, dan nafsu. Semua hal itu bisa menghasilkan
perselisihan dalam rumah! Saat kita bereaksi marah, meyatakan hal diatas pada
pasangan anda, kita sendiri berdosa dan menambah masalah lebih jauh.
(2) Akui
dosa anda pada Tuhan.16
Setelah menemukan dosa kita, kita harus langsung mengakuinya satu per satu
kepada Tuhan dan bertanggung jawab atasnya. Kita tidak bisa beralasan dengan
menyalahkan pasangan kita. Kita mahluk yang memiliki kehendak; kita bisa
memilih percaya Tuhan untuk menang atas dosa jika kita mau. I Yoh 1:9
meyakinkan kita behwa Tuhan mau mengampuni kita disaat kita mengakui dosa kita
dihadapanNya. Saat kita dengan jujur mengakuinya, banyak persoalan dalam
pernikahan bisa diselesaikan!
(3)
Serahkan seluruh hidup anda kepada Tuhan.17 Tuhan ingin
diri kita sepenuhnya, memberikan diri sepenuhnya. Beberapa orang kelihatannya
takut menyerahkan diri pada Tuhan; mereka takut Dia akan membuat tuntutan yang
tidak masuk akal atau menyakiti mereka. Kita sering sulit percaya kalau cara
Tuhan itu sempurna—bahwa Dia tidak pernah salah.18
Kita sangat membutuhkan penyerahan diri sepenuhnya pada Kristus. Hanya setelah
itu kita bisa dipenuhi dan dikontrol oleh Roh Kudus. Jika kita menolak
menyerahkan kehendak kita padaNya, itu akan mengecilkan pribadi kita, membuat
kita sulit hidup dan menghancurkan potensi terhadi harmoni pernikahan yang
sempurna. Mari kita membawa pernikahan dengan langkah yang benar; lakukan
dengan cara Tuhan!
Begitu
banyak orang Kristen telah menemukan bahwa mereka pernikahan mereka yang sudah
putus harapan menjadi harmonis dan indah saat mereka menyerahkan hidup
sepenuhnya pada Kristus. Beberapa menemukan hal ini setelah beberapa
pertempuran dan sakit hati. Kenapa tidak taat pada Firman Tuhan sekarang dan
terhindar dari sakit hati itu? Perkembangan pernikahan anda bisa terjadi sekarang!
(4) Orang
Kristen yang dipenuhi Roh menemukan sukacita dan kepuasan pada penyerahan diri
dalam hubungan dengan Roh Tuhan dan mau menjaganya.
Dia melakukan itu terus menerus melalui pengakuan kuasa Roh Kudus dalam
dirinya. Dia bicara dengan Tuhan secara teraturl. Dia mendengar suara Tuhan
bicara dalam Alkitab. Dia membangun persekutuan dengan orang percaya lain. Dia
bergantung pada kekuatan Tuhan untuk mengalahkan dosa. Hubungan seperti ini
disebut “berdiam dalam Kristus.”19
Tanpa Juruselamat kita tidak bisa berbuat apa-apa—bahkan berdamai denga
pasangan kita!20 Tapi
melaluiNya kita bisa melakukan apapun, bahkan menanggung semua perkara dalam
rumah yang dipercayakan Tuhan!21
1 Romans
7:18, TLB. 2
1 Corinthians 2:14.
3
Ephesians 2:1. 4 Acts
16:31. 5
1 Corinthians 2:15.
6
1 Corinthians 3:1.
7
Galatians 5:25, KJV. 8
Ephesians 5:18-33.
9
Ephesians 5:19a, KJV. 10
Ephesians 5:19b, KJV. 11
Ephesians 5:20, KJV. 12
Ephesians 5:21, KJV. 13
Galatians 5:22, 23, KJV. 14
1 Corinthians 11:28, 31. 15
Matthew 7:5, TLB.
16
l John 1:9. 17 Romans
12:1. 18
Psalm 18:30a. 19 John 15:4,
KJV. 20
John 15:5. 21 Philippians
4:13.
Dewasalah
B
|
anyak
konselor pernikahan yakin bahwa salah satu halangan terbesar untuk berhasilnya
pernikahan adalah keegoisan. Untuk jadi egois adalah dengan terlalu
memperhatikan kesenangan, keuntungan atau kemakmuran sendiri tanpa memikirkan
orang lain. Bayi sangat egois. Mereka hanya memperhatikan kepentingan mereka
saja. Saat mereka tidak nyaman, mereka berteriak sampai seseorang melegakan
ketidaknyamanan mereka. Sifat mereka ditentukan oleh apa yang diperlakukan
terhadap mereka.
Kita
berharap bayi terus menjadi dewasa—secara fisik, intelektual, dan emosi.
Sayangnya, walau banyak orang yang secara fisik dan intelektual dewasa, emosi
mereka sangat tertinggal. Mereka tetap melihat dunia seperti mereka bayi.
Mereka melihatnya seperti semuanya mengelilingi mereka, ada hanya untuk
kesenangan mereka. Mereka tidak pernah benar-benar bertumbuh dari keegoisan
diri kepada memperhatikan orang lain. Saat hal tidak berjalan seperti keinginan
mereka, mereka bereaksi seperti anak kecil, seperti menangis, merengut,
mengasihani diri, marah-marah atau melempar barang disekitarnya. Mereka ingin
menarik perhatian melalui menyombongkan keberhasilan mereka atau menjelekan
orang lain.
Jika kita
menempatkan 2 bayi bersama tanpa diawasi, mereka biasanya langsung mendapat
masalah! Demikian juga dengan, seorang pria dan wanita yang emosinya belum
dewasa bersatu dalam perkawinan pasti mendapatkan masalah. Emosi yang seperti
bayi tidak bisa menjadi pasangan yang baik! Salah satu kebutuhan terbesar dalam
membangun pernikahan yang kuat dan berhasil adalah kedewasaan.
Kedewasaan
biasanya tidak egois. Tentu saja, tidak ada manusia yang sepenuhnya tidak
egois; ada sedikit ketidakdewasaan dalam diri kita. Seseorang pernah berkata
“Cakar seorang dewasa dan anda akan menemukan seorang anak” Seorang lain
berpendapat bahwa satu-satunya perbedaan antara pria dan anak laki-laki adalah
mainan pria lebih banyak! Karena tidak ada yang dewasa sempurna, jelas bahwa
kedewasaan merupakan istilah relative daripada absolute. Kenyataannya,
kedewasaan merupakan proses daripada kondisi yang tetap.
Suatu
tingkatan kedewasaan emosi tertentu bisa terjadi bahkan pada orang belum
percaya, karena nature dosa juga memiliki kekuatan selain kelemahan. Anda
mungkin mengenal orang non Kristen yang sedikit tidak egois dalam wilayah
tertentu hidup mereka, seperti dengan pasangan mereka, anak, rekan bisni, atau
mertua mereka. Mereka mungkin sangat murah hati terhadap tetangga, rekan
bisnis, atau orang dikomunitas. Mereka mungkin menunjukan belas kasih yang
besar kepada orang yang membutuhkan. Tapi saat anda mengenal mereka lebih baik,
anda akan menemukan bahwa mereka juga ada wilayah egoisnya.
Saat
seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, satu factor
diperkenalkan dalam hidupnya. Selain ego berdosanya, dengan kekuatan dan
kelemahannya, Tuhan Yesus Kristus memberikan Roh Kudus berdiam dalam dirinyal.
Sifat keseluruhan seseorang sekarang tergantung atas apakah diri atau Roh yang
memegang kendali. Karena Roh Kudus satu-satunya Pribadi yang bisa menjaga
control diri,hubungan kita dengan Dia menjadi hal yang paling penting dalam
perkembangan kita. Kita menyebutnya kedewasaan rohani daripada hanya kedewasaan
emosi. Keduanya mirip, kecuali kedewasaan emosi berhubungan erat denan
perkembangan kepribadian manusia kita, kedewasaan rohani juga mengenali
kehadiran Roh Kudus dalam hidup dan berkaitan dengan pertumbuhan hubungan kita
denganNya.
Kita telah
belajar bahwa seorang Kristen bisa rohani atau duniawi dalam tingkatan control
Roh Kudus atau kedagingan dalam hidupnya. Menarik untuk diperhatikan bahwa
Paulus membandingkan kedagingan dengan bayi. Dia menulis kepada jemaat Korintus
“sebagai Kristen dunia, bahkan seperti bayi.”1
Alasan beberapa orang Kristen bertindak tidak dewasa adalah karena nature
daging mereka mengontrol hidup mereka. Dengan kata lain, mereka jasmani. Karena
ada parallel antara kedagingan dan ketidakdewasaan, kita bisa berasumsi bahwa
ada juga parallel antara rohani dan kedewasaan. Orang Kristen rohani menunjukan
tanda pertumbuhan, kedewasaan rohani.
Bahkan
seorang yang beru percaya bisa kelihatan dewasa. Kita kadang mengatakan kalau
anak itu sudah dewasa diumurnya. Maksud kita adalah dia menunjukan tanda
perkembangan yang tidak biasa. Kedewasaan melibatkan pertumbuhan, dan kita
terus bertumbuh secara rohani selama kehidupan sebagai orang Kristen.2 Tidak ada
kesempurnaan dalam hidup ini—hanya ada pertumbuhan yang terus menerus.
Pertumbuhan
rohani terjadi saat Roh Kudus mengontrol hidup kita. Saat kita berserah
padaNya, Dia mengubah terus wilayah hidup kita; kemudian kita menjadi mampu
membangun hubungan pernikahan yang bahagia. Mari kita bahas beberapa
karakteristik kedewasaan.
(1)
Pribadi yang dewasa menerima dirinya sebagaimana Tuhan menciptakannya.
Dia tidak merasa rendah diri dengan kekurangannya atau egosi terhadap
kelebihannya. Dia mengenal tubuh, otak, dan kemampuannya diberikan kepadanya
oleh Tuhan hanya untuk melakukan tujuanNya.3
Karena itu dia tidak sombong atau terpuruk oleh kegagalannya. Suatu rendah diri
yang kompleks bisa menyebabkan ketegangan serius dalam pernikahan. Seorang yang
terus menuntut kepastian untuk meningkatkan egonya bisa membuat pasangannya
terganggu. Demikian juga, seorang yang egois yang terus merendahkan pasangannya
untuk meningkatkan dirinya bisa menghasilkan tragedy yang sama. Keduanya reaksi
anak-anak, tapi Tuhan mau menolong seorang mengatasinya jika dia mau bergantung
pada Roh yang ada dalam dirinya. Saat orang Kristen belajar menerima diri apa
adanya, dia akan belajar menerima orang lain sebagaimana mereka dicipta, dan
itu akan membuat langkah maju yang besar kearah keluarga bahagia.
(2)
Seorang pribadi yang dewasa diuntungkan dari kesalahannya dan usulan orang
lain. Pribadi yang tidak dewasa mencoba
mencari alasan kegagalan mereka. Mereka menyalahkan orang lain atau Tuhan. Saat
mereka dikritik, mereka melihatnya sebagai serangan terhadap pribadi, menyerang
balik dengan kemarahan seperti, “Baik, kamu juga tidak sehebat itu!” Emosi yang
masih bayi lebih mementingkan mempertahankan ego sendiri daripada bertumbuh.
Dipihak lain, pribadi yang dewasa dengan baik menerima kritik, jujur menilai
hidupnya dalam terang Firman Tuhan dan bergantung pada Roh Kudus untuk membawa
perubahan yang diinginkan. Dia melihat usulan orang lain sebagai bagian dari
rencana Tuhan untuk mendewasakan dia.
Sifat
seperti itu akan menolong mengatasi ketegangan dalam penikahan. Daripada
bereaksi seperti, “Kamu tidak pernah menghargai apa yang saya lakukan,” pribadi
yang dewasa akan berkata, “terima kasih atas usulan anda. Dengan pertolongan
Tuhan saya akan mencoba mengembangkannya.” Jelas, pribadi dewasan juga
hati-hati dalam mengusulkan sesuatu. Dia akan menunggu sebentar untuk saat yang
tepat, menjaga sikap kasih dan menghargai, dan usulannya ditemani dengan pujian
dan dorongan.
(3)
Pribadi yang dewasa menyesuaikan diri terhadap hal yang tidak bisa diubah.
Salah satu doa yang laing sering dinyatakan adalah, “Tuhan, berikan aku
kekuatan untuk mengubah apa yang bisa diubah, dan anugrah untuk menerima apa
yang tidak bisa diubah, dan hikmat untuk mengetahui perbedaannya!” Merupakan
kenyataan yang tidak baik bahwa walau kebanyakan pasangan saling mengasihi,
banyak pasangan pernikahan tidak tahan terhadap kebiasaan kecil yang mereka
lihat dalam diri pasangannya; mereka terus mencoba mengubah pasangannya.
Kebiasaan yang mengganggu itu kelihatannya menjauhkan mereka, dan saat mereka
mengijinkan kesalahan memangsa pikiran mereka, mereka kehilangan pandangan terhadap
kualitas yang baik yang menarik mereka pertama kali. Hasilnya adalah kepahitan
yang mendalam yang tidak hanya menghancurkan pernikahan mereka tapi hidup
pribadi mereka juga. Keduanya kekanak-kanakan dan berdosa.4
Buah Roh adalah tahan menderita; yaitu kemauan untuk dengan sabar menanggung
kebiasaan mengganggu dari yang lain. Roh Kudus menghasilkan kasih karunia dalam
kita jika kita mengijinkanNya.
Beberapa
orang tidak bisa menerima kenyataan lagi kealam imajinasi. Saat kenyataan
menunjukan bahwa orang yang mereka nikahi bukan apa yang mereka harapkan,
mereka akan masuk kedalam dunia mimpi, dan menghancurkan semua harapan
meningkatkan hubungan. Orang Kristen yang dewasa, sebaliknya, menemukan
kepuasan terdalam didalam Tuhan.5
Mereka mampu menerima dunia nyata sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk
menolong mereka bertumbuh.
(4)
Pribadi yang dewasa menerima hal buruk, kekecewaan, atau tekanan dengan tenang
dan stabil. Dia tahu hidupnya didalam tangan
Tuhan—apapun yang Tuhan ijinkan adalah baik.6
Pribadi yang dewasa menjaga control diri saat keadaan tidak seperti yang
diinginkan. Ada ketenangan saat seorang suami menerima kabar dipindahkan kekota
yang jauh atau saat istrinya menelepon kekantor dan berkata dia telah menabrak
mobil orang lain!
Kadang,
hal yang terkecil mengganggu kita dan menyebabkan kita bertindak egois dan
tidak dewasa. Salah satu survey menunjukan bahwa keluhan paling umum dari suami
dan istri terhadao pasangannya adalah sifat yang mengganggu. Kita membiarkan
hal yang remeh “mengganggu kita” dan mengesalkan kita; saat itu kita bereaksi
dengan marah-marah atau merengut. Selama perjalanan konseling pernikahan saya,
saya telah mendengar banyak sifat kekanak-kanakan diantara orang Kristen,
seperti suami yang melempar barang dalam rumah atau memukul istrinya. Saya
pernah menemui pria yang tidur dilantai dan menggelepar seperti bayi, dan yang
memukul tangannya kedinding karena marah terhadap apa yang dilakukan istrinay!
Jika pernikahan kita ingin memuliakan Tuhan, kita perlu bertumbuh dengan
mengijinkan Roh Kudus mengambil alih hidup kita. Dia akan menunjukan kita buah
pengendalian diriNya.
Walau
contoh sebelumnya hanya suami, istri tidak berarti tidak bersalah. Saya pernah
mendengar suami menggambarkan istrinya menendang dan berteriak atau lebih umum
pasangan yang tidak bisa diperkirakan. Tidak ada yang lebih mematahkan semangat
bagi suami daripada saat pulang rumah menemukan istri ngomel tentang hal kecil
dan meracuni suasana keluarga selama malam hari. Salomo pasti pernah
mengalaminya. “Lebih baik sekerat roti yang kering disertai dengan
ketenteraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan.”7 “Lebih baik
tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar
dan pemarah.”8
“pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya
menitik.”9 Tiris air
yang tidak berhenti merupakan bentuk penyiksaan masa lalu—bukan perumpamaan
yang memuji! Siksaan menjadi cara hidup, kebiasaan. Kita perlu berserah pada
Roh Kudus untuk dewasa.
(5)
Pribadi yang dewasa menerima dan memenuhi tanggung jawabnya. Kedewasaan
melibatkan kemandirian. Pekerjaan yang tidak selesai, janji yang tidak
dipenuhi, dan maksud baik yang tidak dilakukan merupakan contoh
ketidakmandirian. Pribadi yang tidak dewasa tidak bisa melakukan tugas dengan
bahagia yang merupakan tanggung jawabnya. Dia mengeluh, tidak puas atau tidak
menikmati pekerjaannya. Istri mengeluh karena hidup suatu rutinitas. Ibu yang
bekerja ingin jadi ibu rumah tangga. Beberapa pria mengabaikan kesempatan
menelepon istrinya saat mereka tidak bisa pulang diwaktu biasanya. Buah roh
adalah iman, artinya “percaya” atau “mandiri”. Kita perlu menyerahkan diri pada
Roh Kudus untuk menjadi setia!
(6)
Pribadi yang dewasa kepuasan terbesarnya adalah membuat orang lain bahagia.
Kita tidak pernah menemukan kebahagiaan dengan mencarinya. Makin kita mencari,
makin kita frustrasi dan kecewa. Mencari kesenangan sendiri hanya menghasilkan
ketidakbahagiaan. Hidup untuk kepentingan orang lain membawa kebahagiaan,
pelajaran yang tetap harus dipelajari banyak pasangan dalam pernikahan. Saat
kita percaya Roh Tuhan bisa membuat kita tidak egois untuk pasangan kita, tidak
minta balasan, kebahagiaan yang kita dapatkan sangat besar. Setiap kali anda memicu
konflik dalam hubungan pernikahan anda, tanyakan pada diri anda, “Sekarang
kenapa saya melakukan itu?” Anda mungkin haru mengakui bahwa anda melakukan itu
untuk kesenangan anda sendiri. Minta maaf dan arahkan kembali tindakan dan
perkataan untuk pasangan anda. Jangan menyarankan pasangan anda melakukan hal
yang sama. Anda akan menemukan istri anda berespon dengan pengertian baru juga!
Hal ini
butuh harga. Sebenarnya, hal ini mengorbankan semuanya. Tapi pribadi yang
dewasa mau memberikan semuanya, kemudian menunggu dengan sabar Tuhan berkarya.
Hanya bayi dan anak kecil yang menuntut apa yang mereka inginkan disaat itu
juga. Mereka hidup untuk saat itu, menuntut cara mereka dalam setiap keadaan.
Pribadi yang dewasa sering mengorbankan kesenangan pribadi agar bisa
mendatangkan kesenangan bagi orang lain. Secara paradoks, ini juga akan membawa
kebahagiaan bagi yang memberi!
Pelajaran
penting ini butuh waktu untuk dipelajari. Kita semua kadang merasa memiliki hak
untuk memuaskan keegoisan kita. Kita sudah lama melakukan itu, jadi kenapa
mengubahnya sekarang! Tapi semakin sering kita berespon terhadap situasi itu
dalam control Roh Kudus, makin mudah praktek itu dan semakin cepat kita dewasa.
“Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa
seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku
menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu .”10
4 Ephesians
4:31. 5
Psalm 73:25. 6 Psalm
18:30a; 31:15; 37:23; Romans 8:28. 7 Proverbs
17:1, TLB 8
Proverbs 21:19, TLB. 9
Proverbs 19:13, TLB. 10
l Corinthians 13:11, KJV.
Saya Jatuh Cinta
K
|
asih
adalah pembahasan yang popular saat ini. Dalam sejarah kita tidak pernah
melihat ada hal yang begitu banyak dibicarakan tapi begitu sedikit tindakannya
seperti ini. Kita sering menggunakan kata itu seenaknya. Seperti, seseorang
mungkin berkata dia mengasihi keluarganya, mobil baru, atau bahkan pizzanya!
Jarang sekali seseorang menyatakan secara spesifik kasih yang seperti apa yang
dimaksudnya. Surat kabar telah dikenal dengan headlinenya “love murders” atau
“love suicides”—suatu konsep yang sangat aneh! Sangat jelas bahwa kata “kasih”
memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Tapi kasih merupakan konsep yang
mendasar dalam kekristenan juga hal yang paling penting dalam suatu pernikahan
yang berhasil. Kita harus mengetahui apa arti kasih itu.
Dalam bab
lalu kita bicara tentang kedewasaan rohani. Bukan suatu kebetulan kami memilih
kasih sebagai subjek berikutnya, karena kedua hal ini sangat berhubungan.
Seperti kedewasaan, kasih juga merupakan suatu proses daripada keadaaan yang
tetap. Orang tidak “jatuh cinta” mereka juga bertumbuh didalamnya. Kasih yang
dewasa meliputi pertumbuhan dari keadaan menerima banyak dan memberi sedikit
kearah keadaan memberi segalanya dan tidak menuntut balas. Keseluruhan proses
ini merupakan bagian dari kedewasaan.
Seorang
bayi harus dikasihi atau mati. Bayi menerima kasih, tapi tidak membalasnya.
Memeluk yang ditafsirkan ibunya sebagai ekspresi kasih hanyalah usaha intuisi
bayi untuk mendapatkan makanan dan menyenangkan diri. Bayi yang baru lahir
hanya mengasihi diri sendiri. Saat bayi bertumbuh, dia menjadi sadar akan ibunya.
Ibunya peduli terhadapnya, memberi makan, dan menemaninya selama dia bangun.
Kesadaran baru ini melibatkan pertumbuhan dan perkembangan. Ekspresi pertama
bayi terhadap kasih sayang biasanya ditujukan kepada ibunya.
Tidak lama
setelah itu bapaknya disadarinya, dan dunia bayi melebar kepada figure berkuasa
ini. Kemudian dia belajar melihat saudaranya, kemudian teman bermain (biasanya
seumur dan satu jenis). Lalu dia akan satu kelompok dengan temannya, kebanyakan
dari mereka akan mengidolakan beberapa pahlawan yang sejenis dengan mereka.
Kemudian dia masuk kedalam masa remaja, dan teman yang lawan jenis tidak lagi
menjadi musuh tapi menjadi menarik dan memikat. Satu hari dia akan menyatakan
“Saya jatuh cinta.” Apakah itu benar-benar kasih? Apa yang terjadi? Apa itu
kasih?
Seperti
yang sudah anda ketahui, Yunani setidaknya memiliki 3 kata berbeda untuk kasih,
masing-masing menggambarkan sisi berbeda atau tingkatan dari kasih. Karena kita
hanya punya satu kata dalam Inggris, kita akan merasa bingung dalam menerjemahkan
kata Yunani yang digunakan Alkitab kecuali kita belajar perbedaannya.
Kata
pertaman, eros, ditemukan dalam literature Yunani sekuler tapi tidak
pernah digunakan dalam Alkitab. Eros merupakan cinta manusia semata. Itu
sering menunjuk pada cinta seksual, seperti dalam Inggrisnya “Erotic”.
Pemikiran dasar dalam eros adalah mendapatkan sesuatu bagi diri anda.
Walau itu mungkin melibatkan perasaan yang tulus kepada seseorang, perasaan itu
bercampur dengan ketertarikan orang itu, kesenangan, dan kepuasan yang bisa
diberikan orang itu pada kita. Eros selain mengandung kasih bagi sesama
juga kasih bagi diri sendiri. Itu berkata “Aku mengasihimu karena kamu membuat
saya bahagia.” Dasarnya adalah karakteristik dari seseorang yang menyenangkan
kita, seperti kecantikan, kebaikan, atau talenta. Jika karakteristik itu hilang
maka tidak akan ada yang tersisa, kasihnya hilang. Jenis cinta yang seperti ini
biasanya mencari apa yang bisa didapat. Itu mungkin memberi sedikit, tapi
motivasinya mendapat sesuatu sebagai balasan. Jika gagal mendapatkan apa yang
diinginkan, bisa menjadi permusuhan, kepahitan atau kebencian.
Sayangnya,
banyak orang muda memilih pasangan hidup atas dasar eros. Keterlibatan
emosi didasarkan atas kimia tubuh mencapai puncaknya sangat cepat, dan kekuatan
eros menyebabkannya salah mengartikannya sebagai kasih yang sejati.
Pasangan mungkin saja tidak saling mengenal, tapi mereka berkeras kalau kasih
mereka bisa menjaga mereka. Sayangnya, itu tidak terjadi, karena itu dari
pertamanya bukan kasih sejati. Gelembung romantika pecah saat pribadi yang
“ideal” menjadi kurang ideal—tidak pengertian, tidak romantis, dan tidak
bercukur! Karena masing-masing pasangan tidak mendapat apa yang diharapkan,
keduanya mungkin ingin berhenti, dan kehancuran pernikahan akan bertambah satu
lagi.
Merupakan
kegiatan saya menginterview pasangan yang meminta saya untuk menikahkan mereka,
dan kemudian menyediakan konseling sebelum nikah yang saya anggap tepat. Jika
beberapa masalah tidak terbuka, saya berusaha mengatasinya dengan seluruh
kemampuan saya. Setelah bicara kepada Dave dan Betty saya merasa ragu untuk
menikahkan mereka. Menjadi jelas bahwa keinginan utama Dave dalam pernikahan
adalah memenuhi kepuasa fisik. Betty menutup mata terhadap hal ini karena
keinginannya untuk melarikan diri dari situasi rumah dan karena tersanjung akan
perhatian Dave.
Dalam
suatu pertemuan pribadi dengan Betty saya memperingatkan dia setaktis mungkin
terhadap ditundanya dulu pernikahan ini. Mungkin waktu akan menolong mereka
mengerti satu sama lain lebih baik dan melihat apa yang harus diatasi sebelum
tekanan dalam pernikahan membingungkan mereka. Dan jelas jika Dave mengasihi
Betty dia mau menunggu sedikit lagi. Tapi Betty menjadi marah dan mengatakan
pada Dave sindiran saya. Mereka memutuskan tidak berurusan lagi dengan saya,
dan meminta orang lain untuk menikahi mereka. Saya hilang hubungan dengan Dave
dan Betty setelah itu, tapi saya belajar bahwa 2 tahun kemudian dengan 2 anak
Betty bercerai, bergumul untuk menyelesaikan pendidikannya bersama dengan
menyediakan kebutuhan anaknya. Eros gagal menyokong hubungan mereka.
Sayangnya
tidak mudah menghindari kejatuhan seperti ini, karena seluruh budaya kita
meyakinkan kita bahwa eros adalah kasih, dikasihi lebih penting dari
mengasihi, dan dikasihi tergantung dari penampilan. Jadi kita membeli baju
bagus, pengeras rambut, sikat gigi, parfum, dan bantuan lainnya untuk membuat
kita lebih menarik, sehingga seseorang bisa jatuh cinta pada kita dan membuat
kita bahagia. Penekanan berlebihan dari eros sumber dari besarnya jumlah
pernikahan yang hancur.
“Playboy
philosophy” adalah eros dalam tindakan. Hal ini berpendapat bahwa
seorang wanita merupakan mainan yang menarik untuk pemuasan dan kesenangan
pria, dan pendekatan seksual sama dengan “bercinta.” Tapi kasih lebih dari
seks. Tidak ada hubungan yang dibangun atas dasar fisik semata bisa bertahan
lama, karena keinginan fisik pasti akan kehilangan daya tariknya. Saat itu
terjadi, hubungan mulai menurun dengan cepat dan kecuali kedekatan jiwa dan roh
sudah terbangun.
Pernikahan
yang dibangun hanya atas eros akan mengalami kesulitan dari awalnya.
Pertunangan sebaiknya digunakan untuk membangun persekutuan jiwa dan roh.
Kemudian kesatuan fisik setelah menikah akan menjadi puncak dari pertumbuhan
hubungan daripadan suatu yang sudah busuk atau basi dalam hubungan. Jika anda
membuat kesalahan mematikan yaitu menikah atas dasar eros semata, tidak
ada berita untuk anda. Kasih bisa bertumbuh. Tapi tidak secara otomatis, itu
bertumbuh jika anda mengusahakannya. Satu-satunya harapan bagi pernikahan anda
adalah pindah ketingkatan kasih yang lebih tinggi.
Philia,
merupakan tingkatan kasih yang lebih tinggi, berhubungan kejiwa daripada tubuh.
Itu menyentuh kepribadian manusia—intelektual, emosi, dan kehendak. Itu
melibatkan saling berbagi. Kata yang paling dekat adalah “persahabatan” Walau
kata bendanya hanya digunakan sekali dalam PB,1
kata kerja “mengasihi, menyukai” dan kata sifat “kasih, perhatian” sering
digunakan. Inilah tingkatan kasih yang dinyatakan Petrus bagi Kristus saat
Tuhan bertanya “Petrus apakah engkau mengasihiKu?” Petrus menjawab, “Engkau
tahu kalau aku mengasihiMu,” atau “Engkau tahu kalau aku temanmu.”2
Ada
sedikit eros dalam philia. Kita memilih teman karena kesenangan
yang bisa kita dapatkan dari mereka. Ada kualitas pribadi dalam mereka yang
kita hargai, kepintaran dan ketertarikan budaya, dan ekspresi diri yang saling
memuaskan. Kita mendapatkan sesuatu yang dinikmati dari hubungan itu, tapi kita
juga mau memberi bagian kita. Pemberian ini tidak terbebas dari motivasi yang
egois, tapi keegoisan sebagian besar tidak terlihat oleh rasa kebersamaan. Philia
merupakan tingkatan kasih yang lebih tinggi dari eros didalamnya
kebahagiaan “kita” terlibat daripada hanya kebahagiaan “saya”..
Cukup
banyak pernikahan bahagia dibangun atas philia. Sebenarnya, baik juga
jika suami dan istri adalah teman. Saya mengenal beberapa suami dan istri yang
mengatakan mereka saling mengasihi tapi bukan teman! Mereka kelihatannya tidak
menikmati kebersamaan. Suatu pernikahan tidak bisa selamat kecuali kasih
ditumbuhkan setidaknya ditingkatan philia. Jika anda orang muda yang
sedang merenungkan pernikahan, anda harus memberi waktu cukup lama untuk
menemukan apakah anda betul-betul mencintai orang yang akan bersatu dengan anda
seumur hidup. Beberapa bulan tidak cukup lama untuk belajar kesalahan dan
kelemahan yang mungkin bisa mengganggu dan membuat anda marah setelah
pernikahan. Anda telah mendengar kalau cinta itu buta, tapi dalam kenyataannya
hanya eros yang buta. Itu menutup mata pada kesalahan, menertawakan
kelemahan, dan merasionnalisasi potensi masalah. Philia, sebaliknya,
menghadapi semua hal itu dan memutuskan apakah mereka punya kekuatan yang
sebaliknya. Jika ada, philia menetapkan untuk hidup sukacita dengan
kelemahan dalam kehidupannya setiap hari.
Philia
merupakan kasih yang setengah-setengah—memberi sedikit, menerima sedikut;
pembagian yang setengah-setengah. Suatu pasangan bisa berhasil atas dasar kasih
ini selama masing-masing melakukan bagiannya dan keadaan hidup tetap tenang.
Jika salah satu pasangan gagal memberikan bagiannya, atau jika tekanan yang
tidak biasa terjadi (krisis keuangan, sakit yang parah, ketegangan dengan
mertua, masalah seksual, masalah membesarkan anak, dll.), persahabatan
menderita. Philia tidak tahan tekanannya. Itu akan menjadi egois dan
menuntut, dan persahabatan menjadi konflik. Satu-satunya harapan untuk
penikahan yang berhasil dan memuaskan adalah bertumbuh dalam tingkatan kasih
yang tertinggi.
Tingkatan
kasih itu adalah agape. Itu tidak mencari kesenangan sendiri, tapi senang
memberi. Itu tidak dikobarkan oleh kelayakan atau nilai objek itu, tapi dari
nature yang diberikan Tuhan. Agape tetap mengasihi bahkan saat objeknya
tidak membalas, tidak baik, tidak kasih atau sama sekali tidak bernilai. Itu
hanya menginginkan kebaikan orang yang dikasihi. Kasih itu hidup untuk membuat
yang dikasihinya bahagia, apapun harga yang harus dibayar. Kasih itu tidak
memberi 50 persen dan mengharapkan balasan yang sama. Kasih itu memberi
semuanya dan tidak mengharap balasan!
Hati-hati
terhadap tiruan! Seseorang akan mencoba memberikan kasih seperti ini untuk
mendapat balasan yang lebih. Itu mungkin bisa terjadi, tapi bukan merupakan
motif yang sebenarnya dari agape. Seseorang mungkin mencoba memberi agape-palsu
kerena mereka menikmati kepuasan ego dipandang murah hati atau menjadikan
seseorang tergantung pada mereka. Agape yang benar sama sekali tidak
egois.
Anda
berkata, “Tapi itu bukan manusia.” Anda benar! Tidak ada manusia dalam dunia
bisa menghasilkan agape sejati. Agape diberikan oleh Tuhan saja.
Sebenarnya, Tuhan sendiri adalah agape.3
Alkitab dipenuhi dengan gambaran Tuhan yang memberi, berkorban, dan menyediakan
kebutuhan pendosa seperti kita.4
Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita, Tuhan memberikan agapeNya
kedalam diri kita: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah
telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan
kepada kita.”5 Kasih Tuhan
itu akan dinyatakan melalui pengalaman sehari-hari kita.
Tapi
bagaimana kita bisa menunjukan kasih Tuhan? Kita tahu kalau kita membutuhkan
kasih seperti ini dalam rumah jika kita ingin menjadi orang Kristen yang
bahagia, tapi kita kelihatannya tidak bisa memberikannya. Sebaliknya kita
menunjukan kelaparan luar biasa untuk dikasihi, menuntut apa yang disebut
psikolog sebagai kebutuhan dasar hidup manusia. Kita akan mencoba setiap cara
untuk mendapat kasih yang kita butuhkan, tapi sebagian besar dari usaha kita
hanya berbalik dan makin menjauhkan kita dari mereka yang ingin kita kasihi.
Kita belajar melalui pengalaman yang pahit bahwa kita tidak bisa membuat
seseorang mengasihi kita.
Solusinya
ditemukan dalam Firman Tuhan. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu
mengasihi kita.”6 Kasih Tuhan
bagi kita membangkitkan kasih dalam hati kita. Apakah hati anda dipenuhi dengan
kepahitan, permusuhan atau perasaan tidak enak? Tuhan mengasihi anda, disamping
keberdosaan anda. Tuhan mengasihi anda! Renungkan kasihNya, nikmati kasihNya,
nyatakan kasihNya, dalami kasihNya, bersyukur padaNya atas kasihNya. Keagungan
semuanya itu membuat dosamu lebih nyata dan kejam dimatamu, tapi anda akan
mengakuinya, dan dalam kasih Dia akan mengampuni dan membersihkan anda, dan
keagungan pengampunan kasihNya akan mengherankan anda lebih lagi. Tidak lama
kemudian anda akan menyerahkan seluruh diri anda kepadaNya, membiarkan Dia mengontrol
dan memenuhi anda, membiarkan hidupNya nyata dalam hidup anda. Kemudia kasih
sejati, agape, akan mengalir melalui anda kepada mereka disekitar anda,
karena buah Roh adalah agape.7
Hasilnya selalu baru, seseorang yang tahu bagaimana mengasihi dalam tingkatan
yang tertinggi.
Motivasi
kita untuk perubahan tidak bisa untuk mengubah mereka disekitar kita, tapi itu
merupakan dampak dalam beberapa jangka waktu. Prinsip yang kita temukan dalam
Firman Tuhan adalah kasih menghasilkan kasih. Bagian yang lain mengajarkan
kebenaran yang sama. “apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya!”8 Saat kita
menabur kasih kita menuai kasih. “Berilah dan kamu akan diberi!”9 Saat kita
memberi kasih kita akan menerima kasih. Kita perlu membuka hati kita untuk
mengasihi Tuhan dan membiarkan Dia menyatakan kasihNya melalui kita kepada
pasangan dalam pernikahan. Dia akan menggunakannya untuk mengubah pernikahan
kita kedalam hubungan yang indah yang sudah direncanakanNya bagi mereka.
1 James 4:4. 2
John 21:15, 16. 3 1 John
4:8. 4
Cf. John 3:16; Romans 5:8; 1 John
3:16; 4:10. 5
Romans 5:5, TLB.
6
1 John 4:19, KJV.
7
Galatians 5:22. 8 Galatians
6:7, TLB. 9
Luke 6:38, TLB.
6. “Tapi yang terbesar dari semuanya”
Elemen
terpenting dalam keluarga Kristen yang bahagia adalah kasih, tapi kenapa banyak
orang berpikir kasih bukan bentuk tertinggi dari kasih itu. Baik eros,
suatu perasaan yang diinspirasi oleh sesuatu yang menarik dalam objeknya, atau philia,
suatu rasa persahabatan. Perasaan ini bisa menopang suatu hubungan untuk
sementara dan mungkin membawa suatu kebahagiaan dalam tingkatan tertentu, tapi
jika suatu pasangan bercita-cita mendapat sukacita yang tetap dalam penikahan
maka mereka membutuhkan agape, kasih Tuhan. Agape tidak mencari
apa yang bisa didapat, tapi mengejar apa yang bisa diberikan, dan terus memberi
bahkan walau tidak ada balasan.
Saat Roh
Kudus mengontrol hidup kita dan menyatakan agape melalui kita, jelas
elemen eros dan philia tetap ada dalam hubungan pernikahan kita.
Kita tetap menghargai ketertarikan terkasih kita dan ekspresi fisik dari
mereka. Kita mendapat kepuasan dari kebersamaan, suatu hati yang dekat, emosi
dan kehendak. Tapi kasih kita tidak lagi bergantung pada menariknya pasangan
kita, juga dari kepuasan yang kita dapatkan. Sumber kasih kita yang terus
bertumbuh adalah Tuhan sendiri. Dia menguduskan eros dan philia
dan membuat mereka berarti dan berharga. Hidup menjadi seimbang dan indah, dan
kebahagiaan dari Tuhan memerintah dalam rumah kita.
Rumah
seperti apakah yang terjadi saat suami dan istri dipenuhi oleh Roh, dan agape
dinyatakan? Jawabannya terdapat dalam 1 Korintus 13. Setiap pemunculan kata
“kasih” dalam pasal ini diterjemahkan dari kata Yunani agape. Pasal ini
mengandung penjabaran kasih daripada definisinya; itu menunjukan pada kita
bagaimana agape bertindak. Walau agape sejati berkaitan dengan
setiap objek kasih, seperti Tuhan sendiri, orang percaya lainnya, anak kita dan
dunia yang terhilang, kita akan membatasi aplikasi dalam bab ini hanya pada
hubungan suami istri.
(1) “Kasih
Mau Menderita.” Itu sabar, lambat marah, lambat
membalas, lambat tersinggung. Kasih sejati membuat kita mampu menanggung dengan
sabar dengan orang yang kita kasihi saat mereka salah, menyerang, atau
mengkritik kita. Itu lambat membela diri atau membalas. Seorang yang mengasihi
mau menjadi keset kaki, membiarkan orang yang dikasihi melangkahi dia tanpa permusuhan,
mengasihani diri, atau pernyataan sarkastik.
Sebagian
orang akan menjawab, “itu bukan kasih; itu cara yang menyakitkan. Saya pasti
hancur jika melakukannya.” Sebaliknya, itulah cara kita menunjukan pada orang
yang kita kasihi kalau kita benar mengasihi mereka; saat mereka yakin akan hal
ini, mereka akan mulai merespon seperti itu juga, karena kasih menghasilkan
kasih. Memaksakan hak kita dan menyerang balik saat mereka salah pada kita
hanya akan menambah masalah, dan itu akan menghasilkan kehancuran. Kita tidak
bisa tidak menjadi keset kaki jika situasi menuntut seperti itu.
Beberapa orang akan protes, “Tapi anda tidak kenal istri/suami anda; dia akan
terus mengambil keuntungan dari saya; melangkahi saya dan menyukainya.” Tapi
tunggu sebentar. Apakah anda meragukan Firman Tuhan yang kekal? “beri dan itu
akan diberi.” “Apa yang ditabur, itu juga yang dituai.” “Kita mengasihiNya
karena Dia lebih dahulu mengasihi kita.” Percayalah perkataan Tuhan. Terus
nyatakan kasihNya, apapun akibatnya, karena Dia menjanjikan kalau itu akan
menghasilkan kasih sejati sebagai balasan.
(2) “Kasih
Itu Baik.” Ini sisi positif dari prinsip pertama.
Kesabaran menjauhkan diri dari reaksi yang provokatif, sementara kebaikan
mencari cara yang membangun untuk melakukan hal yang baik pada mereka yang
dikasihi tidak peduli bagaimana mereka bertindak. Kebaikan adalah menunjukan
penghargaan terhadap hal-hal kecil yang kita sukai dan mengatakannya dengan
pujian yang tulus. Sebagian suami dan istri tidak bisa mengingat kapan terakhir
pasangan mereka memuji dirinya.
Kebaikan
adalah tangan yang menolong, dan itu berlaku untuk suami dan istri. Kebaikan
merupakan nada suara, sikap yang menerima atau senyuman. Sebagian suami dan
istri jarang bicara kebaikan diantara mereka. Mereka tahu cara bicara dengan
nada baik terhadap orang lain, tapi mereka sendiri saling menggeram. Coba
perhatikan kebaikan apa dalam rumah anda. Kapanpun anda bicara yang
menghasilkan tanggapan negative, tanyakan ini, “Apakah itu baik?” Jika tidak,
akui itu pada Tuhan, minta maaf pada pasangan anda, dan minta anugrah Tuhan
untuk baik. Itu bisa berdampak besar dalam penikahan anda.
(3) “Kasih
tidak Iri Hati.” Kasih tidak cemburu; ini bukan
kompetisi dengan orang yang anda kasihi, juga menyakiti saat hanya berada
diurutan kedua. Sayangnya, suami dan istri sering saling cemburu. Suami mungkin
iri terhadap talenta istri, kemampuan kepemimpinannya, kemampuannya bergaul
dengan orang lain, atau pengetahuannya terhadap Firman Tuhan. Istrinya mungkin
iri melihat waktu yang diluangkan suami dengan anak-anak, atau perhatian kepada
anak saat dia pulang kerja—setelah dia memberi diri seharian untuk merawat
mereka. Dia mungkin iri tehadap waktu yang diberikan suami dalam pekerjaan,
gereja, atau hal lain yang disukainya. Mereka berdua merasakan gelombang
kecemburuan saat ada lawan jenis yang akrab dengan pasangan mereka. Kasih Agape
tidak cemburu, dan menuntut diperhatikan sepanjang waktu.
(4) “Kasih
tidak memegahkan diri dan Sombong.” Kedua hal
itu sama artinya. Kasih itu tidak menggelembung; Tidak membesar-besarkan nilai
suatu hal. Itu tidak menganggap diri lebih hebat dari objeknya. Kesombongan
sangat halus, apakah itu sombong akan kemampuan, pendidikan yang lebih baik,
budi bahasa yang lebih baik, kerohanian yang lebih, atau banyak hal lainnya.
Itu merangkak tanpa disadari, tapi hampir selalu nyata dalam prilaku kita
terhadap pasangan, menggerogoti hubungan kita sampai hanya sedikit yang
tersisa.
Kadang
kita merasa bahwa kita telah melalukan suatu yang luar biasa. Kita ingin
dipuji, tapi pujian tidak pernah datang. Perasaan kita terluka, dan kita mulai
mengulangi apa yang telah kita lakukan untuk mendapat pujian. Ini bukan kasih,
karena kasih tidak menyombongkan diri. Mungkin kekurangan kasih yang menahan
pujian, tapi setiap kita akan bertanggung jawab pada Tuhan untuk diri
kita—bukan pasangan kita.
(5) “Kasih
Itu berlaku sopan.” Kasih tidak pernah berlaku tidak
pantas, tapi selalu berlaku sopan dan pantas. Saat kita benar-benar mengasihi,
kita berusaha melakukan hal kecil untuk menunjukan perhatian kita. Siapapun
itu. Kebanyakan istri mendapatkan suaminya jarang membuka pintu mobil atau
tindakan yang menunjukan hal yang kasih. Tidak hanya suami saja yang salah.
Sebagian istri bereaksi marah saat suami mereka membuat permintaan tidak masuk
akan dalam nada yang tidak enak. Istri lain menunjukan ketidak sopanan dengan
memotong suaminya yang sedang bicara. Kasih tidak pernah kasar.
(6) “Kasih
tidak egois.” Inilah inti kasih yang tidak egois,
tidak adanya pengutamaan kepentingan pribadi. Kasih tidak menuntut caranya
sendiri atau haknya saja. Hal pelanggaran hak mungkin salah satu masalah umum
dalam pernikahan. Semua kita percaya bahwa kita memiliki hak tertentu: hak
untuk dihargai, hak untuk melakukan sesuatu dengan cara kita, hak untuk
menikmati kenyamanan pribadi, hak untuk memenuhi kebutuhan kita. Saat pasangan
kita melanggar hak ini, kita bereaksi dalam kemarahan dan permusuhan. Tapi
kesabaran sejati menurut Alkitab adalah kemauan untuk memberikan hak itu kepada
orang yang kita kasihi. Sebenarnya, ketika kita sepenuhnya berserah kepada
Tuhan, kita dengan sukacita menyerahkan hak kita kepadaNya. Jika kita dengan
tulus memberikan semuanya pada Dia, tidak ada yang akan dilanggar. Kita hanya
menikmati hak yang Tuhan lihat sesuai dengan kehendakNya. Lihat lagi konflik
dengan orang yang anda kasihi, dan anda mungkin melihat beberapa hak anda yang
dilanggar. Saat anda mencoba menuntut hak anda, minta kasih karunia dan kuasa
Tuhan untuk menyerahkan itu padaNya. Kemudian lihat ketegangan mulai mereda
dalam hubungan pernikahan anda.
(7) “Kasih
tidak mudah marah.” Tidak terlalu sensitive. Karena itu
telah diserahkan pada yang dikasihi, tidak ada yang perlu dikesalkan. Kasih
tidak mudah marah, kuat, tidak pemarah. Orang yang terlalu sensitive merupakan
pasangan yang buruk; mereka butuh dipimpin Roh Tuhan untuk memberikan mereka
kemenangan dalam hal ini jika mereka berharap menemukan kebahagiaan dalam
pernikahan.
(8) “Kasih
tidak memikirkan hal yang jahat.” Kasih
tidak terus melihat kesalahan yang dilakukan objek kasih itu. Kasih juga tidak
membesarkan kesalahan manusia. Kasih mengampuni dan melupakan; tidak mendendam
atau menghitung ! apakah anda pernah melihat kebelakang kehidupan pernikahan
anda dan menghitung kesalahan yang diperbuat kepada anda? Kita cenderung
melakukan ini saat kita ingin berdebat. Tapi itu bukan kasih. Apakah anda
pernah membiarkan pikiran anda terus berpikir tentang kesalahan dan kekurangan
pasangan anda sampai anda merasa terbalaskan? Kita rawan akan hal ini setelang
terjadi perdebatan yang panas. Tapi ini juga bukan kasih. “Jangan pikir hal
yang buruk” juga menghilangkan kritik yang terus menerus dan ketidak setujuan
yang sering ditujukan pada pasangannya. Itu memerlukan disiplin yang dimampukan
oleh Roh untuk menghentikan kebiasaan yang buruk ini jika anda sudah jatuh
kedalamnya, tapi anda tidak akan meneruskannya jika anda benar-benar kasih.
Sebagai permulaan yang baik anda bisa menuliskan daftar hal yang baik dari
pasangan anda. Bacakan itu setiap kali anda dicobai untuk mencari kesalahan.
Tuhan bisa menggunakan itu untuk mengubah prilaku anda secara dramatis.
(9) “Kasih
tidak senang dengan ketidakadilan, tapi bersukacita dalam kebenaran.”
Pernyataan ini mengarah pada kepuasan jahat yang kita rasakan saat seseorang
yang melukai kita tertangkap melakukan sesuatu yang salah. “Dia pantas
mendapatkan hal itu” merupakan reaksi kita yang tidak berperasaan. Pernyataan
itu juga bisa pada terjadi pada saat kita menyombongkan kelemahan pasangan kita
untuk membenarkan diri. Sebagai contoh, kita mungkin meninggikan diri terhadap
kesalahan yang dilakukan pasangan kita. Kita menekankan hal itu dengan, “lihat;
kamu juga tidak sempurna!” Kasih tidak bersukacita saat kesalahan dibuat, tapi
saat kebenaran dan hal dilakukan.
(10)
“Kasih menanggung semua hal.” Kata
“menanggung” diterjemahkan secara literal “menutupi, melewati dalam diam,
menjaga tetap rahasia.” Kasih tidak mengumumkan kesalahan seseorang, tidak
merendahkan orang yang dikasihi dengan menunjukan kelemahan dan kegagalan
dihadapan orang lain. Walaupun hal ini merupakan olahraga diluar ruangan yang
disukai beberapa pasangan, itu bukan kasih. Kasih menjaga hal ini tetap
rahasia.
(11)
‘“Kasih percaya semua hal.” Ini tidak berarti
kasih itu mudah ditipu, tapi tidak curiga, meragukan dan salah percaya. Kasih
sejati menghilangkan hal ketiga: “dimana kamu? Apa yang kamu perbuat? Dengan
siapa kamu? Kenapa tidak pulang lebih cepat?” beberapa wanita protes saat
mereka mendengar kasih percaya semua hal. “Tapi dia sudah sering berbohong;
Saya tidak bisa percaya lagi.” Mungkin anda tidak bisa percaya dia, tapi anda
bisa percaya Tuhan akan menggunakan kasih anda dan kepercayaan anda untuk
mengubah hidupnya. Kasih terus percaya.
(12)
“Kasih mengharapkan semua hal.” Kasih
tidak membesarkan masalah untuk membenarkan penghentian. Kasih tidak pernah
menyerah berharap, tidak pernah putus asa. Kasih tetap berjalan.
(13)
“Kasih sabar terhadap semua hal.” Konsepnya
adalah tahan menderita suatu penyerangan. Kasih bertahan terhadap setiap badai
penderitaan atau penganiayaan. Kasih menerima setiap pukulan dan tetap kembali
untuk berjuang—dengan sukacita!
(14)
“Kasih tidak pernah gagal.” Kasih tidak pernah
hancur, tidak pernah berhenti. Selama Roh Tuhan mengatur kehidupan kita Dia
terus menghasilkan kasih dan kita terus menyatakan hal itu! Jika kita berhenti,
kita tahu kalau Roh Tuhan tidak lagi mengatur, karena kasih Tuhan tidak pernah
berakhir.
Saya
berharap anda bisa mendengar bagaimana Karena menggambarkan bagaimana Firman
Tuhan bekerja dalam hidupnya. Suaminya, Bruce, telah bertumbuh dalam gereja dan
mengakui Kristus sebagai Juruselamat, tapi dia tidak pernah menunjukan
kenyataan rohani itu dalam tindakannya. Setelah Karen dan Bruce menikah hal
berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Bruce mulai mabuk berat, keluar
sepanjang malam, membuang uang mereka, dan tidak memperlakukan Karen dan
anaknya dengan baik. Setelah hal ini berlangsung lama. Sahabat Karena memohon
agar dia meninggalkan Bruce untuk kepentingan anak dan kesehatan mental dan
fisiknya. Bagaimanapun, dia menolak, karena dia yakin Tuhan akan mengubah
suaminya. Dia menyerahkan haknya untuk menikmati suami yang kasih dan
pengertian, dan minta Tuhan memenuhi dia dengan kasih dan kebaikan yang lebih
besar kebalikan dari kekejaman yang dia alami. Dia tetap percaya dan berharap. Setelah
beberapa tahun kemudia saat saya duduk dalam ruang tamu mereka dan mendengar cerita
mereka. Bruce sekarang seorang suami, ayah dan pemimpin rohani yang bisa
diandalkan dalam rumah dan digereja. “Apa yang membuat perubahan ini?” saya
bertanya. “Ada beberapa factor,” dia menjawab. “Tuhan menggunakan setia
penginjil yang datang untuk menyelesaikan keputusan ini. Tapi pengaruh terbesar
adalah Karen—keinginannya untuk tetap bersama saya dan menanggung semua
penderitaan yang saya buat terhadapnya. Saya tahu dia benar-benar engasihi
saya. Kasih yang membuat saya sadar.”
Rasul
Paulus menyimpulkan kotbahnya tentang kasih dengan 3 sifat orang Kristen—iman,
pengharapan, dan kasih. Seharusnya tidak mengagetkan kalau pernyataan
terakhirnya adalah, “tapi yang terbesar dari semua itu adalah kasih.”1 Inilah agape—inilah
kasih Tuhan—merupakan hal terbesar dalam dunia. Ini bisa mengubah rumah kita
dan membuat semua yang kita impikan jadi kenyataan. Tapi itu semua tergantung
pada kita—pada kemauan kita mengijinkan
Roh Tuhan menghasilkan kasih ini dalam hati dan kehidupan kita.
Ini Suatu Misteri Besar
P
|
ria dan
wanita berbeda! Anda mungkin melihat hal ini sudah kenyataan, tapi perbedaannya
sangat penting untuk dipikirkan, karena trend masa kita adalah mengurangi
perbedaan, memperbesar kesamaan, dan menyalahgunakan arti kesetaraan. Kita
mendengan kalau wanita bisa melakukan apapun yang pria lakukan, dan beberapa
wanita berjuang mendapatkan pekerjaan pria untuk membuktikan hal itu. Gaya
berpakaian cenderung mengaburkan perbedaan antara kedua jenis ini. Urutan
otoritas Alkitab dalam keluarga diejek oleh sosiolog modern. Pasangan modern
ingin kata “taat” dikeluarkan dalam upacara pernikahan karena bagi mereka itu mengurangi
status mereka menjadi seperti budak.
Tuhan
membuat pria dan wanita untuk berbeda. “Pria dan wanita diciptakanNya.”1 “Permulaan Tuhan menciptakan pria dan
wanita.”2 Pria dan wanita bicara hal yang berbeda,
berjalan dengan cara berbeda, berpikir beda, dan bahkan makan yang berbeda!
Mereka dimotivasi oleh nilai yang berbeda dan dipengaruhi oleh emosi yang
berbeda. Mereka berbeda dalam setiap sel tubuh mereka.
Walau ada
beberapa perbedaan antara wanita dan pria, termasuk pengecualian semua
penyamarataan, kita bisa melihat perbedaan penting. Secara umum, pria secara
fisik lebih kuat dari wanita. Mereka lebih logis dari wanita, karena wanita
kelihatannya lebih mengandalkan intuisi dan emosi. Pria umumnya lebih objektif,
wanita lebih subjektif. Pria sering lebih realistic, wanita idealistic. Banyak
pria bisa meyakinkan diri sendiri, sementara wanita sering perlu diyakinkan. Pria
kelihatannya lebih kuat dalam pemikiran, sementara wanita lebih bisa
terpengaruh orang lain. Disaat yang sama, wanita umumnya lebih simpatik dari
pria. Mereka lebih tertarik terhadap orang, sementara pria terhadap benda.
Dalam bab berikut kita akan membahas beberapa perbedaan dan kebutuhan khusus
yang diperlukan. Kita akan melihat bagaimana perintah spesifik Tuhan bagi suami
dan istri untuk menolong pasangannya memenuhi kebutuhan khususnya. Untuk saat
ini, kita akan belajar kenapa Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan
perbedaan seperti itu.
Rasul
Paulus membahas alasannya dalam suratnya kepada jemaat Efesus. Jika ada hal
yang ingin dimengerti pasangan tentang pernikahan, itu adalah hubungan suami
istri dibandingkan dengan hubungan Kristus dan gerejaNya. Dia mengulangi hal
itu 3 kali dalam ayat berturut-turut.3
Kemudian, setelah bicara pria bersatu dengan istrinya, dia membuat pernyataan
luar biasa: “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan
Kristus dan jemaat.”4 Hubungan pernikahan dibuat oleh Tuhan
untuk menjadi ilustrasi hidup akan hubungan Kristus dan gerejaNya. Walau
pernikahan dibuat dalam taman Eden lama sebelum gereja dimulai, persatuan itu
menyatakan bahwa Tuhan suatu hari akan membentuk gereja dan menjadikannya
pengantin AnakNya. Ini suatu misteri besar, kebenaran ilahi yang tersembunyi
selama berabad-abad tapi sekarang dinyatakan dengan jelas. Pernikahan merupakan
pernyataan luar biasa, dengan jelas menggambarkan hubungan antara Kristus dan
gereja.
Dalam
drama pernikahan pemainnya adalah suami dan istri. Semua memiliki peran yang
harus dinyatakan. Suami menggambarkan Kristus dan istri mewakili gereja. Tidak
ada yang lebih jelas dari Alkitab:
“karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah
yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus,
demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah
isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan
diri-Nya baginya”5
Setiap
pemain harus secara unik beradaptasi dengan perannya. Satu alasan yang sangat
penting bahwa Tuhan membuat pria dan wanita tidak sama adalah bahwa pria
menggambarkan Kristus dan wanita menggambarkan gereja sebagai pelajaran.
Seperti
ada urutan otoritas dalam hubungan Kristus-gereja, demikian juga ada urutan
otoritas dalam hubungan suami-istri. Satu yang paling diperdebatkan adalah
konsep Alkitab bahwa “… suami adalah kepala istri, seperti Kristus adalah
kepala gereja.”6 Ini pengajaran
Alkitab tentang kepemimpinan. Jika dengan benar dimengerti dan dilakukan, ini
bukan suatu yang tidak enak tapi suatu syukur dan kehormatan. Karena pengajaran
ini merupakan bagian dari Firman Tuhan yang tidak mungkin salah, maka tidak ada
pernikahan harmonis yang sempurna diluar dari aplikasi ini, Kemudia apa itu
kepemimpinan?
Mungkin
kita harus memutuskan apa yang bukan. Kepemimpinan bukan superioritas. Dalam
Alkitab tidak ada yang menunjukan bahwa pria superior dari wanita. Sebenarnya,
dengan jelas dinyatakan bahwa pria dan wanita sejajar dimata Tuhan. “tidak ada
laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus
Yesus.”7 Dua menjadi
“satu daging” juga menunjukan kesetaraan. Tuhan menciptakan pria dan wanita
untuk diperlakukan setara—bukan lebih rendah. Pria yang merendahkan wanita
mungkin melakukan itu untuk meyakinkan kepriaan mereka. Jika mereka yakin bahwa
pria superior dari wanita, maka mereka merasa superior terhadap istri tidak
peduli betapa lemah atau tidak bertanggung jawabnya mereka itu!
Kepemimpinan
juga tidak terdiri dari dominasi atau kediktaktoran. Pengajaran kepemimpinan
tidak menghancurkan kepribadian atau kehendak istri, atau menguranginya menjadi
seperti budak. Sebenarnya hal ini berlawanan. Yesus Kristus merupakan contoh
utama tentang hal ini, sebagai kepala gereja Dia melayaninya.8
Dalam kapasitas ini Kristus melayani gereja—suatu fakta yang para suami perlu
pikirkan! Beberapa pria memiliki pemikiran yang salah tentang arti kepemimpinan
“Saya bos dan kamu lakukan apapun yang saya suka. Sekarang ambilkan sandal
saya.”
Pria lain
memiliki pemikiran lucu bahwa kepala termasuk hak menggertak. Mereka digertak
oleh bos saat kerja, jadi mereka pulang dan menggertak istri dan anak untuk
membuktikan kejantanannya.
Tapi
brutalitas bukan kejantanan. Sebaliknya itu menunjukan kelemahan. Manusia yang
duduk diatas kelemahan seseorang daripada dirinya menunjukan ketidakpastian
tentang kekuatan dia yang sebenarnya. Jika dia mendorong istrinya, menyeret
istrinya, atau memukulnya, dia menunjukan ketidakpastian, tidak dewasa, dan
tidak kompeten sebagai seorang suami. Perlakuan seperti itu membuat istri masuk
kerehabilitasi mental. Pria yang berpikir dia bisa mengatur istrinya seperti
budak, menipu istrinya disetiap hak istimewa yang Tuhan ingin istrinya miliki.
Disisi
positif, kepala merupakan kepemimpinan kasih.
Ada
kebutuhan umum untuk kepemimpinan dalam setiap pengalaman manusia. Kita punya
itu melalui pemerintahan—setempat, Negara bagian, dan federal. Mentri,
gubernur, dan presiden tidak superior terhadap kita, tapi sebagai pemimpin yang
kita pilih mereka didelegasikan posisi otoritas. Kita memiliki otoritas dalam
sekolah, pekerjaan, dan gereja kita.9
Kita memerlukan itu dalam keluarga. Alkitab menyatakan, “Tetapi aku mau, supaya
kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus,
kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.”10 Mungkin
teladan terbesar tentang hal ini adalah Bapa Head over Anak. Kristus setara
dengan BapaNya sejak kekekalan, tapi Dia tunduk pada otoritas Bapa. Seperti
Bapa kepala Anak dan Anak kepala manusia, juga pria kepala wanita dalam
hubungan pernikahan.
Para
wanita mungkin bertanya, “kenapa harus begitu?” Jawabannya sederhana—untuk
menunjukan tunduknya gereja kepada kepemimpinan Yesus Kristus. “Tapi kenapa
harus wanita yang harus tunduk?” Karena cara Tuhan menciptakannya. Disatu sisi,
wanita secara fisik lemah.11
Lemah bergantung pada yang kuat, dan yang kuat memimpin yang lemah. Itu kata
Tuhan pada Hawa diawal hidupnya, “Dia[Adam] akan berkuasa atasmu.”12 Dia jadi
kepala, diberikan otoritas.
Natur yang
diberikan Tuhan pada wanita adalah untuk dipimpin, bergantung. Dia tidak akan
benar-benar bahagia dengan peran lain. Beberapa wanita, karena keegoisan dan
tidak dewasa, mencoba mendominasi suaminya—tapi mereka tidak bahagia dengan hal
itu. Semakin dewasa wanita itu, semakin sadar kalau dia melemahkan pria yang
dia nikahi, semakin dia membenci dirinya karena itu. Keinginan istri
mengkritik, mengejek, merendahkan, atau memanipulasi suami sering tidak
terkontrol, tapi Kristus bisa menolongnya untuk mengontrol semua itu. Dia tidak
akan betul-betul bahagia kecuali membiarkan Kristus mengubahnya. Tuhan membuat
wanita untuk bergantung pada suami; jika dia mengabaikan itu, dialah yang
menderita.
Sayangnya,
beberapa pria menjauh dari peran kepemimpinan mereka. Otoritas mendatangkan
tanggung jawab, tuntutan, keputusan, tekanan, dan waktu yang lebih banyak.
Mereka sudah mendapat hal ini dipekerjaan dan tidak ingin diganggu dengan semua
ini dalam rumah.
Karena
mereka lebih tertarik dengan kenyamanan diri daripada tanggung jawab Alkitab
mereka, mereka memaksa istri memaikan peran pemimpin—dengan hasil yang kacau
balau. Situasi ini berlawanan dengan nature wanita dan pria yang diberikan
Tuhan. Ini mendatangkan perselisihan, frustrasi, tidak puas, permusuhan, dan
pertengkaran. Para pria, ambil kendali! Jadilah pemimpin dalam rumahmu. Ambil
inisiatif dalam membuat keputusan, melatih anak, dan membangun ibadah keluarga.
Tidak ada pria yang mengabaikan tanggung jawab ini bisa menjadi pemimpin
gereja.13 Suatu pagi
saya bertanya pada 51 wanita dalam kelas Alkitab apa yang paling mereka
butuhkan dari suaminya. Para wanita itu menjawab, “Saya perlu kepemimpinan dan
tanggung jawabnya. Saya harus membuat keputusan yang seharusnya dia yang
melakukan itu, dan saya tidak suka pakai celana.” Banyak wanita lain menjawab
mirip seperti itu. Mereka prihatin terhadap kepemimpinan rohani suami mereka.
Beberapa suami Kristen menolak memimpin doa dalam rumah mereka. Berlawanan
dengan apa yang dilakukan dan dikatakan para istri, mereka tidak ingin
mendominasi suami mereka. Mereka ingin dipimpin dengan kasih. Inilah peran yang
diberikan. Tuhan dalam drama perkawinan. Bagaimana kepemimpinan inidiimplementasikan
dalam rumah Kristen.?
Saya
percaya mirip dengan kepemimpinan yang dilakukan dalam menjalankan organisasi.
Tidak ada perusahaan yang berhasil bisa berfungsi baik dengan 2 kepala. Jika
ada presiden dan wakil presiden, maka umumnya presiden merupakan pemimpinnya.
Wakil presiden mungkin lebih pintar dari bosnya, tapi presiden menjalankan
otoritas yang lebih besar. Statusnya bukan sebagai diktaktor, tapi menjalankan
otoritas. Pengaturan bisa bejalan baik jika ada saling percaya, jika mereka
melihat adanya kesetaraan, jika saling membagi dari kemampuan masing-masing,
sumber, dan pengalaman, dan jika mereka membuat aturan dan keputusan secara
bersama, dan semua menjalankannya. Dibelakang semua itu, ada kenyataan bahwa
hanya satu dari mereka yang merupakan pemimpin. Dalam penilaian akhir dialah
yang bertanggung jawab atas semua yang dilakukan. Inilah yang harus dikerjakan
dalam pernikahan Kristen. Ini bisa digambarkan sebagai demokrasi dengan
kepemimpinan pria. Setiap pasangan harus saling memperhatikan, dan untuk
kebaikan pernikahan. Harus ada sharing dalam pembuatan keputusan dan
menyelesaikan masalah. Karena setiap pasangan menunjukan kasih tulus, maka
masalah yang tidak bisa diselesaikan sangat jarang. Tapi dalam kasus yang
jarangpun, Tuhan berkata bahwa suami harus memimpin dengan kasih dan istri
dengan kasih mengikuti. Inilah blueprint Tuhan bagi keluarga Kristen. Ini jauh
dari pandangan yang merendahkan wanita. Ini juga jauh dari pandangan modern
tentang kesamaan yang membebaskan wanita dari tanggung jawab keluarga, dapur,
dan anak-anak dan membebaskan mereka dari otoritas suami. Seorang wanita
menemukan kesetaraan dan kebebasan sejati saat dia melakukan peran yang
diberikan Tuhan sebagai penolong, bergantung pada pria yang sudah Tuhan berikan
dan tunduk padanya. Dia akan membalas dengan kasih, melindungi, dan memenuhi
kebutuhannya. Tuhan merencanakan peran pria dan wanita untuk menunjukan
hubungan antara Kristus dan gereja. Dia minta agar kita memuliakan Dia dengan
menerima peran kita
dengan sukarela dan menjalankannya dengan setia.
Apa yang Harus Diketahui Setiap Pria
Ada buku
yang berjudul What Men Know About Women.
S
|
emua halamannya
kosong! Kita sering mendengar pria yang frustrasi berkata, “Saya tidak bisa
mengerti wanita.” Tapi Rasul Petrus berkata, “hai suami-suami, hiduplah
bijaksana dengan isterimu.”1
Ini sangat paradoks. Tuhan menyuruh pria untuk hidup bijaksana dengan
istrinya—suatu pengertian akan nature dasar dan kebutuhan mereka—tapi sebagian
besar pria sangat sedikit tahu tentang wanita. Bisakah ini menjadi alasan
kenapa banyak pernikahan yang salah?
Jika Tuhan
berkata bahwa pria harus hidup bijaksana dengan istrinya, maka jelas mereka
bisa tahu sesuatu tentang mereka, pendapat popular sekalipun! Hal pertama yang
perlu mereka ketahui dinyatakan dalam ayat yang baru kita kutip: “Hormati
istrimu, karena mereka kaum yang lebih lemah.” Wanita adalah kaum yang lebih
lemah. Itu tidak berarti wanita secara mental, moral, atau rohani lebih rendah,
tapi secara fisik dia lebih lemah. Dia mungkin kurang terpengaruh akan penyakit
dan mungkin memiliki jangka hidup yang lebih lama dari pria, tapi kenyataan
tetap wanita lebih lemah secara fisik. Tuhan menciptakannya seperti itu dengan
tujuan agar yang lemah bergantung pada yang lebih kuat.
Karena
istri secara fisik lemah, dia bergantung pada suaminya untuk perlindungan dan
penyediaan. Tugasnya adalah menyediakan makanan, pakaian, dan perlindungan,
sementara istri dibuat Tuhan untuk mengandung anak dan menyediakan mereka
dengan kasih dan perawatan yang dibutuhkan. Bagaimanapun, peralatan yang
diberikan Tuhan untuk menjalankan peran itu menyebabkan kelemahannya—emosinya.
Seorang wanita kadang bergumul dengan perubahan mood yang tiba-tiba dan tidak
bisa dijelaskan. Ini disebabkan oleh kimia hormone yang merupakan bagian
darinya. Emosi yang seperti itu membuat dia bergantung pada pria yang diberikan
Tuhan. Itu menekankan perkataan Tuhan pada Hawa: “engkau akan berahi kepada
suamimu.”2 Dia mencarinya dengan suatu keinginan
pemenuhan kebutuhan dasarnya. Dia diciptakan untuk dia, dan hidupnya berpusat
padanya. Tuhan ingin para suami untuk “hidup bijaksana dengan istri,” kemudian
sesuai dengan itu, “hormati istri, sebagai kaum yang lebih lemah.” Tuhan yang
menciptakan kebutuhan emosi dalam wanita ini bertujuan agar dipenuhi oleh
suami.
Sebagian
dari anda mungkin bertanya, “Bagaimana dengan wanita yang tidak memiliki suami?
Siapa yang akan memenuhi kebutuhan mereka?” Tuhan akan memberikan karunia
lajang kepada wanita yang Dia inginkan tetap single. Lebih jauh, kebutuhan
wanita bisa dipenuhi oleh Tuhan sendiri. Sebenarnya setiap wanita Kristen,
menikah atau lajang, butuh menjaga hubungan pribadi dengan Kristus.
Bagaimanapun, hal ini tidak menjadi alasan bagi suami dalam tanggung jawabnya
terhadap istri. Cara Tuhan yang umum untuk memberikan keamanan dan kepuasan
bagi wanita adalah melalui suaminya.
Bagaimana
suami melakukan itu? Bagaimana setiap pria bisa memuaskan kebutuhan dasar
wanita? Ini mungkin terdengar terlalu menyederhanakan, tapi beberapa huruf bisa
menjadi jawaban lengkap dari masalah kompleks ini. Tanggung jawab utama suami
dalam pernikahan Kristen adalah mengasihi istrinya. “Hai suami,
kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya baginya.”3
“Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri:
Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.”4
“kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri.”5
“Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.”6 Semua ayat ini
membutuhkan agape, merupakan kasih tertinggi untuk terus memberi saat
tidak ada balasan dan hanya untuk kebaikan orang yang dikasihi dengan
pengorbanan pribadi.
Ayat ini
memberikan pengertian baru dari pengajaran yang salah terhadap kepemimpinan
pria. Kepemimpinan bukan pengajaran kejantanan yang dengan cerdik dibuat untuk
menyombongkan ego suami. Kepemimpinan meliputi tugas suami untuk membangun
suasana kasih dimana kebutuhan dasar istri bisa dipenuhi—Suatu lingkungan
dimana istri bisa dengan bebas bertumbuh dan mengembangkan semua yang Tuhan
harapkan. Ketaatannya adalah respon sukarela terhadap kepemimpinan kasih suami.
Kata
kuncinya adalah respon. Wanita adalah responder. Ini peran seseorang
yang bergantung pada orang lain. Bunga bergantung pada sinar matahari dan
hujan; saat mereka mendapatkannya, mereka berespon dengan mengembang dengan
indah. Inilah juga cara Tuhan membuat wanita. Dia berespon terhadap apa yang
diterimanya. Jika dia menerima kritik, kekasaran, tidak peduli, kurang
dihargai, atau kurang dikasihi, dia akan berespon dengan membela diri, seperti kepahitan,
dingin, perlawanan atau ngomel. Sebagian wanita menjadi peminum atau
membenamkan diri dalam kegiatan sosial.
Tapi jika
wanita menerima kasih, dia akan berespon dengan kasih, dan akan mengembang
dengan indah menjadi mahluk terindah. Saat pria menyatakan istrinya tidak
mengasihinya lagi, dia menyatakan bahwa dia tidak mengasihi istrinya seperti
seharusnya. Jika dia mengasihi istrinya, maka istrinya berespon dengan kasih
juga. Seorang pria mendapatkan apa yang diberikan pada istri. Dia tidak bisa memaksa
istri untuk mengasihi dia, tapi dia bisa menunjukan kasih pada istri dan
menikmati respon kasih istrinya. Maka dari itu, tanggung jawab pernikahan yang
berhasil terutama diletakan pada suami. Dia yang melakukan langkah
pertama—yaitu mengasihi istrinya dengan kasih Kristus.
“Jika saja
dia berhenti ngomel, saya bisa lebih mengasihinya.” Jika itu yang anda katakan,
maka lakukan sebaliknya! Suami harus berinisiatif. Kasih marupakan prilaku
mental yang diterima melalui tindakan kehendak manusia dari sumber segala
kasih, Tuhan sendiri. Ini tidak bergantung pada kelayakan atau tindakan objek,
tapi pada kasih Tuhan yang tidak berkesudahan dan tidak berubah. Seorang istri
bisa menjadi manis atau masam; rumah bisa menjadi bersih atau kotor; makanan
bisa jadi enak atau buruk; tapi semua itu seharusnya tidak mempengaruhi kasih
suami. Dia mengasihi istrinya “seperti Kristus mengasihi gereja.” Kita
mengetahui bahwa kasih Kristus bagi gereja tidak berasal dari hal indah yang
dilihatNya dalam kita, tapi melalui nature kasihNya. Sekarang DIa menyediakan
kasih yang sama bagi setiap suami Kristen yang ingin pernikahannya berjalan.
“Para
suami, kasihi istrimu seperti Kristus mengasihi gereja, dan memberikan
diriNya.” Calvary, dimana Kristus mengorbankan DiriNya, merupakan pernyataan
kasih terbesar dalam sejarah manusia. Pengorbanan diri merupakan inti kasih.
Sekarang Tuhan meminta setiap suami Kristen melakukan pengorbanan yang sama.
Hal yang sangat penting diingat—kasih memberi. Itu meliputi memberikan hal
materi yang dibutuhkan istri saat keuangan mengijinkan, dan mungkin memberikan
pemberian kecil dan berkata, “Aku perduli. Aku memikirkanmu saat kita
terpisah.” Itu tidak menghabiskan banyak uang, tapi meyakinkan istri tentang
kasih suaminya.
Kasih juga
meliputi pertolongan. Kadang suami mengembangkan pemikiran aneh bahwa rumahnya
merupakan istana dan dia adalah rajanya. Tugas istrinya adalah menyediakan
kenyamanannya dan melindungi dia dari semua situasi yang tidak nyaman. Dia
duduk dengan agung dimeja makan, tenggelam dalam kursi, dan menghibur diri
dengan suratkabar dan televise sementara istrinya membersihkan dapur, mengatur
rumah, menolong pekerjaan rumah anak-anak, dan menidurkan mereka. Setiap
pelanggaran akan waktu menjadi raja akan diberi protes. Sebagian besar pekerjaan
istri itu berat, mungkin lebih berat dari suami mereka, dan tidak ada suami
terlalu tinggi untuk menolong pekerjaan rumah dan anak-anak. Jika istri
merupakan kaum yang lebih lemah, maka menyuci piring, menyapu lantai, mengawasi
anak, membersihkan jendela, atau hal kecil lainnya merupakan cara lain
mengatakan, “Aku cinta kamu.”
Kasih yang
berkorban meliputi pemberian waktu. Sebagian suami terlalu sibuk dengan hal
lain, membetulkan alat, atau memberikan malam dengan istrinya. Dengan itu
mereka berkata, “Engkau tidak cukup berharga untuk pengorbanan pribadi,” dan
ini menyebarkan rumput liar dibunga yang indah. Tapi saat istri mulai layu dan
merefleksikan prilaku yang sama terhadap suami, dia biasanya mengeluhkan hal
itu. Masalah ini bisa diselesaikan saat suami mulai menunjukan kasih Kristus.
Kasih bisa
meliputi pemberian sesuatu. Sering seorang suami memiliki hobi yang tidak
disukai istri. Biasanya kompromi bisa dibuat: istri bisa mengembangkan hobi
tersendiri, suami bisa membatasi diri terhadap sesuatu, atau mereka
merencanakan kegiatan khusus bersama. Tapi jika semua percobaan untuk
menyelesaikan konflik gagal, maka Tuhan bertujuan agar istri mengetahui bahwa
dia mendapat tempat penting dalam hidup suaminya, dan disamping Tuhan suaminya
adalah diatas semua hal. Itu tidak memberikan istri hak untuk menuntut agar
suaminya memberikan sesuatu untuk “membuktikan kasihnya,” tapi meletakan diatas
setiap suami Kristen kebutuhan untuk meyakinkan istrinya kalau dia mengasihinya
diatas semua hal.
Kasih
seperti Kristus meliputi meyakinkan kembali dan pemberian semangat. Sebagian
pria menolak mengatakan pada istri kalau mereka mengasihinya. “Saya sudah
mengatakan itu saat menikahinya, dan dia mengetahui hal itu benar.” Ya, tapi wanita
perlu diyakinkan kembali. Seluruh hidupnya dibungkus oleh keamanan kasih
suaminya, dan Tuhan ingin dia diyakinkan dalam setiap cara yang memungkinkan. Dia
butuh mengetahui kalau suami mempedulikannya—bahwa suami menghargai hal yang
dia lakukan untuk menyenangkannya, seperti menjaga rumah dan memasak makanan.
Dia perlu tahu bahwa suami pulang karena dia ada disana—bukan hanya makanan dan
tempat tidur!
Salah satu
keluhat istri adalah suami mereka menganggap itu biasa saja, memperlakukan
mereka seperti pembantu. Inilah apa yang wanita katakan apa yang paling
dibutuhkan dari suaminya: “Saya butuh rasa dibutuhkan, bahwa apa yang saya
lakukan bagi dia dan anak kita penting baginya. Kemudian, saya ingin dihargai
akan apa yang saya lakukan.” Sebagian besar istri berusaha keras untuk
menyenangkan, dan mereka butuh untuk mengetahui kalau suami mereka menyetujui
dan menghargai usaha mereka.
Dari semua
hal yang Tuhan ingin suami beri pada istrinya, seperti yang Kristus
berikan—Kehadirannya. “Oh, saya mau mati demi melindungi istri,” protes
seseorang. Memberikan diri mungkin tidak menuntut mati bagi istri kita, tapi
jelas menuntut kehadiran diri, dan itu hal yang tidak ingin dilakukan suami.
Mereka mengeluarkan istri dari kehidupan mereka. Mereka pikir kerja keras dan
menyediakan materi berlimpah akan membuat istri bahagia. Dan saat mereka
bekerja untuk kaya, istri mereka dirumah dengan hati yang sakit, ingin membagi
hidup dengan suami seperti maksud Tuhan, memberi penghargaan, dan kasih Tuhan
ingin mereka dapatkan, menginginkan tuntutan pengertian simpatik.
Seorang
wanita menulis, “Suami saya perlu memberi tahu saya bahwa dia sadar akan
masalah saya dan mengertinya. Saya perlu merasakan bahwa kita bekerja bersama
untuk tujuan yang sama.” Satu kata yang sering muncul saat istri membahas apa
yang mereka butuh dari suaminya adalah pengertian. Sebanyak apapun materi tidak
bisa menggantikan suami yang mendengar istri dengan perhatian yang tidak
terbagi saat dia membukan hatinya, yang mencoba mengerti perasaannya yang
paling rumit, dan membiarkan istrinya tahu kalau dia mengasihinya selama saat
yang paling tidak logis itu sekalipun.
Itu butuh
pengorbanan. Itu menuntut pengorbanan total. Itulah yang dilakukan Kristus saat
kasihNya membawa Dia keKalvari. Jika anda tidak ingin membayar hal itu, maka
anda membuat kesalahan fatal ketika anda membuat janji pada seorang wanita
untuk mengasihinya sampai kematian. Tuhan berkata dia merupakan bagian darimu.
Anda satu daging.7 Dia butuh
diperlakukan sama seperti anda memperlakukan tubuh anda. “Demikian juga suami
harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi
isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya
sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap
jemaat.”8 Kata menjaga
berarti mengusahakan tetap hangat, tapi juga berarti penuh kasih, perhatian,
perawatan yang diberikan perawat terlatih pada anaknya sendiri.9 Sebagian
pria seperti anak kecil; mereka ingin istri mereka menyuapinya saat lapar dan
menenangkan mereka saat mereka terluka, seperti ibu mereka lakukan. Menurut
Alkitab, itu lebih dekat pada peran suami terhadap istri, daripada peran istri
terhadap suami.
Sebagian
pria sangat menjaga tubuh mereka. Mereka mendapat makanan yang banyak,
istirahat cukup, pakaian yang sesuai, istirahat dari rutinitas, hiburan yang
menyenangkan, waktu untuk diri sendiri, dan beberapa kepuasan dalam hidup. Tapi
apakah mereka juga ingin melihat itu dalam diri istri mereka? Seharusnya
begitu, menurut Firman Tuhan, karena istri merupakan bagian dari mereka.
Pemeliharaan suami bagi istri, juga merupakan pemeliharaan diri, karena mereka
adalaha satu.
Itulah apa
yang dikatakan Petrus dalam ayat diawal bab ini: “Demikian juga kamu, hai
suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah!
Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan,
supaya doamu jangan terhalang.”10
Saat seorang pria mengambil wanita sebagai istrinya, dia menjadikannya bagian
dari dirinya; dia tidak bisa mengeluarkan wanita itu dari hidupnya. Saat dia
menolak mentaati Firman Tuhan tentang hal ini, roh kepahitan dan permusuhan
masuk kedalam pernikahan mereka, kuasa rohani hilang dan doa yang efektif
terhalang. Kerohanian yang tumpul bisa dilacak dari hal ini. Itulah saatnya
bagi kita untuk kembali mentaati Firman Tuhan!
Disatu
kesempatan seorang suami Kristen menceritakan masalah istrinya—suatu
kegelisahan umum, cepat mengeluh dan kesal terhadap hal kecil, dan suatu
terganggu dan tidak masuk akal. Dia mencoba mengembangkan diri dibeberapa sisi
untuk membuat dia bahagia, tapi tidak pernah cukup. Satu hati dia marah,
“wanita itu pasti bisa menemukan sesuatu yang salah dengan sorga!”
Kami
membahas ketidak dewasaannya dan ketidakamananny, yang sepertinya berasal dari
latar belakang keluarga. Tapi satu hari saya mengusulkan agar semua masalahnya
mungkin tidak dari orangtuanya. Mungkin muncul dari kebutuhan yang diberikan
Tuhan padanya untuk diyakinkan kembali akan kasih suaminya. Saya minta dia
melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk membuat istrinya merasa lebih aman
dalam kasihnya. Dia menerima tantangan saya dan dengan pertolongan Tuhan mulai
terlihat perubahan.
Dia mulai
menunjukan kasih yang lebih pada istrinya, memeluknya saat berpapasan dirumah
dan mengatakan kalau dia mengasihinya, walau dia tidak cenderung menyatakan hal
itu. Dia memberi waktu berdua tanpa anak mereka, mendengarkan perkataannya dan
membuat komentar yang simpatik. (Dia menemukan bahwa waktu terbaik untuk bicara
adalah saat istri membersihkan dapur—anak-anak tidak ada saat itu!) Dia
menolongnya saat mereka bicara. Saat dia mengalami hari buruk dan bisa marah
terhadap hal kecil, dia minta Tuhan untuk menjaga agar dia tetap tenang dan
menolong dia meyakinkan istri akan kasihnya disaat itu, daripada marah dan
membela diri, seperti yang dilakukan sebelumnya. Perubahan mulai terjadi. Pernikahan
mereka tidak sempurna seperti tulisan ini, tapi seorang wanita yang kehilangan
sesuatu yang sangat penting dalam masa kecil mulai menemukan dalam suaminya
kasih yang Tuhan ingin dia miliki, dan dalam suasana kasih dia bertumbuh
menjadi pribadi yang indah seperti kehendak Tuhan.
Biarlah
saya menambahkan beberapa kata untuk para istri. Biarlah Roh Tuhan yang ada
dalam diri memotivasi suami anda dalam hal ini. Jangan mencoba melakukan tugas
dari Tuhan untuk dia. Jika anda mencoba membentuk suami anda, hasilnya kurang
dari harapan anda. Bahkan itu bukan tempat anda untuk mengingatkan dia akan
tanggung jawabnya. Sebaliknya, serahkan dia pada Tuhan, diakan, dan menjadi
pribadi yang Tuhan kehendaki.
Apa yang Harus
Diketahui Setiap Istri
T
|
anggung
jawab utama suami dalam keluarga Kristen adalah mengasihi istrinya. Ini
dinyatakan beberapa kali dalam Alkitab. Dalam satu bagian Alkitab, istri
diperintahkan untuk mengasihi suaminya.1
Walau acuan ini menunjukan bahwa mereka diharapkan menciptakan suasana kasih
dalam rumah, tanggung jawab utama mereka dinyatakan dalam ayat berikut, dimana
mereka dinasihati untuk taat pada suami mereka.2
Ketaatan meliputi tunduk dan subordination. Kata yang digunakan untuk tanggung
jawab istri tidak kurang dari 6 kali dalam PB.3
Kita telah
membahas kepemimpinan dan urutan otoritas dari Tuhan dalam rumah, tapi sekarang
kita ini mengaplikasikan itu pada istri, karena taat merupakan tugas utamanya.
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.”4
Para wanita, ketaatan pada suami merupakan ketaatan pada Tuhan, karena Tuhan
memerintahkan anda melakukan itu! Jika anda tidak bisa menemukan itu untuk taat
pada suami, lakukan untuk Tuhan. Tuhan mengasihi anda dengan kasih yang
sempurna. Responi kasihNya dengan tunduk pada suamimu.
“Karena
itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada
suami dalam segala sesuatu.”5
Ketiga kata “dalam segala sesuatu” bukankah terlalu luas? Ketaatan tidak hanya
dipraktekan saat anda ingin melakukan itu, atau saat anda dengan sepenuh hati
setuju dengan suami anda, atau saat dia memperlakukan anda dengan kasih
Kristus, tapi dalam segala sesuatu! Alkitab tidak membatasi ketaatanmu atas
kasihnya, demikian juga dengan ketaatanmu. Anda harus bertanggung jawab pada
Tuhan atas tindakan anda, dan tidak ada alasan untuk ketidaktaatan atas
FirmanNya yang diterima.
“Tapi
suami saya tidak pernah mempertimbangkan perasaan saya. Saya harus
mempertahankan hak saya.” Bukankah mempertengkarkan Firman dan hikmat Tuhan
yang Maha Tahu? Apakah anda berpikir Dia tidak tahu tentang keadaanmu saat Dia
menulis FirmanNya? Dia berkata bahwa anda harus tunduk pada suami dalam segala
hal. Dia pasti tahu ini yang terbaik bagi anda, atau Dia tidak pernah meminta
anda melakukannya. Serahkan diri anda kepadaNya; katakan padaNya bahwa anda
ingin menjadi pasangan yang taat. Ketaatan pada perintahnya sangat memuliakan
Tuhan.
“Tapi
suami saya seperti ubur-ubur. Dia bisa membuat Charlie Brown seperti Rock of
Gibraltar. Bagaimana saya bisa tunduk dan bergantung padanya?” Coba! Coba
tunduk padanya seperti pada Tuhan dalam segala hal. Taat pada Firman dan
percayakan akibatnya pada Tuhan! Hormati penilaian suami anda saat dia harus
membuat keputusan. Nyatakan kepercayaan pada kemampuannya daripada
melangkahinya, mengejek dan merendahkannya atau membandingkan dia dengan pria
lain. Katakan padanya bahwa anda pikir dia yang terbaik, dan anda bersyukur
pada Tuhan untuk memberikan dia dalam memimpin. Lihatlha Tuhan menggunakan
prilaku anda itu untuk membuat dia jadi pria, pria yang sesuai kehendak Tuhan.
Seperti yang
sudah Tuhan rencanakan bahwa kasih suami untuk memenuhi kebutuhan istri, juga
dia merencanakan ketaatan istri untuk memenuhi kebutuhan suami. Walau nature
seorang wanita adalah bergantung, seorang pria merasakan dorongan untuk
memimpin. Tidak masalah apa yang dia katakan atau lakukan, dia marah terhadap
setiap taktik yang digunakan istri untuk mendominasi atau memanipulasinya.
Lebih jauh, seorang pemimpin harus memiliki respek dan diakui, dan itulah
maksud Tuhan untuk disediakan oleh istri. “isteri hendaklah menghormati
suaminya.”6 Tuhan membuat
suami untuk memimpin; istri harus membiarkan dia memimpin, memperlakukannya
seperti seorang pemimpin diperlakukan.
Mencari
penghasilan bukan hal mudah dalam dunia kita yang penuh persaingan. Suami harus
menghadapi frustrasi, putus asa, dan kemunduran. Sebagian orang mengambil
keuntungan darinya, menipunya, dan memperlakukan dia dengan tidak adil. Orang
lain mengkritiknya atau mencelanya. Dia perlu seseorang untuk menguatkan dia,
menghargai dia, percaya padanya, dan menghormatinya—dan itulah alasan Tuhan
memberikan dia istri! Dia mampu menanggung lebih banyak kesulitan dalam dunia
kerja jika dia tahu ada seorang istri dirumah yang mengaggumi dia, percaya, dan
mendukungnya, apapun yang terjadi. Jika dia mendapat perlakuan yang sama
dirumah seperti ditempat kerja, dia cenderung untuk melarikan diri dan membawa
ketidak bahagiaan. Tapi pemikiran adanya pasangan yang mengaggumi dan
menguatkan dia akan mendekatkan dia kerumah seperti magnet.
Beberapa
mungkin berpikir, “Masalah ketaatan ini bisa terjadi jika suami anda seorang
Kristen, tapi saya tidak.” Pesan utama Alkitab tentang pembahasan ini ada dalam
1 Peter 3. Ini ditulis untuk semua istri, tapi ada perintah khusus bagi mereka
dengan suami yang belum selamat: “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri,
tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat
kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan
isterinya.”7 Pemunculan
kedua dari kata dalam ayat ini tidak memiliki sesuatu mendahuluinya dalam teks
Yunani. Itu tidak menunjuk pada Firman Tuhan, seperti yang pertama, tapi setiap
perkataan, seperti omelan! Ini merupakan penyingkapan yang luar biasa. Tuhan
berkata bahwa ketaatan istri merupakan kunci memenangkan suami yang belum
percaya kepada Kristus. Dia tidak harus terus menyuruh kegereja. Dia tidak
berkotbah pada suaminya. Dia tidak membacakan Alkitab padanya. Dia hanya
diminta untuk tunduk pada suaminya—dengan sukarela, sukacita, dan penuh kasih.
Tuhan menggunakan prilakunya, untuk memenangkan suaminya bagi Kristus.
Setelah
saya membagikan konsep ini dalam kelas Alkitab pagi, saya memperhatikan satu
orang wanita menghilang untuk beberapa minggu kemudian. Melalui bertanya, saya
mengetahui bahwa suaminya kesal dengan aktifitas Kristennya yang terlalu
banyak, yang sebenarnya ingin dia ada dirumah dan melakukan tugas rumah
tangganya. Setelah mendengar apa yang diajarkan Alkitab tentang hal ini, dia
memutuskan untuk tunduk padanya walau mengorbankan aktifitas kerohaniannya yang
disukainya. Tidak lama kemudian suaminya yang tidak terlalu tertarik tentang
Tuhan, percaya Kristus sebagai Juruselamatnya dan mulai pergi gereja dengan
istrinya untuk mendengar Firman Tuhan. Suaminya juga mengijinkannya kembali
kekelas Alkitab. Akibat dari tunduk kepada kehendak Tuhan selalu menguntungkan
kita!
“Tapi
bagaimana jiwa suami meminta saya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
Firman Tuhan?” Ini satu-satunya pengecualian yang bisa saya temukan terhadap
kata “dalam segala sesuatu” Ephesians 5:24. Petrus yang memerintahkan istri
Kristen untuk tunduk pada suami yang belum percaya. Petrus juga yang
memerintahkan untuk mentaati hukum pemerintahan.8
Saat Petrus ditegur karena memberitakan Kristus, dia menjawab, “Kita harus
mentaati Tuhan daripada manusia!”9
Pemikiran
yang sama dengan surat Paulus pada jemaat Kolose. “Hai isteri-isteri, tunduklah
kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.”10
Maksud dasar disini adalah istri harus tunduk pada suami karena inilah yang
seharusnya bagi wanita yang mengenal Tuhan. Tapi kata itu juga bisa berarti
bahwa ketaatan hanya pada wilayah yang dikehendaki Tuhan. Jika ketaatan pada
suami merupakan ketaatan pada Tuhan seperti dinyatakan Ephesians 5:22, maka itu
diatur oleh otoritas Firman Tuhan. Sebagai contoh, jika seorang suami meminta
istri Kristennya untuk ikut serta dalam pesta yang tidak baik, dia harus
menolak, karena aktifitas ini jelas berlawanan dengan kehendak Tuhan. Ketaatan
terhadap hal yang tidak terhormat akan menyebabkan suami yang belum selamat
memandang rendah istrinya yang Kristen, dan menjauhkan dia dari Kristus.
Bagaimana
dengan pergi kegereja? Alkitab memerintahkan orang percaya untuk berkumpul
bersama,11 tapi tidak
dikatakan berapa sering. Seorang istri Kristen mungkin memiliki keinginan
kegereja yang tepat kapanpun pintu dibuka, tapi karena dia tunduk pada
suaminya, dia hanya kegereja saat dia mengijinkannya, tunduk dengan sukarela
kepadanya saat suaminya tidak memberikan hak istimewa itu. Dia menyatakan pada
suami bahwa dia ingin menyenangkannya. Kemudian dia akan menemukan kekuatan
untun menopang prilakunya melalui hubungan pribadi dengan Kristus. Dia akan
memberikan hikmat untuk setiap situasi baru yang muncul.12
Dilihat
dari Firman Tuhan, ketaatan bukan perbudakan yang harus dilakukan istri. Itu
bukan kehilangan kepribadian dan individualitas. Ketaatan sejati merupakan
suatu kreatifitas dan tantangan seorang wanita dalam menyenangkan suaminya
bahwa dia menghormati, mengaggumi, dan bergantung padanya. Itu membutuhkan
kematian semua kesombongan dan penghancuran semua motivasi yang egois. Itu berarti
bahwa istri menjadi lebih tertarik terhadap kebutuhan suami daripada dirinya.
Itu berarti dia berhenti bertanya, “berapa jauh saya bisa tunduk pada suami.”
Sebaliknya mulai bertanya, “berapa jauh saya bisa terus tanpa tidak mentaati
Tuhanku?” Ini mungkin membutuhkan perubahan total prilaku istri terhadap
suaminya, tapi Tuhan akan menolongnya jika dia memintaNya. Doanya akan, “Tuhan,
berikan aku keinginan sederhana dan tidak egois untuk dipimpin suami saya saat
saya dipimpin oleh Mu, dan kemudian membawa kemuliaan bagi namaMu.”
Sekarang
lihat beberapa hal yang Tuhan ingin setiap istri Kristen tahu, apakah suaminya
seorang percaya atau tidak. “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu
dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan
pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang
tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah
lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”13
Dari kata Yunani diterjemahkan “keindahan diluar” kita mendapat kata
“cosmetic,” menandakan suatu yang indah. Firman Tuhan mengatakan wanita Kristen
bagaiamana jadi cantik. Jika mereka mengikuti nasihat ini, mereka akan
menyelamatkan diri dari biaya besar! Petrus berkata bahwa kecantikan tidak
hanya dari luar, seperti gaya rambut, perhiasan, dan baju, tapi dari hati. Dia
tidak mengatakan bahwa seorang wanita Kristen harus kotor atau tidak
memperhatikan penampilan, tapi menyatakan bahwa keindahan sejati adalah sesuatu
yang lebih dalam dari kulit atau perawatan kulit!
Para
wanita perlu memperlajari hal ini. Sebagian mungkin berpikir Tuhan memberikan
suami untuk membelikan mereka semua yang hati mereka inginkan. Mereka mendorong
suami mereka untuk menghasilkan lebih banyak uang agar mereka bisa membeli
pakaian dan perhiasan dan merapikan rambut mereka lebih sering, dan
mengaggumkan orang dengan kecantikan dan status social mereka! Mereka
menggunakan suami mereka untuk memuaskan kesombongan dan keinginan akan materi.
Seorang wanita seperti ini biasanya menghancurkan suaminya atau membawa suami
pada orang lain yang mengasihi dirinya sebagaimana adanya.
Sesuatu
yang tidak pernah usang adalah “…roh yang lemah lembut dan tenteram, yang
sangat berharga di mata Allah.” “Lemah lembut” artinya penuh kasih, pengertian,
mau menyerahkan hak pribadi. “tentram” berarti tenang, damai, tidak terganggu.
Suatu roh yang lemah lembut dan tentram merupakan suatu yang berharga dimata
Tuhan, suatu nilai yang tinggi. Tapi jika percakapan saya dengan para suami
Kristen menunjukan daya tarik ini tidak ada diantara wanita pada umumnya—bahkan
wanita Kristen.
Kita
sering mendapatkan omelan, keluhan, komplain, dan kemuraman—bukan daya tarik
wanita Kristen! “Tapi” protes beberapa orang, “anda mengatakan diawal bab bahwa
fisik kita yang menyebabkan kita secara emosi lemah dan murung.” Benar, tapi
semua kemurungan bisa dihasilkan kimia. Sebenarnya, itu berasal dari penolakan
dalam hidup seseorang untuk turun tahta dan membiarkan Yesus yang mengatur.
Penolakan seperti ini adalah dosa. Pemarah merupakan keluhan yang paling sering
diantara suami dan istri, dan biasanya dari gangguan kesenangan, kenyamanan
salah satu pasangan terhadap lainnya. Pemarah merupakan nature dosa untuk memaksakan
cara sendiri. Natur dosa perlu diturunkan dan dikalahkan!
Fakta ini
tidak memberikan suami hak untuk tidak kasih atau tidak baik saat istri dalam
mood yang buruk. Dia tetap memerlukan kata-kata simpati dan pengertian daripada
kemarahan seperti “berhenti berkelakuan kekanak-kanakan.” Tapi istri juga tidak
bisa menyalahkan sifat buruknya pada suami. Dia harus menerima tanggung jawab
itu secara pribadi dihadapan Tuhan. Dia harus menyebut itu sebagaiaman
seharusnya—dosa. Kemudian dia harus mengakui itu pada Tuhan dan meminta kuasa
dan anugrah untuk mengatasinya. Tuhan Yesus Kristus akan menghasilkan didalam
dirinya kasih karuniaNya dan kebaikan.
Harus
diakui hidup seorang wanita bisa sulit. Beban mengurus rumah dan mengurus anak
bisa menjadi rutinitas yang monoton. Dia terus melakukannya, tapi tidak merasa
berkontribusi sesuatu yang penting bagi hidup. Pengurungan terus menerus dalam
tembok dan celoteh anak kecil bisa mengganggunya. Tapi jika dia mengijinkan
prilaku itu berkepanjangan, akan membawa kemurungan atas rumah tangga, dan
setiap orang akan menderita. Suasana gembira dalam rumah sangat bergantung pada
istri. Jika dia menerima tanggung jawabnya untuk menciptakan suasana yang baik
dan menyerahkan dirinya pada Roh yang ada dalam diri, Dia akan menghasilkan
dari dirinya BuahNya; hidup akan menjadi tantangan yang menarik daripada
pekerjaan yang mengesalkan. Kadang wanita terlibat dengan begitu banyak
kegiatan luar sehingga mereka kehilangan prioritas Alkitabnya. Tanggung jawab
utama mereka adalah membuat suami dan rumah mereka bahagia—dan ini perlu
pemikiran serius, perencanaan yang seksama, dan perhatian yagn tidak egois.
Hasilnya akan berkelimpahan, dan kepuasan pribadi akan sesuai dengan usaha.
Raja
Lemuel menggambarkan seorang wanita luar biasa dalam pasal terakhir kitab
Amsal. Ini sangat baik untuk dibaca setiap istri Kristen. Dia seorang wanita
yang bertalenta. Sebenarnya dia bisa menolong dalam pendapatan.14 Istri tidak
salah mengejar karir jika itu tidak menggangu tanggung jawab keluarga. Menilai
dari semua yang dia lakukan bagi keluarganya, wanita ideal Proverbs 31
merupakan seorang wanita yang rajin, disiplin mengatur waktunya dengan baik.
Tidak ada yang begitu mengganggunya. Dia bangun kalau masih malam dan
menyiapkan makan pagi buat keluarganya.15
Satu perkataan yang lebih penting dari yang lainnya dalam bagian ini adalah
prilakunya: “Dia senang bekerja dengan tangannya.”16
Arti literalnya “dengan sukacita.” Kesenangan dan kepuasan terdalamnya
ditemukan dalam membuat keluarganya bahagia. Anda lihat, Tuhan tidak hanya
tertarik pada apa yang kita lakukan, tapi juga bagaimana kita melakukannya.
Prilaku kita penting bagiNya. Saat seorang istri Kristen berseru pada Kristus,
dia mampu menerima peran yang diberikan Tuhan dengan sukacita, dan hati
suaminya akan berseru “Amin” saat dia membaca kalimat, “Siapa mendapat isteri,
mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN!”17
Perkataan
peringatan harus diberikan kepada para suami. Sangat mudah bicara tentang
kesalahan pasangan kita daripada mencari kasih karunia Tuhan untuk memperbaik
kekurangan kita. Bab ini tidak ditulis untuk para suami untuk menyalahkan istri
mereka. Ini ditulis agar Roh Kudus bisa mencerahkan istri Kristen tentang tugas
mereka. Marilah setiap kita menguji hidup kita sendiri dalam terang Firman; Roh
Kudus akan melakukan karyaNya dalam pasangan anda dengan caraNya!
1 Titus 2:4. 2
Titus 2:5, KJV. 3 Ephesians
5:22, 24; Colossians 3:18, Titus 2:5, 1 Peter 3:1, 5. 4 Ephesians
5:22, TLB. 5
Ephesians 5:24, TLB. 6
Ephesians 5:33, TLB. 7
1 Peter 3:1, KJV.
8
1 Peter 2:13, TLB.
9
Acts 5:29, TLB. 10 Colossians
3:18, KJV. 11
Hebrews 10:25. 12 James 1:5. 13
1 Peter 3:3, 4, TLB. 14
Proverbs 31:16. 15 Proverbs
31:15. 16
Proverbs 31:13, KJV. 17
Proverbs 18:22, TLB.
Bicara Kebenaran dalam Kasih
S
|
atu masalah
umum dalam pernikahan adalah kurangnya komunikasi. Situasi ini merupakan bagian
dari masyarakat, karena banyak anak dibesarkan dirumah dimana komunikasi
membangun jarang terjadi. Kebersamaan keluarga diturunkan kepada hanya menonton
tv bersama; siapapun yang berani berkata apapun disuruh diam karena orang lain
ingin mendengar! Trend bagi setiap anggota keluarga adalah memiliki TV sendiri,
jadi dia bisa menonton apa yang diinginkan tanpa gangguan atau interupsi. Semua
komunikasi keluarga dihancurkan.
Faktor
lain yang berkontribusi pada absennya komunikasi keluarga adalah kecenderungan
kita untuk membatasi anak menyatakan perasaan mereka yang sebenarnya. Kita
biasanya melihat lebih penting bertindak dan bicara dalam prilaku yang secara
umum diterima daripada menyatakan pemikiran kita yang sebenarnya. Maka dari
itu, setelah seorang anak melakukan sesuatu yang memalukan kita bisa mendengan
ibunya berkata, “Junior, jangan pernah bilang itu lagi! Apa kata orang nanti?”
Kita memang harus mempertimbangkan perasaan orang lain, tapi perhatian kita
tentang pendapat orang lain mendorong Junior menyimpan pemikiran dan perasaan
terdalamnya, dan menghindari sakitnya salah mengerti dan ditolak. Dia belajar
menahan komunikasi.
Setelah
dia masuk kedunia sekolah yang kompetitif, dan kedunia kerja. Sedikit orang
yang peduli terhadap pikiran dan perasaannya; kinerjanya yang dihitung. Dia
diterima oleh atasannya selama dia melakukan sesuai kualitas standar dan
prosedur pekerjaan. Keamanan kerjanya terancam jika orang bisa melihat dan
menemukan apa yang dipikirkannya. Jadi dia belajar menutupi apa yang ada
disana, menunjukan gambaran diri yang mengesankan orang, yang menutupi
kelemahan dan kesalahannya. Dibalik semua itu dia merasa seperti kartu
computer. Dia ingin diterima sebagaimana dia ada, tapi tidak ada yang mau
melakukannya, karena tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya.
Kemudian
hal yang tidak terduga terjadi—dia tertarik pada lawan jenis. Dia mulai
terbuka, membagikan perasaan terdalamnya. Pasangan itu juga melakukan hal yang
sama, dan itu menjadi pengalaman yang mendebarkan. Setidaknya mereka menemukan
seseorang yang benar-benar mengerti, yang menerima siapa dirinya sebenarnya.
Mereka menemukan banyak kesamaan, kalau mereka “dibuat untuk dirinya.” Saat
pastor yang akan menikahkan mereka bertanya apakah mereka bisa berkomunikasi,
mereka dengan yakin menyatakan bahwa itu salah satu asset mereka yang terbesar.
Saat
pernikahan berjalan, mereka semakin sedikit bicara. Apa yang dulunya mereka
pikir suatu saling pengertian menjadi awal pernyelidikan mereka terhadap
misteri kepribadian masing-masing. Tapi sekarang hal baru sudah berlalu. Saat
tekanan rutinitas pernikahan menumpuk, komunikasi menjadi pengalaman tidak
menyenangkan. Ketegangan meningkat, salah pengertian muncul, perkataan yang
tidak baik diucapkan, dan perasaan terluka. Kesadaran ini menjadi tak bisa
ditanggung. Makin banyak menyatakan pendapatnya makin tidak enak suasananya,
sampai mereka kembali kekeadaan sebelumnya, menutupi pemikiran terdalam mereka.
Daripada bertumbuh dalam pengetahuan dan saling pengertian, dengan kesatuan
yang direncanakan Tuhan bagi mereka, mereka semakin hanyut menjauh.
Jadi
keluhan datang: “Dia tidak pernah bicara padaku lagi.” “Dia tidak mau
memberitahukan apapun tentang pekerjaannya.” “Aku tidak tahu apa yang
dipikirkannya.” “Dia tidak mau berhenti bicara untuk mendengarkan aku.” Mereka
terus begitu. Apakah anda tahu bahwa Alkitab bicara banyak tentang masalah
komunikasi?
Pertama,
Alkitab menjelaskan kenapa kita membiarkan komunikasi hancur. Setiap kita
memiliki nature dosa. Disamping kelemahan dan kerapuhan, itu sangan korup dan
egois. “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya
sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”1
Sangat memalukan membukan hati kita yang licik, jadi kita memakai topeng yang
bisa dihormati daripada menyatakan nature kita yang sebenarnay. Yesus berkata
bahwa manusia lebih memilih kegelapan daripada terang karena keinginan mereka
jahat.2 Kita lebih ingin menyimpan perasaan dan
motif terdalam kita dalam kegelapan hati kita, daripada diterangi agar semua
bisa melihat! Karena hati kita cenderung meluap kemulut,3
kita sering menjaga mulut kita. Kita menghindari terlalu dekat dengan
seseorang, sehingga bisa membuka kelemahan kita, dan orang bisa melihat kita
yang sebenarnya!
Ini tidak
mengusulkan agar kita mengatakan semua dosa masa lalu pada pasangan kita.
Mungkin itu yang Tuhan ingin kita lakukan; tapi itu juga bisa menjadi hal kejam
yang pernah kita lakukan padanya. Kita seharusnya tidak mengudara saat hati
kita dipenuhi dengan nafsu, sombong, kebencian, dan iri hati atau keraguan dan
kekhawatiran.
Hal
terbesar yang bisa terjadi bagi beberapa perkawinan adalah suami yang luar
biasa atau istri yang lebih suci dari anda turun dari tahta pembenaran diri dan
mengakui kelemahan dan kebutuhannya. Kerendahan hati seperti itu bisa
menghilangkan permusuhan, mengobarkan kembali kasih yang melemah, dan membangun
kembali komunikasi yang putus. Berpura-pura menjadi seorang yang bukan diri
kita adalah munafik, dan tidak ada kelompok yang lebih dicela Tuhan daripada
orang munafik.4
Sekali
lagi, saya tidak mengusulkan agar kita membeberkan semua yang ada dalam pikiran
kita. Itu bisa menyerang orang lain, dan Tuhan tidak dipermuliakan dalam hal
ini. “Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau
orang Yunani, maupun Jemaat Allah.”5
Langkah pertama mengijinkan Kristus mengubah hidup kita adalah mengakui bahwa
kita seperti yang sebenarnya, sehingga kita perlu diubah. Ada beberapa situasi
dalam hidup menjadi lebih sengsara daripada menikahi pribadi yang kaku dan puas
pada diri, seorang yang berpikir pendapatnya tidak bisa salah dan tindakannya
sempurna.
Salah satu
situasi konseling yang paling menyulitkan yang pernah saya hadapi melibatkan
pribadi semacam itu. Fred menderita kekurangan pendengaran yang akut dan dia
tidak pernah sepenuhnya menerima atau belajar hidup dengan hal itu. Itu
membuatnya tidak toleran dan tidak masuk akal terhadap istri dan anaknya. Apa
yang dikatakan adalah hukum; tidak pernah bisa dipertanyakan atau diragukan.
Dia membuat keputusan tergesa-gesa tanpa mengetahui semua fakta dan tidak
bertoleransi pada semua permintaan. Dia tidak bisa salah dimatanya, dan tidak
mau disalahkan atas apapun. Duapuluh lima tahun kekerasan kepala ini
berlangsung sama sekali menjauhkan dia dari anak dan membuat istrinya menjadi
orang paling pahit yang pernah saya temui. Satu-satunya komunikasi yang terjadi
diantara mereka adalah teriakan dan bentakan, sebagian saya dengar selama
kunjungan kerumah mereka.
Dalam sesi
pribadi saya dengan cerdik menjelaskan pada Fred bahwa beberapa konflik dalam
hidupnya telah meningkat melalui prilaku pribadinya. Dia bangkit dari kursi dan
melangkah dengan gelisah. “Itu mungkin saja,” akhirnya dia berkata, “tapi saya
tidak pernah berpikir dengan cara itu.” Tindakan berikutnya menunjukan bahwa
dia telah memutuskan untuk tidak pernah memikirkan dengancara itu lagi. Suatu
pengakuan sebagian penyalahan bisa meluluhkan permusuhan yang sudah
bertahun-tahun terbangun, dan memulai proses penyembuhan yang sangat
dibutuhkan. Tapi kesombongannya tidak membiarkan dia turun. Dia memilih menutup
pernikahannya daripada mengakui kesalahan apapun. Komunikasi yang berarti
terputus dari sumbernya.
Alkitab
menunjukan satu lagi alasan kita menolak komunikasi: kita takut akan reaksi
pasangan kita. Sebagian orang langsung hancur saat mereka diberitahu tentang
kelemahan mereka. Mereka bisa jadi gunung berapi, tangisan yang memancar, atau
menjadi diam dalam waktu yang lama. Sekali kita belajar apa yang menyebabkan
respon pasangan kita, kita takut menghasilkan situasi ini lagi. Kita tidak
melihat arti dari hal ini, jadi kita menarik diri dalam keheningan dan
melindungi diri. Dikali berikut saat ditanya kenapa pasangan kita tidak bicara
pada kita, mari kita tanya diri kita bagaimana kita bereaksi diwaktu lalu! Kita
mungkin menemukan kesalahan ada pada kita.
Pengajaran
Alkitab untuk membetulkan krisis komunikasi ini adalah, “Segala kepahitan,
kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu,
demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap
yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam
Kristus telah mengampuni kamu.”6
Saat pasangan anda membuka hatinya dan anda ingin membalas dengan kutukan,
berdoa sebelum membuka mulut anda! “Tuhan, jauhkan aku dari kemarahan; jauhkan
aku dari mengatakan hal yang tidak baik. Tolong aku mendengar dengan baik dan
simpatik bagi pasangan saya, mencoba mengerti perasaannya, melihat hal ini dari
sudut pandangnya.” Kemudian komunikasikan dengan baik dan berarti, tidak dengan
semburan emosi.
Buat
aturan dengan tidak menaikan suara anda. Suara yang keras tidak menyenangkan,
dan beberapa orang menikmati hal ini. Suara keras, pahit, marah, sarkasme hanya
membawa pasangan kita semakin masuk didalam cangkangnya. Dengarkan Raja Salomo:
“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas
membangkitkan marah.”7
Hafalkan ayat ini. “lembut” tidak hanya pada volume suara, tapi juga pada
tingkatan empati. Perkataan yang lembut seperti menuangkan air dingin keatas
bara. Perkataan kasar hanya menambah api. Bagaimana anda seharusnya bereaksi
saat pasangan anda membuka hatinya? Dengan kebaikan, ketenangan, kasih dan
lembut. Itu membuat jalur komunikasi tetap terbuka.
Halangan
lain adalah ketakutan kalau pasangan kita menggunakan informasi itu untuk
melawan kita dikemudian hari. Saat perbedaan pendapat muncul, sebagian orang
suka mengungkit kelemahan, kegagalan, dan kesalahan lalu. Kita tidak bisa
mengharapkan pasangan kita membagikan beban jiwa mereka jika tahu mereka akan
mendengar hal ini bulan depan atau tahun depan. Seorang yang mengungkit masalah
yang sudah lalu lebih ingin memenangkan argument daripada membangun hubungan
pribadi yang intim dengan pasangan mereka.
Perkataan
“hendaklah kamu saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah
mengampuni kamu”8 juga tepat
terhadap masalah ini. Sebagian orang protes, “tapi saya telah mengampuni. Hanya
saja saya tidak bisa melupakannya.” Bagaimana Tuhan mengampuni? “Aku akan
mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”9 “sejauh
timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.”10 Jika
pasangan kita bisa percaya kalau kita tidak akan menggunakan rahasia ini
sebagai senjata melawan mereka, mereka akan lebih terbuka pada kita. Hanya ada
satu cara untuk mendapatkan kepercayaan: dengan meminta Tuhan menolong kita
mengampuni dan melupakan. Dia tidak menghilangkan ingatan itu dari otak kita,
tapi mengambil luka darinya, dan menghilangkan setiap alasan untuk disebutkan
kembali!
Suatu
pernikahan yang bahagia hanya bisa terjadi saat setiap pasangan tahu bagaimana
perasaan pasangannya tentang situasi yang mereka hadapi. Empati seperti ini
membutuhkan jalur komunikasi yang terbuka. Kita sering mengembangkan pemikiran
bahwa alternative terbaik daripada pertengkaran adalah diam. Kita merasa menang
jika kita berdiam sementara pasangan kita membentak-bentak. Tapi diam yang
seperti ini membelikan kita tiket ke rumah sakit dengan berbagai macam penyakit
karena stress, dan lebih membuat pasangan kita marah. Ada alternative lain
daripada pertengkaran. Itu dengan berbagi dalam kasih apa yang ada dalam hati
kita! Alkitab tidak hanya menyatakan halangan komunikasi, tapi jalan untuk bisa
berkomunikasi! Satu kalimat pendek dalam Ephesians 4:15 menunjukan kunci
komunikasi efektif dalam rumah: “berpegang kepada kebenaran di dalam kasih.”
Prinsip
pertama adalah jujur: “bicara jujur.” Hubungan
pernikahan yang memuaskan meliputi keterbukaan tentang ketakutan, keinginan,
motivasi, seks, uang, kelemahan, kemarahan, dan salah pengertian. Banyak
masalah perkawinan bisa diselesaikan jika suami dan istri jujur dengan pasangannya.
Apakah anda punya masalah yang anda simpat dari pasangan anda agar dia tidak
khawatir? Jika demikian, anda menutup hidup anda dari dia dengan menunjukan
bahwa dia secara emosi tidak cukup kuat untuk menolong anda menyelesaikan
masalah anda. Itu merupakan penghinaan yang membuat anda semakin jauh.
Apakah
anda memiliki kebutuhan yang bisa dipenuhi pasangan anda, tapi tidak
dinyatakan? Anda mungkin terlalu sombong atau malu untuk mengakuinya, jadi anda
mencoba menjadi martir dan menyimpannya untuk diri anda. Maka ketegangan dan
dendam didalam akan terbangun sampai memerlukan konseling dari professional.
Ini harga yang harus dibayar ketidak jujuran.
Prinsip
kedua dari komunikasi efektif adalah kasih, “bicara dengan kasih.”
Kebenaran kadang bisa kejam. Itulah alasan Tuhan mengatakan itu harus dikatakan
dalam kasih. Ini meliputi memikirkan orang lain. Hal kejam dikatakan atas nama
kejujuran saat alasan sebenarnya adalah untuk keluar dari penyesalan rasa
bersalah. Tujuan dalam pernikahan adalah keterbukaan penuh dan keintiman jiwa
dan roh. Ini, tidak terjadi dalam semalam. Itu kadang membutuhkan
bertahun-tahun agar terjadi, dan sebagian pasangan tidak pernah sampai kesitu.
Tapi Tuhan ingin kita tetap bertumbuh, setiap hari menyatakan sedikit jiwanya
dalam kasih dan santun.
Kasih juga
menolong kita memilih waktu yang tepat untuk membagikan berita buruk atau
menyatakan beberapa hal yang sulit. “Perkataan yang diucapkan tepat pada
waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”11
“alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!”12
Kedua ayat ini menunjuk pada perkataan yang diucapkan pada saat yang tepat.
Biasanya bijak untuk menunggu setelah selesai makan untuk membahas hal yang
tidak enak atau controversial. Kadang baik untuk menunggu sampai pagi, terutama
jika pasangan kita mendapat hari yang sulit.
Jika
masalah yang ingin kita bahas menyangkut beberapa kesalahan pasangan kita,
kasih akan membuat kita bicara pada Tuhan lebih dahulu. Dia mungkin menunjukan
bahwa masalah sebenarnya ada dalam kita—sesuatu yang harus lebih dulu kita
selesaikan. Kemudian, jika Tuhan memberikan kita kebebasan untuk menyatakan
itu, kasih akan menolong kita untuk menandainya dengan kata-kata penghargaan
dan pujian lebih dulu, dan menyatakannya dengan membangun dan secara positif.
Kita akan memberi semangat daripada melukai pasangan kita. “Perkataan yang
menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi
tulang-tulang.”13
Kita tidak
bisa mulai bicara tentang kesalahan seseorang tanpa memperhatikan nasihat
Paulus: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran,
maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh
lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena
pencobaan.”14 Sangat mudah
terlihat hebat saat membicarakan kelemahan orang lain. Itu membuat kita lebih
suci dari mereka! Tapi Tuhan berkata bahwa kita harus mendekati orang dengan
lemah lembut, karena kita juga sama dengan mereka. Lemah lembut yang sejati
merupakan buah Roh yang mengontrol dalam hidup kita; maka dari itu kita tidak
bisa dengan baik membahas kesalahan pasangan kita tanpa diri dipenuhi Roh. Saat
dia yang mengatur, kita akan terdengar tidak kasar, juga tidak menunjukan kalau
kita tidak bersalah..
Kasih juga
menjauhkan kita dari menggunakan generalisasi seperti “selalu” atau “tidak
pernah.” “Kamu tidak pernah mendengarkan aku.” “Kamu selalu memotong aku.”
Generalisasi seperti itu jarang benar. Kasih juga menolong kita untuk tidak
bertengkar didepan orang lain, terutama anak-anak, dan bicara kelemahan
pasangan kita pada orang lain. “kasih menutupi banyak sekali dosa.”15
Kasih
menolong kita belajar untuk berhenti bicara. Solomon berkata bahwa ada waktu
bicara dan ada waktu untuk diam.16
Tidak banyak bicara merupakan komunikasi yang berarti. Pasangan kita mungkin
ingin menyatakan jiwa dan berbagi sesuatu yang sangat penting dengan kita jika
kita berhenti bicara cukup lama untuk membiarkan mereka. Kasih juga menjaga
kita dari memaksa pasangan untuk berbagi apa yang tidak ingin dibagikan saat
itu. Kasih selalu mempertimbangkan orang lain. Itu merupakan obat rohani yang
cukup kuat untuk menyembuhkan hampir semua sakit komunikasi dalam keluarga
Kristen, “Bicara kebenaran dalam kasih.”
Komunikasi
adalah cara kita belajar mengenal dan mengerti pasangan kita. Tuhan, sudah
mengerti pasangan kita; Dia menciptakan kita. Mari kita minta Dia untuk membuka
jalur komunikasi antar pribadi dan memberi kita pengertian yang dimilikiNya,
sehingga hubungan pernikahan kita bertumbuh setiap hari.
1 Jeremiah
17:9, TLB. 2
John 3:19. 3 Matthew
12:34. 4
Cf. Matthew 23. 5 1
Corinthians 10:32, KJV. 6 Ephesians
4:31, 32, TLB. 7
Proverbs 15:1, TLB. 8
Ephesians 4:32, TLB. 9
Jeremiah 31:34, TLB. 10
Psalm 103:12, TLB.
11
Proverbs 25:11, TLB. 12
Proverbs 15:23, TLB. 13
Proverbs 16:24, TLB. 14
Galatians 6:1, TLB. 15
1 Peter 4:8, KJV.
16
Ecclesiastes 3:7.
Menyelesaikan Konflik Pernikahan
T
|
idak
peduli seberapa baik kita berkomunikasi dengan pasangan pernikahan kita, pasti
ada perbedaan. Saya pernah mendengar beberapa pasangan menyatakan bahwa mereka
tidak pernah memiliki perbedaan pendapat selama kehidupan pernikahan mereka.
Pasti mereka memiliki keberadaan yang menjemukan dan tidak berwarna! Pasangan
yang memiliki sedikit kepribadian takut menyatakan perasaan terdalam mereka.
Sangat sulit percaya bahwa Tuhan pernah menciptakan 2 orang yang begitu serupa
dalam segala hal sehingga pendapat mereka sama dalam semua hal!
Pertentangan
pahan pasti ada. Sebab apapun bisa menghasilkannya. Sebab pertama yang mudah
adalah kenyataan bahwa pasangan kita tidak memiliki semua kualitas yang kita
bayangkan ada dalam mereka sebelum upacara! Karena kita ingin melihat daya
tariknya dan menghilangkan yang tidak menarik, secara menta kita mendaftarkan
pasangan kita dalam sekolah perbaikan pernikahan! Kemudian kita melanjutkannya
dengan tugas penting mengubah mereka menjadi pasangan ideal kita.
Metode
pengajaran yang disukai istri kelihatannya menjadi omelan, disertai oleh
sedikit ejekan, melalui tangisan yang tetap. Metode pengajaran suami sepertinya
menusuk, yaitu memotong komentar atau pernyataan yang sarkasme. Dia juga
menggunakan kuliah kemarahan, diselingi dengan periode diam yang lama. Dua
kehendak diri yang berdosa, terkoyak antara kasih diri dan kasih kepada
pasangan, sekarang saling menguji, dan mencari siapa yang tertinggi dalam
hubungan. Hasilnya adalah konflik.
Inti
setiap konflik adalah diri. Kebanyakan orang menyalahkan konflik yang terjadi
karena situasi: pekerjaan yang tidak diterima, rumah yang kecil, anak yang
rewel, tetangga yang buruk, kurang uang, mertua yang turut campur. Tapi masalah
sebenarnya adalah ego manusia ingin kebebasan yang tak terkendali untuk
melakukan apa yang diinginkan, pada saat yang sama mengharapkan persetujuan tak
bersyarat dari pasangannya. Dengan kata lain, ingin matahari berputar diorbit
pasangan seperti planet. Jika Jika kedua bintang bersaing menjadi pusat tata
surya, hasilnya akan kacau balau—tapi itu yang terjadi dalam kebanyakan
perkawinan!
Kadang
orangmuda ingin cepat menikah, ingin melarikan diri dari situasi rumah yang
tidak menyenangkan. Masalah sebenarnya bukan rumah atau orangtua mereka. Itu
ego berdosa mereka, dan beserta mereka saat mereka menikah! Ego ini mulai
berinteraksi dengan ego yang lain, dan masalah keluarga sebelumnya hulang
dengan pernikahan baru! Pertama, Tuhan ingin kita belajar bagaimana menghadapi
nature berdosa kita. Kemudian kita bisa siap berinteraksi dengan bahagia
bersama pasangan pernikahan kita.
Saat
komunikasi berarti rusak dalam pernikahan, perselisihan bisa terjadi atas hal
yang remah, kadang menjadi begitu sering dan sangat panas sehingga pasangan
merasa mereka tidak sesuai. Saya sangat meragukan adanya ketidaksesuaian dalam
pandangan Tuhan—hanya dua kehendak yang perlu ditaklukan oleh Yesus Kristus.
Saat Dia menjadi pusat pernikahan, dengan setiap pasangan hidup untuk
kemuliaanNya, harmoni dan kebahagiaan akan terjadi.
Misalkan
konflik memang terjadi, dan pasangan mau membuat penyesuaian rohani yang memang
harus dibuat. Kemudian, bagaimana kita menyelesaikan perselisihan dalam
pernikahan kita? Kita perlu menyadari, pertama, argumentasi tidak selalu
kekuatan yang menghancurkan. Itu bisa menjadi hal yang diperlukan untuk membuka
jalur komunikasi dan membuka luka jiwa yang melebarkan jarak diantara kita.
Mngkin ada beberapa perubahan yang harus dibuat, tapi omelan dan memotong
pembicaraan tidak menghasilkan hal ini. Itu hanya memperkuat ketegangan dan
membuat kita lebih jauh. Diskusi yang baik mungkin satu-satunya hal yang bisa
membuka perasaan kita. Jika demikian, maka kita perlu melakukannya, memulai
argument. Tapi kita memerlukan aturan dasar sebelum mulai. Disini ada beberapa
petunjuk bagi argument yang menguntungkan.
Pertaman,
kita harus membangun tujuan kita untuk pengenalan masing-masing lebih dalam.
Jika kita bisa mencapai ini, kita bersyukur pada Tuhan untuk perbedaan ini.
Tujuan argument bukan untuk memutuskan siapa pemenang dan yang kalang. Juga
bukan untuk mengubah pasangan kita. Tapi memberikan pengertian baru bagaimana
pasangan kita berpikir tentang masalah yang mempengaruhi kita. Mungkin baik
bagi setiap pasangan untuk menyatakan kembali pandangan lainnya untuk kepuasan
dia. Itu bisa menjamin tercapainya tujuan ini, setidaknya pada tingkatan
tertentu.
Kedua,
kita harus minta Tuhan menolong kita mengatur emosi kita.
Kita sering berkata dibawa tekanan emosi hal yang tidak kita maksudkan, hal
yang menyakiti dan menghancurkan. Hal ini tidak cepat dilupakan. Buah Roh
adalah pengendalian diri, dan kita butuh membiarkan Dia menyatakan ketenangan
dan kontrolNya bahkan disaat tuduhan yang tidak benar atau provokasi serius.
Ini tidak berarti emosi harus dikeluarkan. Kita mungkin tidak pernah menyatakan
apa yang kita rasakan dalam hati jika emosi tidak ada. Tapi walau emosi kita
benar bisa dinyatakan, itu harus dijaga oleh Roh Kudus dalam diri kita. Seorang
istri mengatakan pada saya bahwa kapanpun diskusi mulai memanas, suaminya
berkata, “Mari kita berdoa untuk hal ini,” dan dia mulai berdoa, dengan
bersuara. Itu merupakan efek menenangkan yang luar biasa atas pernikahan
mereka!
Ketiga,
kita harus menyerang masalah itu—bukan pribadi atau motifnya.
Mudah sekali menjadi terlalu kritis dalam setiap argument, dan membuat
penilaian yang tidak akurat terhadap karakter lawan kita atau salah menuduhnya
melakukan motif jahat. Saat istri gagal membersihkan rumah atau suami menunda
beberapa pekerjaan, pasangan yang tidak sabar mungkin meningkatkan tuduhan
seperti, “Kamu jelas malas.” Itu mungkin bukan masalahnya sama sekali, dan
tuduhan semacam itu bisa menyebabkan ketidak bahagiaan besar untuk waktu yang
lama. “Kamu melakukan itu untuk menjauh dari aku,” merupakan pernyataan yang
disenangi saat pasangan anda melukai anda. Tapi siapa yang membuat anda jadi
pembaca pikiran atau kemampuan untuk membedakan motif? Rasul Paulus membuat
penyelidikan tentang orang yang menilai orang lain. “Karena itu, hai manusia,
siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas
dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu
sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang
sama.”[1] Kita
punya kecenderungan memproyeksikan motif kita pada orang lain; tuduhan marah
kita terhadap pasangan kita menunjukan hati kita sendiri daripada dia. Kristus
berkata kita akan dihakimi dengan standar yang sama yang kita beri pada mereka,
“kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu.”[2]
Keempat,
kita harus ingat bahwa penyerangan dengan kemarahan terhadap kita kadang
disebabkan oleh kejadian yang sama sekali tidak berhubungan dengan kita.
Sering saat suami atau istri marah, pasangan mereka kelihatannya menjadi target
yang paling empuk bagi kemarahan mereka. Singkatnya, tekanan keluarga dan anak
tertumpuk kepada seorang istri selama sehari penuh. Dia tegang dan hampir
meledak saat suaminya masuk pintu, gembira seperti burung. Dia menggantung
jaketnya seperti suami yang baik, tapi lupa menutup pintu closet—dan istrinya
meledak! Seorang suami yang dipenuhi oleh kasih Tuhan dan pengertian menyadari
bahwa ada sesuatu dibalik semua ini, dan dia berespon dengan lembut. Mungkin
suami yang pulang rumah berakting seperti beruang marah. Dia memarahi anak dan
mengkritik makanan. Istri yang dipenuhi Roh mengerti bahwa tindakannya itu
merupakan hasil dari tekanan kerja dan bukan permusuhan terhadap keluarga. Jika
kita mau mendengar pasangan kita dengan tenang dan sabar daripada bertindak
marah disaat pertama, masalah sebenarnya akan terlihat. Kemudian, daripada
ngomel, kita bisa menawarkan pengertian yang simpatik, dan menggelakan trauma
pertikaian.
Akhirnya,
kita perlu belajar kapan dan bagaimana membawa argument sampai kekonklusi.
Sebagian pertengkaran tidak pernah berakhir; itu terus berlangsung selama
bertahun-tahun! Orang lain kelihatannya mati tanpa sampai kekonklusi, dan
memperdalam dendam. “Mari kita lupakan saja” biasanya berarti, “Jika kita
membahas ini lebih lama lagi, Saya mungkin menyerah!” Jika kita salah, kita harus
mengakuinya. Jika kita butuh waktu memikirkannya, kita harus mengatakannya.
“Saya mulai mengerti pandanganmu, tapi perlu waktu untuk memikirkannya.”
Kemudian lakukan itu—pikirkan lagi dihadapan Tuhan.
Sekarang
masalah terbuka. Kita harus saling berkomunikasi dan membagi pengertian yang
lebih dalam. Sekarang kemana kita pergi? Bagaimana kita menyelesaikan konflik?
Ada beberapa prinsip Alkitab yang bisa menolong kita.
Pertama,
kita harus mengkonsentrasikan perhatian kita pada kesalahan kita, pikirkan lebih
dulu wilayah dimana kita bisa memperbaiki dan mengembangkan diri.
Cobaan saat konflik muncul dari kesalahan yang dibuat terhadap kita, mengulangi
kesalahan dan ketidakadilan yang lalu. Kemudian kita mulai membangun masalah
untuk konfontasi berikut! Lupakan itu! Pikirkan bagian kesalahanmu, sekecil
apapun itu. Kehendak diri kita dan kesombongan bertanggung jawab dalam sebagian
konflik. Itu mungkin tuntutan kecil yang kita buat untuk pasangan kita bagi
kesenangan sendiri. Itu mungkin ketidakpedulian yang kita tunjukan terhadap
kebutuhan pasangan kita. Itu mungkin kedinginan yang kita nyatakan karena
perasaan kita terluka. Semuanya adalah kesombongan egois, dan semuanya membantu
menambah konflik. Kapanpun ada konflik kesombongan terlibat,[3] dan setiap kita biasanya bersalah dalam
hal ini. Kita perlu mengakuinya.
Sangat
mudah menyalahkan pasangan kita. Kita cenderung berpikir kalau kita bertindak
karena apa yang dikatakan pasangan kita. Kita pikir mereka yang bersalah. Tapi
ini cara setan. Dia ingin kita berpikir tentang kesalahan pasangan kita
daripada kesalahan kita untuk menghasilkan perselisihan. Yesus menyebutnya
munafik. “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau
akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”[4] Mari kita minta
Tuhan menolong menyadarkan bagian kesalahan kita. Kita jangan berbelas kasihan
pada diri. Sangat mudah kejam terhadap orang lain dan lunak pada diri sendiri.
Ini egois. Kerendahan hati yang sejati adalah toleran terhadap yang lain dan
menuntut diri. Sekali kita mengetahui dosa kesombongan kita, Tuhan memberikan
pengampunan dan memperbaharui kerukuran keluarga kita.
Sekarang
setelah kita mengakui bagian kesalahan dan menerima anugrah pengampunan Tuhan,
kita bisa meminta Dia untuk memberikan kita kemenangan atas dosa kita, sehingga
kita melepaskan hasrat untuk mendapatkan segalanya dengan cara kita. Kita harus
meminta Dia menolong kita mengubah apa yang perlu diubah dalam hidup kita. Saat
kita ditengah krisis pernikahan, kita biasanya merasa bahwa masalah kita bisa
diselesaikan jika pasangan kita mengubah jalan mereka. Itu jarang terjadi!
Melalu anugrah Tuhan kita menjadi pasangan baru. Kita tidak benar-benar
mengubah orang lain menjadi lebih baik melalui kritik dan komplain. Kita hanya
memperdalam batas yang ada diantara kita. Kita harus memberikan perhatian kita
pada hal yang bisa kita ubah melalui kuasa dan anugrah Tuhan—diri sendiri!
Tuhan tidak mengharapkan kita mengembangkan pasangan kita; Dia berharap kita
menyediakan kebutuhannya. Saat kita mengembangkan diri, pernikahan kita juga
akan mulai berkembang.
Saat suami
atau istri kita menyadari bahwa kita berhenti mengganggu mereka dan sebaliknya
membuat perubahan berarti dalam hidup kita sendiri, mereka akan mulai berespon
dengan baik. Mereka butuh hati yang sangat dingin untuk tetap tidak berubah.
Suatu balasan yang memuaskan bagi prilaku egois kita!
Setelah
berurusan dengan jelas terhadap kelemahan kita, sekarang kita kelangkah berikut.
Prinsip
Alkitab kedua untuk menyelesaikan konflik adalah sepenuhnya mengampuni
kesalahan pasangan kita. Sangat sulit
mengampuni saat pasangan kita tidak minta maaf. Tapi lihat seperti ini. Jika
kita benar-benar mengakui bagian kesalahan kita, kita harus mengakui bahwa
serangan mereka terhadap kita, setidaknya sebagian merupakan hasil dari cara
kita memperlakukan mereka. Kita tidak punya pilihan selain mengampuni, bahkan
jika mereka tidak mengakui kalau mereka salah. Bahkan kita akan meminta maaf
untuk bagian kesalahan kita jika kita ingin hamoni diperbaharui kembali, dan
kita tidak bisa minta maaf dengan cara yang tepat jika kita terus memupuk
perasaan sakit. Satu-satunya cara menyingkirkan perasaan itu dari kita adalah
mengampuni pasangan kita sepenuhnya atas semua serangan yang mereka lakukan
terhadap kita. Tidak ada indikasi kalau orang yang salah terhadap Petrus pernah
minta maaf padanya, tapi Kristus mengatakan dia harus mengampuni sebanyak 490 kali.[5] Dia mengajarkan
bahwa tidak ada akhirnya untuk mengampuni.
“Tapi
sakitnya terlalu dalam. Saya tidak bisa mengampuni.” Itu pernyataan yang
menarik. Dengar Kristus sekali lagi: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan
orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu
tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”[6] Pada mulanya ini
kelihatannya mengajar bahwa pengampunan kita didasarkan atas pengampunan kita
terhadap orang lain, sebaliknya anugrah Tuhan dalam Kristus. Bagaimanapunm, ini
berlawanan dengan pengajaran Kristus yang lain. Saya percaya Dia berkata,
sebagai gantinya, bahwa jika kita menolak mengampuni orang yang bersalah pada
kita, Tuhan tahu bahwa pengakuan dosa kita kepadaNya kurang tulus, dan karena
itu kita tidak menerima pengampunan yang disediakanNya bagi kita. Saat
seseorang mengakui dosanya dan mengalami berkat pengampunan Tuhan, dia tidak
bisa tidak mengampuni yang lain. Jika kita menolak, kita mengakui bahwa kita
tidak mengetahui arti diampuni oleh Tuhan. Tidak ada orang yang jujur bisa
menerima pengampunan Tuhan tapi menolak mengampuni orang lain.
Tidak
mungkin melebihkan pentingnya pengampunan. Saat kita mendapat pengampunan,
permusuhan dan kepahitan hilang dan prilaku kasar dan tidak toleran digantikan
dengan kasih dan perhatian terhadap pasangan kita.
Sekarang
kita siap untuk langkah terakhir. Kita telah mengakui kesalahan kita dan
mengampuni semua kesalahan pasangan kita.
Sekarang kita harus dengan jujur dan
terbuka minta maaf pada mereka terhadap bagian kesalahan kita. Suatu
kesalahn mencoba minta maaf sebelum kita mengakui kesalahan kita dan mengampuni
kesalahan mereka. Permintaan maaf kita akan kurang dari yang diinginkan Tuhan.
Itu akan semakin memperburuk daripada memperbaiki. “Saya salah, tapi kamu
juga.” “Saya minta maaf telah melakukan itu, tapi itu bukan seluruhnya
kesalahan saya.” “Saya minta maaf berkata demikian, tapi apalagi yang bisa saya
katakan setelah kamu berkata demikian?” “Saya minta maaf jika ada sesuatu yang
menyinggung kamu.” Tidak satupun dari pernyataan ini bisa mengakui apapun. Itu
semua bukan permintaan maaf yang sejati dan tidak mengecoh siapapun—apalagi
pasangan kita!
Hanya
setelah hati kita telah benar dihadapan Tuhan baru kita bisa menawarkan
permintaan maaf yang benar. “Sayang, Saya minta maaf Saya …” (dan kita
mendaftar hal spesifik yang kita lakukan dan katakan untuk menyerang yang
berkontribusi dalam konflik)—titik! Tidak ada “jika” “dan” atau “tapi”. Kata
“sayang, saya minta maaf” dikatakan dari hati yang hancur merupakan suara
terindah dibumi, dan menyembuhkan pernikahan kita. Inilah maksud Yakobus saat
dia menulis, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling
mendoakan, supaya kamu sembuh.”[7] Walau dia terutama menunjuk pada
kesembuhan fisik, kebenaran yang sama bisa diaplikasikan pada penyembuhan
hubungan pernikahan. Pengakuan tulus dan terbuka terhadap kesalahan merupakan
kekuatan menyembuhkan.
Kenapa
orang sangat sulit minta maaf? Mungkin mereka pernah mencoba minta maaf
sebelumnya tapi ditolak. Sekarang mereka takut mencobanya lagi. Tapi alasan
penolakan mungkin berasal dari prilaku mereka yang kurang tepat saat menawarkan
permintaan maaf. Sebagian pria berpikir bahwa mengakui kesalahan adalah tanda
kelemahan. Sebenarnya, itu tanda kekuatan rohani dan emosi—suatu tanda
kesehatan, kepribadian yang seimbang. Sebagian orang takut kehilangan muka didepan
orang yang mereka kasihi jika mereka mengakui kesalahan mereka. Tapi sebaliknya
yang benar; dengan jujur pada diri sendiri, mereka bisa memberikan rasa hormat
lebih dari sebelumnya. Sebagian berkeras bahwa munafik kalau minta maaf, karena
mereka mungkin akan melakukan hal yang sama lagi. Penolakan merupakan
ketidaktaatan terhadap Dia. Kita harus mengatasi masalah seperti arahanNya,
mempercayakan Dia menolong kita dalam situasi kedepan.
Yesus
mengajarkan bahwa kita harus berdamai dengan yang lain sebelum kita bisa
bersekutu dengan benar bersama Tuhan. “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan
persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam
hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu
dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu itu.”[8] Jika seseorang berbuat sesuatu terhadap
kita, itu mungkin kita telah melukai dia. Maka tanggung jawab kita adalah pergi
kepadanya dan mengakui kesalahan kita, dan berdamai dengannya. Ibadah kita akan
kurang sampai kita melakukannya. “Tapi bukankah dia seharunya mengampuni saya
jika saya menolak minta maaf?” Ya, benar. Tapi setiap orang harus bertanggung
jawab pribadi pada Tuhan untuk dirinya sendiri. Kita harus melakukan apa yang
Tuhan ingin kita lakukan, biarlah kesalahan orang lain Tuhan yang urus.
Pertanyaannya
“Siapa yang memulainya?” atau “Siapa yang membuat langkah pertama?” tidak
penting. Tidak ada bedanya siapa yang mulai duluan. Kita harus mengambil
inisiatif dalam pengakuan apapun situasinya. Bahkan jika kita sangat terluka,
mengakui bagian kesalahan kita dalam kasih akan mempermudah pasangan kita
mengakui bagian mereka. Tidak peduli sedikitnya kesalahan kita, kita harus
menfokuskan perhatian pada hal ini dan dengan jujur meminta maaf. Tuhan akan
menggunakan itu untuk mengatasi konflik pernikahan kita.
Saya
membagikan beberapa konsep ini dengan istri dan ibu muda bernama Lynn. Suaminya
memiliki pekerjaan yang menuntut waktu yang lama dan tidak terduga. Dia merasa
tidak perlu memberitahu istri saat kerja larut, dan banyak makanan jadi percuma
karena kurangnya pertimbangan. Saat dia pulang, dia langsung makan, kadang
tanpa berkata apapun kepadanya, dan keluar rumah untuk menikmati hobinya sampai
larut malam. Dia tidak memberi waktu kepada 3 anaknya, dan mereka kurang
mengenalnya.
Setelah
berdiskusi Lynn setuju bahwa, dengan pertolongan Tuhan, dia akan berkonsentrasi
pada hal yang bisa dikembangkan dalam hidupnya, memberi perhatian khusus pada
pemenuhan kebutuhan Jack. Dia menyerahkan kurangnya pertimbangan Jack kepada
Tuhan dalam iman. Saya mengetahui kemudian bahwa pekerjaan Jack berjarak 500
mil jauhnya. Sekitar setahun kemudian saya menerima surat ini dari Lynn:
Dear Dr.
Strauss,
Saya ingin
menulis dan berterima kasih pada anda untuk nasihatnya. Itu berhasil.
Perkawinan kita dan hubungan pribadi kami sangat berubah. Saya mulai melupakan
diri dan hal yang saya rasa layak dan perlukan, dan mencoba memikirkan Jack dan
kebutuhannya. Awalnya sangat sulit, tapi saat saya menyerahkan diri pada Tuhan,
itu menjadi lebih mudah setiap hari. Setelah itu—sepertinya datang secara
otomatis.
Kemudian
hal-hal mulai berubah. Jack mulai menelepon saya dari tempat kerja saat
terlambat pulang kerja dari rencananya. Dia tidak pernah melakukan itu
sebelumnya. Dia mulai memberi waktu duduk dan bermain dengan anak-anak daripada
langsung keluar setelah makan malam. Lebih mudah bicara dengannya sekarang
tentang perbedaan yang kita hadapi. Dia tidak cepat marah seperti dulu.
Keluarga kami lebih bahagia dari sebelumnya, dan itu tidak sulit sekali
mengikuti saran anda. Terima kasih banyak.
Sincerely,
Lynn
Tidak, itu
tidak sangat sulit melakukan apa yang diminta Tuhan dalam FirmanNya! Jika kita
dengan jujur ingin melihat pernikahan kita berubah, kita perlu percaya Dia
menolong kita membuat langkah pertama.
Uang, atau finacial!
“U
|
ang bukang
segalanya dalam hidup, tapi ada ditempat kedua dari semua hal.” Sindiran
terkenal itu salah; uang bukan hal yang paling penting dalam hidup. Tapi
pentingnya uang jangan dianggap enteng. Sebagian orang Kristen berpendapat
tidak rohani kalau tertarik pada yang; kebenaran sederhananya, kita tidak bisa
hidup tanpa itu dan pekerjaan Tuhan tidak bisa berlanjut tanpa hal ini. Jika
orang Kristen menggunakan uang mereka untuk penginjilan, injil Kristus akan
memiliki dampak lebih besar dalam dunia ini. Untuk injil, juga untuk kita, kita
perlu belajar bagaimana mengatur uang.
Kesaksian
Kristen kita ada bagian pengaturan uang. Orang Kristen yang tidak membayar
tagihan merupakan kesaksian buruk bagi kuasa penyelamatan Kristus. Orang
percaya yang keuangannya gagal merupakan kesaksian buruk bagi hikmat dan
bimbingan Tuhan. Suami da istri yang bertengkar tentang uang membuat kesaksian
buruk bagi kasih dan damai Roh Kudus. Uang menduduki peringkat tinggi dalam
daftar masalah keluarga konselor Kristen. Seseorang memperkirakan bahwa
setidaknya 60 persen pasangan menikah memiliki konflik tentang uang. Karena
begitu banyak masalah dalam hal ini, kita perlu belajar apa yang dikatakan
Firman Tuhan tentang hal ini.
Alkitab
tidak pernah mengatakan kalau kaya itu berdosa. Sebaliknya, beberapa orang
beriman merupakan orang terkaya dimasa mereka—seperti Ayub, Abraham, Daud, dan
Solomon. Tuhan sendiri yang memberikan mereka kekayaan, karena Dia yang
memiliki semua kekayaan.1
Bagaimanapun, walau uang itu sendiri tidak berdosa, kasih akan uang merupakan
akar semua kejahatan.2 Orang yang menaruh hatinya pada uang akan
melakukan apa saja untuk mendapatkan lebih banyak uang.
Kasih pada
uang dan hal yang bisa dibelinya yang bisa menghancurkan pernikahan. Alkitab
berkata bahwa orang yang menetapkan hati menambah harta menciptakan perangkap
bagi diri sendiri.3 Kepuasan mereka menyebabkan ketegangan,
menyebabkan konflik disekitar mereka. Masalah yang mereka timbulkan untuk
mendapat sedikit uang dengan cepat..
Masalahnya
merupakan prilaku hati. Kita pernah bertemu orang yang hidup dalam kemiskinan,
makan sederhana, dan mengenakan baju yang sederhana—tapi tetap bahagia! Mereka
telah belajar bagaimana menemukan kebahagiaan dalam Tuhan dan dalam sesama, dan
menikmatinya dengan hati yang bersyukur atas sedikit hal yang mereka miliki.
Mereka menolak meletakan pikiran atas hal yang tidak mereka punyai. Mereka
yakin bahwa “hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”4
Sebaliknya,
kita pernah bertemu dengan orang yang ingin lebih. Kebahagiaan kelihatannya
sedikit lagi didapat. Mereka berpikir bisa bahagia jika mereka punya tempat
tidur satu lagi, dapur yang lebih besar, karpet lantai, kolam renang, kapal,
lebih banyak mobil, TV, atau jaket bulu! Tapi saat mereka akhirnya mendapatkan
“sedikit lagi itu” mereka merasa perlu sedikit lagi untuk bisa bahagia. Sebelum
mereka menyadarinya, hidup sudah berakhir dan mereka melewatkan sukacita
sejati. Nikmati apa yang Tuhan telah berikan padamu! Lupakan apa yang tidak
kamu punya. Kemudian anda akan belajar makna bahagia sebenarnya.5
Sangat
sulit menjauhkan hati dari hal materi dalam masa ini. Barang-barang ada
dimana-mana, meyakinkan kita bahwa itu bisa meningkatkan popularitas kita,
menambah penerimaan social, dan masuk kedalam kegembiraan luar biasa jika kita
membeli produk mereka. Tidak lama setelah mereka berhasil meyakinkan kita,
produk mereka bukan lagi mewah tapi kebutuhan! Kita harus memilikinya! Dan
setan berhasil membelokan kasih kita dari “hal diatas” kepada “hal dibumi”6 dan itu
menambah tekanan yang sudah membebani pernikahan kita.
Hal “ingin
lebih lagi” ini disebut Alkitab sebagai—dosa. Dosa ketamakan didaftar bersama
dengan pencurian, dan mabuk.7
Paulus mengajar bahwa ketamakan sama dengan pemujaan berhala,8
suatu dosa yang dengan kuat dicela dalam PL dan PB. Jika kita ingin damai Tuhan
dalam pernikahan kita, kita harus mengalahkan ketamakan kita. “Engkau tidak
bisa melayani Tuhan dan uang.”9
Saat kita menang atas hal ini, banyak masalah keuangan dalam pernikahan bisa
diselesaikan, karena sebagian besar berasal dari ketamakan pasangan. Sebagian
besar masalah keuangan bisa diselesaikan dengan belajar mengatur uang dengan
tepat. Untuk menambahkan apa prilaku kita seharusnya terhadap uang, Alkitab
menyatakan beberapa prinsip dasar mengenai pengaturan uang.
Prinsip
pertama adalah kita harus memberikan bagian pemerintah dan Tuhan lebih dulu.
Kita menyebut pemerintah lebih dulu karena pajak kita biasanya diambil dari
gaji sebelum kita mendapatkannya! Kita membayar mereka lebih dulu, suka atau
tidak. Kristus juga menyebutkan pemerintah lebih dulu: “Berikanlah kepada
Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang
wajib kamu berikan kepada Allah!.”10
Walau banyak dari kita mengeluh tentang pajak, Tuhan Yesus sendiri meneguhkan
hak pemerintah untuk mengenakannya. Rasul Paulus menambahkan nasihat ini:
“Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak…. Bayarlah kepada semua orang
apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai
kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak
menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.11 Ini meliputi
menyelesaikan form pajak sejujur seperti Tuhan sendiri ada dibelakang
mengawasimu! Sebenarnya, itu memang begitu!12
Setelah
tugas kita pada pemerintah terpenuhi kita masuk kebagian Tuhan. Jika anda
pernah berkata, “Saat kita sudah membayar semuanya, kita bisa memberi seperti
seharunya” kemudian anda tidak memberi sebagaimana seharusnya. Anda membalikan
nilai anda. Hal yang paling penting dibumi adalah pekerjaan Kristus, dan itu
harus yang pertama jika ingin berjalan bersamaNya. Ini artinya pekerjaannya
harus ada pertama dalam pembayaran kita. Tuhan ingin bagiannya sebelum hal lain
dibayar, bahkan jika kita harus mengorbankan sesuatu yang kita inginkan agar
bisa memberikan bagianNya.
Sebagian
orang Kristen membelanjakan lebih banyak makanan anjing, rokok, rekreasi atau
hobi daripada yang mereka berikan bagi pekerjaan Tuhan. Kristus berkata,
“Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”13
Dia membangun fakta bahwa kita mencintai benda dimana uangmu ditaruh. Sebagai
contoh, jika kita membelanjakan setiap sen untuk rumah kita, maka kita pasti
sangat memperhatikan rumah itu daripada Tuhan, dan itu penyembahan berhala. Itu
menjijikan bagi Tuhan seperti menyembah patung kayu atau batu. Jika kita hidup
untuk meningkatkan harta, menaruh setiap uang untuk saham, kita akan mencintai
itu semua daripada Kristus dan pekerjaanNya.
Sebaliknya,
jika kita memberi kepada pekerjaan Tuhan, kita akan bertumbuh mengasihi
pekerjaan itu. Kita akan hidup untuk melihat jiwa datang pada Kristus; kita
akan tertarik pada kebutuhan missionaries; kita pasti berpartisipasi dalam
pelayanan doa, dimana kuasa pelayanan mereka berasal. Dimana harta kita ada,
disitu hati kita!
Mungkin
anda bertanya berapa banyak yang harus diberikan. Hal ini sepenuhnya diantara
anda dan Tuhan. Alkitab berkata banyak tentang 10, dan mungkin itu permulaan
yang baik. Sangat sulit membayangkan sebagian orang disini tidak bisa memberi
setidaknya sejumlah itu bagi pekerjaan Tuhan jika mereka merencanakan keuangan
mereka dengan baik. Jika anda mencoba memberi 10 persen, anda bisa mendapat
penemuan menarik. Anda akan menemukan sisanya akan lebih dari sebelumnya! Tuhan
punya cara membuat pelayanan jadi menyenangkan bagi orang yang melakukannya
dengan prilaku yang tepat.14
Jelas, dalam masa anugrah Tuhan kita jangan membatasi 10 persen. Banyak orang
Kristen bisa melakukan lebih dari pada itu. Pemberian kita harus sesuai dengan
berkat Tuhan,15 dan bagi
sebagian dari kita itu lebih dari 10. Tapi angka nyatanya merupakan hasil
keputusan doa anda, dan berikan itu sebagai permulaan.
Prinsip
Alkitab kedua untuk pengaturan uang adalah menyisihkan sejumlah uang untuk
disimpan. Ini termasuk, uang untuk membeli hal yang kita percaya Tuhan ingin
kita miliki. Lebih baik uang itu diletakan dibank, dimana ada bunga, daripada
membeli saat itu dan membayar bunga. Semua uang kita adalah dari Tuhan, dan
kita bertanggung jawab menggunakan setiap senpun, tidak hanya jumlah yang kita
beri bagi pekerjaannya. Tidak berdosa membeli saat itu. Itu penting untuk hal
besar seperti rumah. Mereka yang menolak meminjam uang untuk rumah biasanya
mengutip pembelaan Paulus: “Jangan berhutang pada seorangpu.” Tapi Paulus hanya
berkata bahwa kita tidak boleh terus berhutang pada seseorang; yaitu kita harus
membayar hutang kita. Ini tidak menghalangi membeli saat itu. Sebelum anda
membeli apapun disaat itu, evaluasi seluruh situasi dihadapan Tuhan. “Apakah
saya benar-benar membutuhkannya sekarang, atau lebih baik menunggu dan
menyimpan uangnya dulu?” Ada banyak hal yang bisa dengan mudah kita lakukan
tanpa menabung untuk bisa membelinya.
Simpanan
kita bisa termasuk investasi jangka panjang. Saya mengenal orang Kristen yang
tidak percaya menabung untuk masa depan. Mereka berkata bahwa Tuhan akan
memeliharanya, dan kalau begitu tidak perlu menabung. Tapi Tuhan mungkin ingin
menyediakan bagi kita melalui perencanaan dan investasi yang diarahkan Roh.
Paulus menyebutkan orantua mengumpulkan untuk anak mereka.16
Dia juga mengingatkan kita tentang tanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan
keluarga.17 Simpanan bisa
berfungsi sebagai dana darurat, menyediakan pendidikan anak, membayar kunjungan
keluarga keladang misi. Tabungan yang rutin, investasi yang bijak, dan asuransi
secara khusus menolong jika Tuhan mengambil suami dari keluarganya. Pengelolaan
uang Tuhan dengan bijak juga termasuk mempersiapkan warisan. Tidak peduli
betapa muda anda atau sedikitnya milik anda, warisan bisa menyelamatkan orang
yang anda kasihi dari sakit hati dan kehilangan. Anda bisa mengingatkan
pekerjaan Tuhan dalam warisan.
Perumpamaan
Kristus tentang talenta jelas memperbaiki aturan investasi uang untuk mendapat
bunga. “Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang
menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”18 Bunga dalam
Alkitab tidak menghalangi kita mendapatkan bunga dari uang kita. Kata “bunga”
menunjukan membebankan tingkat bunga berlebihan, terutama terhadap mereka yang
kurang bisa membayar.19
Masuk akal meletakan uang Tuhan agar mendapat lebih banyak uang bagi
kemuliaannya.
Berapa
banyak yang harus disimpan? Sekali lagi ini antara anda dan Tuhan. Saya pikir
ini kurang dari 10 persen pendapatan total tidak akan banyak menolong. Jika
persentase terlalu tinggi, kita harus menghadapi tuduhan menahan uang yang
seharusnya bisa digunakan lebih baik untuk penyebaran injil. Putuskan
persentase yang masuk akal dan realistic, yang menyisakan cukup uang untuk
hidup baik.
Menentukan
hal ini pada tingkatan yang menengah juga bisa menghalangi anda menjadi budak
account bank anda. Sebagian orang takut masa depat akan jadi sulit, mengambil
setiap send an membuat diri sendiri dan orang lain disekitarnya sengsara.
Seperti orang yang butuh sedikit lagi untuk bahagia, orang ini butuh sedikit
uang lagi dibank untuk merasa aman. Hidup melewati mereka sebelum mereka sadar
bahwa mereka tidak menikmati hidup atau hal baik yang Tuhan telah berikan.
Setelah
memberikan bagian pemerintah dan Tuhan, kemudian simpan sebagian uang untuk
ditabung, prinsip akhir untuk mengatur uang adalah hidup dengan sisa uang yang
ada. Kita harus yakin bahwa biaya hidup kita tidak melebihi jumlah yang
tersisi. Nasihat untuk tidak berhutang harus dipraktekan disini.20 Jika anda
merasa bahwa Tuhan mengijinkan anda membeli saat itu, pastikan pembayaran bisa
dibuat tanpa melebihi jumlah yang bisa anda dapatkan. Tolak membeli sesuatu
yang menyebabkan hutang. Suatu budget akan menolong, tapi jangan terlalu ketat
sehingga anda kesal setiap kali harus disesuaikan. Rencanakan menu dan beli
makanan yang bisa menyisakan anda uang. Saat disana, ingat beberapa merk yang
lebih murah dari yang lain. Anda tidak perlu membeli yang terbaik. Ada banyak
buku yang bisa menolong anda untuk hal ini. Ambil waktu melihat semua itu
sebagai bagian dari pelayanan Kristen anda.
Juga
sangat disarankan agar catatan tetap akurat, agar anda bisa tahu kemana uang
anda. Baik suami atau istri yang menulis cek tidak terlalu penting karena sudah
disetujui kemana uang akan diberikan dan tahu kemana itu pergi. Satu-satunya
pengecualian bagi aturan ini adalah sejumlah kecil yang bisa dinikmati baik
suami atau istri secara bebas bersama. Kadang suami merasa bebas membelanjakan
uang untuk kesenangan pribadi tapi tidak memberikan hak yang sama pada istri.
Harus adil.
Jika anda
mengikuti prinsip keuangan sederhana ini, tagihan anda pasti terbayar,
kesaksian anda terlindungi, pernikahan anda bertumbuh, dan Juruselamat anda
dimuliakan!
1 Deuteronomy
8:18. 2
1 Timothy 6:10. 3 l Timothy
6:9. 4
Luke 12:15, TLB. 5 Philippians
4:11; 1 Timothy 6:6; Hebrews 13:5. 6 Colossians
3:2, KJV. 7
1 Corinthians 6:9, 10. 8
Colossians 3:5. 9 Matthew
6:24b. 10
Mark 12:17, KJV. 11 Romans
12:17, KJV. 12
Hebrews 13:5. 13 Matthew
6:21, KJV. 14
2 Corinthians 9:6-8. 15
1 Corinthians 16:2.
16
2 Corinthians 12:14. 17
1 Timothy 5:8. 18 Matthew
25:27, TLB. 19
Exodus 22:25; Leviticus 25:35-37;
Deuteronomy 23:19, 20. 20 Romans
13:8.
Indahnya KasihMu!
B
|
anyak
orang Kristen yang terkejut, seks adalah ide Tuhan! “laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka… Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu,
sungguh amat baik.… Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”1 Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan
perbedaan fisik yang saling melengkapi, dan dia menyatakan itu baik. Dia
menyatakan bahwa suami dan istri menjadi “satu daging,” menunjuk pada persatuan
seks.2 Seks bagian dari rencana Tuhan dalam ras
manusia.
Tuhan
membuat seks suami dan istri murni dan menyenangkan; kudus dan memuaskan.
Penulis Ibrani menyatakan kekudusannya dengan menyatakan tempat tidur
pernikahan tidak kotor.3 Bagian lain, seperti dalam Amsal,
menyatakan sukacita: “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan
isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya
selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya.”4 Walau banyak aplikasi rohani bisa dibuat
dari Kidung Agung, sangat sulit disangkal bahwa kitab itu merujuk pada
pengalaman seksual suami dan istri. Dalam kesenangan dan penghargaan, kasih
penganting dinyatakan kepada pasangannya, “Betapa indah kasihmu!”5
Sayangnya,
kehidupan seks banyak pasangan Kristen tidak indah. Sebaliknya sumber
ketidakpuasan dan pertengkaran. Selama pertunangan pasangan sangat menantikan
pernikahan, berpikir mereka akan melegakan frustrasi seksual mereka dan
hasilnya didalam surga. Bulan madu menghancurkan ilusi itu. Minggu pertama
krisis diikuti oleh lebih banyak lagi. Akhirnya mereka memutuskan bahwa
penyesuaian seksual yang baik tidak datang secara alami—itu perlu waktu dan
usaha dan tidak egois.
Begitu
banyaknya masalah penyesuaian seks dalam pernikahan sehingga konselor
pernikahan mendudukannya sepagai sebab utama perselisihan perkawinan. Tuhan
berkata seks itu baik. Banyak orang mengatakan itu masalah perkawinan. Kenapa
ada perbedaan pendapat? Kenapa banyak pasangan Kristen memiliki masalah seperti
itu dalam hubungan seks mereka?
Satu
kejatuhan adalah praktek seks sebelum dan diluar pernikahan. Hampir semua hal
yang baik bisa disalah gunakan. Makanan baik, tapi terlalu banyak atau salah
makan bisa menyebabkan penyakit. Api itu berguna, tapi saat disalahgunakan akan
membawa kehancuran dan kematian. Tuhan berkata bahwa seks dalam ikatan
perkawinan itu indah dan diberkati, tapi diluar batasan ini adalah kotor,
jijik, buruk, dan berdosa. Seks sebelum dan diluar nikah bisa menjadi
penghalang besar bagi kepuasan kehidupan seks dalam pernikahan.
Kita hidup
dalam masa yang longgar. Walau seks seperti binatang ditolak oleh sebagian
besar orang Kristen, seks sebelum nikah menjadi sangat ditoleransi.
Pemikirannya adalah jika 2 orang saling mencintai, maka mereka bisa menikmati
ekspresi cinta sepenuhnya sekarang. Satu-satunya jawaban memuaskan yang bisa
saya dapatkan ada dalam hubungan pribadi dengan Tuhan mereka. Jika mereka
memikirkan Dia, maka mereka mendengar perkataanNya, dan Dia banyak membahas
tentang hal ini baik dalam PL dan PB.
Rasul
Paulus menulis, “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu
menjauhi percabulan.”6
Kata “percabulan” menunjuk pada semua hubungan seks diluar ikatan pernikahan,
baik sebelum atau diluar nikah. Tidak peduli betapa dalam pria dan wanita
rasakan, Tuhan berkata kehendakNya bagi mereka agar menjauhi semua itu. Jika
Dia memerintahkan mereka untuk menjauhinya, Ia akan memberi mereka anugrah
untuk taat.
Paulus
meneruskan dengan memberi keterangan lebih detil tentang konsep ini: “supaya
dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau
memperdayakannya.”7 Percabulan
menipu orang lain; itu merampas kasih sayang mereka yang benar. Itu juga
merampas keperawanan mereka, yang harusnya diberikan pada pasangannya nanti.
Itu juga merampas harga diri—kesadaran yang jelas. Jikalau hal itu tidak
menghalangi anda darinya, baca terus: “…Karena Tuhan adalah pembalas dari
semuanya ini.” Dia bisa membalas ketidaktaatan anda dengan berbagai
cara—penyakit, kehamilan yang tidak direncanakan, perasaan bersalah, atau
kecurigaan. Sebagian berkata, “tapi ilmu kedokteran dan prilaku yang berkembang
menghilangkan bahaya ini.” Tidak ada dari hal itu yang menghalangi pembalasan Tuhan;
Dia lebih besar dari antibiotic, kontrasepsi, atau prilaku komunitas terkini.
Jika anda sekarang berpacaran, Tuhan ingin anda merencanakan dengan baik
sehingga bisa saling mengenal tanpa terlibat dalam aktifitas seks.
Mungkin
beberapa orang berkata, “Kita sudah menikah sekarang, tapi luka masa lalu dan
benih kecurigaan masa lalu mensabotase kehidupan seks kami. Apa yang bisa kami
lakukan?” Setiap pihak bisa mengakui kesalahannya, minta maaf atas
kesalahannya. Semua mengakui dosannya dihadapan Tuhan. Dia Bapa yang berbelas
kasih, siap mengampuni. Kepastian pengampunan dari kedua pasangan dan Tuhan
menolong anda memulai awal yang baru dalam wilayah penting hidup anda ini.
Halangan
kedua bagi kehidupan seks yang memuaskan adalah prilaku yang tidak tepat terhadap
seks. Sebagian orang Kristen berpikir seks itu kotor dan berdosa, tindakan yang
dibutuhkan tapi tidak layak dinikmati. Mereka tidak mau menyebut hal ini dan
menjadi malu walaupun membaca literature yang kudus tentang hal ini. Mereka
lupa bahwa Buku terbesar dari semuanya, Firman Tuhan, banyak bicara tentang
seks! Jika Tuhan berpikir seks penting untuk dibahas, kita harus menyelidiki
perkataanNya. Paulus, diinspirasi oleh Roh Kudus, menasihati orang Kristen di
Korintus tentang seks, dan Tuhan melihat itu sesuai untuk ada dalam FirmanNya.
Dia tahu kalau kita membutuhkan nasihat yang sama.
“tetapi
mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya
sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.”8
Tujuan seks tidak hanya untuk membuat anak, tapi juga memuaskan kebutuhan
biologis yang akan berdosa jika dilakukan tanpa nikah. Paulus mengetahui bahwa
dorongan ini ada baik pada pria dan wanita. Seorang wanita harus memiliki suami
untuk menolongnya menghindari percabulan, seperti juga pria harus punya istri
untuk menolong dia dari percabulan. Walau beberapa orang berpikir sebaliknya,
normal jika seorang istri memiliki keinginan seksual, seperti suaminya. Walau
hasrat wanita biasanya kurang dari pria, menarik untuk diperhatikan bahwa Tuhan
menempatkan organ dalam tubuh wanita, clitoris, yang hanya berfungsi untuk
menyediakan rasa nikmat. Tuhan pasti ingin wanita menikmati hubungan fisik yang
baik dengan suaminya!
Satu
tujuan bagi seks, adalah memenuhi hasrat fisik yang benar. Keinginan ini kadang
dibelokan dan dilepaskan dengan cara lain, seperti dalam kasus orang yang tidak
menikah atau pasangan yang sakit. Tidak seperti makanan, kebutuhan seks bisa
diubah melalui aktifitas yang tepat. Melalui anugrah Tuhan yang lajang bisa
hidup seimbang tanpa terlibat dalam dosa. Bagaimanapun,rencana normal Tuhan
adalah menikah dan menikmati kepuasan kebutuhan seks masing-masing.
Bagian ini
meneruskan, “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian
pula isteri terhadap suaminya.”9
Disini kita dengan jelas dikatakan bahwa suami dan istri bertanggung jawab
memenuhi kebutuhan seksual pasangannya. Tapi lebih dari tanggung jawab yang
memberatkan; bagi pria dan wanita yang saling mengasihi ini suatu keistimewaan
yang dinikmati. Tuhan telah membentuk tubuh mereka sehingga mereka bisa saling
memenuhi kebutuhan seks menjadi ungkapan kasih, mendatangkan kenikmatan baik
bagi suami maupun istri.
Seks
seperti rencana Tuhan tidak hanya ekspresi kebutuhan. Itu merupakan pemberian
tubuh kita untuk menyatakan perasaan terdalam kasih yang ada didalam kita, dan
itu dihasilkan dalam orang yang kita kasihi. Tuhan berkata bahwa tubuh saya
milik istri untuk kesenangannya, dan tubuhnya milik saya untuk kesenangan saya.
Walau kesopanan merupakan aturan umum, kenikmatan masing-masing menyehatkan dan
hak istimewa dari Tuhan dibelakang pintu tempat tidur.
Paulu
mengajar dalam 1 Corinthians 7:3 dan 4 bahwa suami dan istri berbagi hak yang
sama dalam pemilikan tubuh masing-masing. Bagi suami tidak berdosa menginginkan
tubuh istrinya. Suami yang dikuasai Roh mengasihi istrinya akan mengagumi,
mencium, memeluk dan membelai tubuh istrinya sebagai ekspresi kasih baginya,
dan memenuhi kebutuhan istrinya dan dirinya. Istri yang dipenuhi Roh mengasihi
suaminya akan menunjukan suaminya bahwa dia menginginkannya dan menikmatinya.
Bahkan pembacaan biasa dari Kidung Agung menunjukan bahwa tubuh istri
menyukakan suaminya10 dan tubuh
suami menyenangkan istrinya.11
Alkitab tidak membatasi cara suami dan istri menyenangkan pasangannya,
berasumsi bahwa masing-masing menikmati dan tidak menolak. Satu-satunya batasan
adalah kasih, yang menempatkan perasaan pasangan kita diatas hasrat kita.
Ada
pemikiran Paulu bagi jemaat Korintus mengenai seks. “Janganlah kamu saling
menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu
mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup
bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan
bertarak.”12 Sebagian orang
Kristen kelihatannya memiliki pemikiran bahwa menjauhkan diri dari seks
merupakan kerohanian yang tinggi, bahwa orang percaya yang dipenuhi Roh tidak
tertarik dalam hal ini. Kadang istri menolak hak seks suaminya karena prilaku
seks mereka yang tidak Alkitabiah mengenai seks, atau sebagai pembalasan atas
ketidakadilan, atau mungkin menganggap diri terlalu rohani. Tapi Tuhan
menganggap itu sebagai pencurian—menghalangi kenikmatan yang sah. Sebaliknya,
bukanya rohani, penolakan menyediakan hubungan intim merupakan ketidak taatan
pada Tuhan dalam hal ini.
Mungkin
ada pantangan selama masa menstruasi istri. Mungkin ada periode waktu dengan
kesadaran bersama, pasangan tidak melakukannya untuk mendoakan masalah
tertentu. Mungkin ada saat dimana satu orang tidak ingin melakukannya.
Pasangannya tidak memaksakan itu tapi mengusahakan yang terbaik bagi yang
dikasihi. Tapi mereka akan kembali kepada hubungan normal dengan frekwensi yang
sesuai dengan mereka, kalau tidak setan akan menggoda mereka dalam perzinahan.
Kita telah
menyebutkan orang percaya yang dipenuhi Roh. Daripada menghindari kehidupan
seks yang memuaskan, mereka akan melakukannya. Saat Tuhan Yesus Kristus
mengontrol hidup kita sepenuhnya, kita tidak akan egois, dan tidak egois
merupakan kunci kehidupan seks yang memuaskan. Tidak egois menyebabkan
seseorang mengenali perbedaan antara pria dan wanita secara seks, kemudia memperlakukan
pasangannya sesuai dengan itu. Sebagai contoh, sudah umum bahwa melihat tubuh
wanita sudah bisa membangkitkan keinginan seks pria.
Wanita,
sebaliknya, umumnya berespon lebih lambat, dan lama dengan belaian. Seorang
istri janganlah terganggu dengan suaminya yang lebih cepat, dan juga suami
jangan marah karena istrinya kelihatannya tidak tertarik. Istri akan berespon
dengan baik; suami lebih sabar dalam memenuhi kebutuhan istri. Keduanya akan
menyadari bahwa ada saat dimana hasrat istri yag membawa kepuasan suami.
Membiarkan
Roh Kudus mengontrol hidup kita. Pengalaman seks yang paling berhasil berasal
dari hubungan yang hangat dan bertumbuh dihari-hari dan waktu sebelum seks. Roh
Kudus merupakan Pribadi yang bisa menolong kita mengembangkan keintiman ini.
Kasih yang memberi diri yang dihasilkanNya dalam hidup pasangan akan
mendekatkan mereka secara seksual, jadi mereka bisa menikmati hubungan yang
baik selama hari itu, daripada hanya egois ditempat tidur. Seks yang bertumbuh
alami dari kehangatan kasih hubungan ini merupakan seks terbaik. Kasih dari Roh
bisa memenuhi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan seks pasangan.
Bab ini
jelas tidak bertujuan menyediakan detil gambaran teknik seks. Ini hanya
bertujuan mendirikan prilaku yang benar terhadap seks dengan melihat apa yang
dikatakan Tuhan tentang hal ini. Prilaku yang tepat sebelum kita mulai
menggunakan teknik apapun dengan berhasil.
Jika kita
telah belajar dari Alkitab, kita melihat seks bukan hal memalukan, tapi kudus.
Alkitab bicara tentang itu dengan jelas dan jujur, dan demikian juga kita. Cara
terbaik menyelesaikan masalah ini adalah tetap membuka jalur komunikasi. Suami
dan istri perlu saling mengatakan dengan terus terang apa yang mereka sukai,
dan bagaimana perasaan mereka agar kehidupan seks mereka bisa meningkat.
Bicarakan hal ini dengan tenang dan saling mendoakan sehingga meluluhkan
halangan dan membuat seks menjadi
pengalaman indah seperti maksud Tuhan.
1 Genesis
1:27, 31; 2:24, KJV. 2 1
Corinthians 6:16. 3
Hebrews 13:4. 4 Proverbs
5:18,19, TLB. 5
Song of Solomon 4:10, KJV. 6
1 Thessalonians 4:3, KJV. 7
1 Thessalonians 4:6, KJV. 8
1 Corinthians 7:2, KJV. 9
1 Corinthians 7:3, TLB. 10
Song of Solomon 4:1-7; 6:4-9; 7:1-9. 11
Song of Solomon 5:10-16. 12
1 Corinthians 7:5, KJV.
http//bible.org/taxonomy.
Taxonomy upgrade extras:
Ad Category: General
Daftar pustaka
1.
Sebagin besar dari repleksi berdasar
kan alkitab nasarin dari perjanjian lama
da perjanjian baru (dari kaum imam)
2.
Pemikiran atau karangan para Romo
atu pendeta serta kaum awam.
3.
MEMELIHARA RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF KRISTENSamuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th
4.
Semua sunber dari
internet (google.com) da situs http://www.dakwatuna.com/2007/01/29/86/4-kunci-rumah-tangga-harmonis/#ixzz4aerHxSHG
Khotbah Ibadah Raya GBAP Bintang
Fajar Palangka Raya
Minggu, 12 April 2015
MEMELIHARA RUMAH TANGGA
DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th
Komentar
Posting Komentar