PERNIKAHAN BERDASAR BIBLIA


Kata pengantar
D
engan Rahmat dari Maha Kuasa,  saya bisa mengumpulkan beberapa  artikel untuk  meyusung menjadi sebuah  artikel yang merankup semua refleksi dari berbagai matery, saya berfikir bahwa artikel ini dari beberapa situs menjadi suatu pelajaran berharga atau bermakna bagi saudara-saudara yang berkeluarga atau berrumah tangga,  baik itu umat kristiani maupun non kristiani,  sebab suatu pengetahuan yang baik itu bukan untuk satu orang tetapi untuk semua yang membutuh.  Disini cuma refleksi orang Kristen saja tetapi ini juga suatu pelajaran bagi yang lain.
Saya mengatakan bahwa saya tertarik dengan beberapa artikel maka saya mengumpul, meyusung dengan rapi dan baik,  supaya bisa menarik perhatian para pembaca di setiap kalangan, dalam pikiran saya mengatakan zaman sekarang adalah suatu ancaman berat bagi yang sedang berkeluarga, kehancuran suatu keluarga sangat mudah karena di certa dengan kehadiran  kemajuan teknologi. Saya membandingkan dengan orang-orang  berkeluarga di era 70an sampai 2000 masih di katakan mendigan, tidak ada kata selingkuh terang-terangan atau berbaur sampai anak kecil, tetapi sekarang lain. Maka dengan hal itu saya sengaja mengumpulkan  artikel- artikel ini supaya bisa membantu  beban yang sedang berkeluarga dan yang mau berkeluarga atau mau menikah. Bahwa suatu pernikahan itu adalah  masalah cinta maka masalah perasaan juga, ketika perasaan memilih salah maka keluarga kurang bahagia bahkan tidak bertahan lama, orang Kristen sekali janji dihadapan Tuhan sampai seumur hidup,  maka PERNIKAHAN DAN KEHIDUPAN KELUARGA  sangat penting bagi yang berkeluarga dan yang mau berkeluarga. Kita bicara pernikahan  tentun ada pertanyaan apa PERNIKAHAN itu sebenarnya? Menurut kitab kejadian "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." Kej 2:24.  Artinya orang Kristen sekali nikah di hadapan Tuhan sampai seumur hidup tidak dimain-mainkan pernikahan itu, sebab pernikahan itu menyatukan dua jiwa menjadi satu,  sebab pansangan bukanlah boneka untuk nikah dan cerai. Oleh karena itu pernikahan adalah hubungan seumur hidup antara pria dan wanita. Pernikahan itu sendiri membawah dan memuaskan beberapa kebutuhan seperti  (1) kebutuhan akan mengasihi dan dikasihi, (2) kebutuhan akan persahabatan yang dalam, untuk saling berbagi sebagai teman, untuk kebutuhan biologis, (3) kebutuhan akan anak-anak atau keturunan, (4) kebutuhan untuk lepas dari kesendirian. Sebenarnya Pernikahan adalah menjadi cerminan dari cinta  kasih yang murni dari hati yang dalam sebab pernikahan  juga mencerminkan kasih Allah.
Bicara pernikahan adalah berbicara manusia dan tindakannya, sebab manusia itu adalah Citra Allah  yang berkehidupan sosial ditengah-tengah manusia yang lain atau komunitas yang lain. Sekali lagi buku ini adalah kumpulan dari artikel –artikel refleksi tentan pernikahan dan tangunjawab sebagai suami atau bapak dan seorang istri atau ibu.

Sekian dan terimah kasi.

Saya Nelys Santos.


MEMELIHARA RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF KRISTEN (I) [1]

“ Barangsiapa menggali lobang akan jatuh ke dalamnya,
dan barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular” (Pengkhotbah 10:8)
“(24:30) Aku melalui ladang seorang pemalas dan kebun anggur orang yang tidak berakal budi. (24:31)
Lihatlah, semua itu ditumbuhi onak, tanahnya tertutup dengan jeruju, dan temboknya sudah roboh. (24:32) Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran” (Amsal 24:30-32).


M
akna Pengkhotbah 10:8 di atas memberitahu kita pentingnya hikmat. Orang-
orang bodoh akan melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri, seperti yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan “barangsiapa menggali lubang akan jatuh kedalam lubangnya” dan “barangsiapa mendobrak tembok akan dipagut ular”. Sebaliknya, orang bijaksana terpelihara dari kerugian karena mereka mengetahui apa yang dapat terjadi dan dengan hati-hari menjauhi perangkap yang ada. Orang yang berhikmat selalu mempertimbangkan segala sesuatunya, termasuk resiko dan kesulitan sebelum melakukan sesuatu! Demikian juga kita dapat belajar dari hikmat Salomo dalam Amsal 24:30-32 di atas yang dituangkan dalam bentuk perumpamaan di bidang hortikultura. Disini Salomo menarasikan tentang ladang dan kebun anggur yang seluruhnya tertutup oleh rumput liar dan pagar sekelilingnya telah rubuh. Apa yang menyebabkan hal demikian terjadi pada ladang dan kebun anggur itu? Jawabannya tentulah karena ladang dan kebun itu sudah tidak dirawat, dipelihara dan diurus secara rutin. Dalam konteks ayat ini merupakan akibat yang dihubungkan dengan sifat seorang pemalas dan tidak berakal budi (Bandingkan Amsal 24:30,33-34).
Kisah tentang ladang dan kebun anggur yang tidak diurus dalam Amsal 24:30,33-34 di atas, bagi Salomo tidak berakhir begitu saja. Kita menemukan bagaimana perspektif Salomo ketika melihat ladang dan kebun anggur itu, Ia mengatakan, “Aku memandangnya, aku memperhatikannya, aku melihatnya dan menarik suatu pelajaran” (Amsal 24:32). Sebagiamana Salomo dapat menarik suatu pelajaran hanya dengan melihat dan memperhatikan keadaan ladang dan kebun anggur yang tidak terawat itu, demikian juga kita dapat mengambil hikmah dari pelajaran tersebut khususnya dihubungkan dengan memelihara rumah tangga. Hukum Termodinamika II mengatakan “walau ada cukup energi dalam alam raya yang tetap konstan, namun jumlah yang diperoleh untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat selalu berkurang (dan etropi, ukuran jumlah energi yang diperoleh makin bertambah). Semuanya lalu bergerak ke arah yang kurang teratur atau kekacauan yang bertambah”. Menurut ilmu pengetahuan alam, yang kita kenal sebagai hukum Termodinamika II bahwa segala sesuatu yang ada di dunia bersifat merosot atau berkurang. Contoh, batu baterai tanpa digunakan pun tenaga yang tersimpan di dalamnya akan semakin merosot. Gedung yang megah bila tidak dirawat akan menjadi lapuk dengan sendirinya. Taman bunga yang indah tanpa dirawat akan rusak dan dipenuhi semak belukar, sebagaiamana contoh kebun dan ladang dalam Amsal 24:30-32 di atas.
Demikian juga dengan hidup rumah tangga apabila tidak dipelihara akan rusak, walaupun pada mulanya serasi bila tidak dibina keindahannya akan merosot dengan sendirinya. Karena itu, dalam menjalani hidup berumah tangga, suami dan istri dituntut untuk menjadi orang yang bijaksana, berhikmat dan rajin dalam memelihara, merawat dan mengurus rumah tangganya agar tetap bahagia. Selanjutnya, Salomo dalam Amsal 14:1 mengatakan, “Perempuan yang bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya dengan tangannya sendiri”. Istri yang cakap adalah wanita yang cakap memelihara rumah tangganya. Tentu saja ini bukan hanya menjadi tanggung jawab sang istri. Sang suami pun harus ikut memikul tanggung jawab yang sama. Bersama-sama mereka harus memelihara rumah tangganya dalam pertolongan, anugerah dan kasih Tuhan.

Kembali ke kisah ladang dan kebun anggur di atas. Sebaliknya, agar ladang dan kebun anggur (atau kebun apa saja) menjadi ladang dan kebun yang baik maka ada beberapa hal yang perlu di perhatikan antara lain : (1) Tanahnya harus dibersihkan dan digarap; (2) Harus ditanami dengan bibit yang baik, bahkan yang terbaik; (3) Diberi air (pengairan) yang cukup dan diberi pupuk; (4) Sekelilingnya di beri pagar agar tidak diganggu hewan ternak atau binatang liar dari luar; (5) Harus secara rutin diawasi dan dirawat untuk memastikan tanaman tumbuh dengan baik, cukup air dan pupuk, serta membuang rumput-rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman. Demikian juga dengan rumah tangga. Karena itu, untuk memelihara rumah tangga agar berhasil dan berbahagia maka ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan. Keberhasil dan berbahagiaan itu tidak terjadi secara otomatis, melainkan harus diupayakan oleh suami, istri, dan seluruh anggota keluarga dalam rumah tangga. Karena itu di dalam sesi ini ada beberapa hal utama yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh suami dan istri, serta anggota keluarga lainnya dalam rangka memelihara rumah tangga agar berhasil dan berbahagia, yaitu : (1) Menaati prinsip-prinsip firman Tuhan sebagai dasar dan pedoman bagi pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang sehat dan kokoh; (2) Menerapkan otoritas dan Hirarki yang sesuai dengan kehendak Tuhan dalam rumah tangga; (3) memahami kebutuhan utama suami dan istri dalam rumah tangga untuk memenuhinya; (4) Memahami relasi dalam rumah tangga dan menjalankan tanggung jawab dalam relasi tersebut; (5) Menumbuhkan dan mengembangkan cinta dan komitmen dalam pernikahan dan rumah tangga; (6) Saran-saran Alkitabiah dan Praktis dalam memelihara pernikahan dan rumah tangga.

PENGERTIAN MEMELIHARA RUMAH TANGGA KRISTEN

K
ata “memelihara” berarti “merawat, mengurus, menjaga, dan mengusahakan”. Sedangkan “rumah tangga” berarti “tempat tinggal, urusan rumah, kehidupan di rumah, dan keluarga”. Jadi yang dimaksud rumah tangga adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu keluarga. Dengan demikian yang dimaksud dengan memelihara rumah tangga adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas merawat, menjaga dan mengurus urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan rumah tangga Kristen adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan rumah atau kehidupan di rumah dalam suatu keluarga yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.
Rumah tangga selalu dihubungkan dengan keluarga. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pustaka Phoenix) mengartikan keluarga sebagai : (1) Kaum kerabat atau sanak saudara; (2) Satuan kekerabatan dasar dalam suatu masyarakat; (3) Bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri dari ibu bapa dan anak-anaknya. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut di atas, maka disini yang dimaksud dengan keluarga dibatasi pada pengertian yang ketiga. Dengan demikian yang kita maksudkan dengan keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan “keluarga batih”, yaitu keluarga kecil atau keluarga inti. Selain keluarga batih atau keluarga inti, ada juga yang disebut “keluarga gabungan”, atau keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) suami maupun istri. Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama yang dibentuk oleh Allah.

Istilah yang digunakan dalam Perjanjian Baru untuk keluarga adalah kata Yunani “patria”, yang berarti “keluarga dari sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan”. Dalam pengunaannya, kata “patria” ini lebih menekankan asal-usul keluarga dan lebih menunjukkan kepada bapak leluhur suatu keluarga. Kata “patria” disebutkan hanya 3 kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini digunakan dalam Lukas 2:4, dimana disebutkan bahwa Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan (patria) Daud, yaitu garis keturunannya secara biologis. Kisah Para Rasul 3:25 juga menggunakan istilah ini untuk menerjemahkan janji Allah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua bangsa (patria) di muka bumi akan diberkati. Paulus di dalam Efesus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan (patria) yang di dalam sorga dan di atas bumi menerima namanya” (Efesus 3:14-15). Kata Yunani lainnya untuk keluarga adalah “oikos” (bentuk tunggal; bentuk jamanya “oikia”). Kata ini lebih umum daripada kata “patria”. Kata ini dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Dalam arti ini, kata “oikos” searti dengan kata Ibrani “bayit” dalam Perjanjian Lama. Dalam dunia Yunani-Romawi, “oikos” dipahami sebagai sebuah unit sosial yang lebih luas. Unit sosial itu tidak hanya mencakup sanak keluarga sedarah, tetapi juga orang lain yang tidak sedarah seperti para budak, pekerja, dan orang-orang yang bersandar pada seorang kepala rumah tangga.





FIRMAN TUHAN : DASAR RUMAH TANGGA KRISTEN YANG SEHAT DAN KOKOH

P
ernikahan Kristen didefisinisikan sebagai berikut: “hubungan eksklusif antara satu laki-laki dan satu perempuan, dimana keduanya menjadi ‘satu daging’, disatukan secara fisik, emosional, intelektual, dan spiritual; dijamin melalui sumpah sakral dan ikatan perjanjian serta dimaksudkan untuk seumur hidup”. Definisi ini didasarkan pada pernyataan Alkitab dalam Kejadian 1:24; Matius 19:5; Markus 10:7; Efesus 5:31. Berdasarkan definisi tersebut ada lima esensi dari pernikahan Kristen, yaitu (1) Pernikahan merupakan suatu lembaga yang dibuat dan ditetapkan Allah bagi manusia sesuai kebutuhan (Matius 19:4,8); (2) Pernikahan merupakan hubungan yang eksklusif antara seorang pria dan seorang wanita (Matius 19:5,6); (3) Pernikahan merupakan pertemuan dan hubungan antar pribadi yang paling intim (Matius 19:5,6); (4) Pernikahan merupakan suatu kovenan yang bersifat mengikat (Matius 19:5); (5) Pernikahan bersifat permanen dan merupakan suatu komitmen kesetiaan seumur hidup (Matius 19:6). Kelima hal terebut benar-benar merupakan esensi dari pernikahan Kristen yang Alkitabiah.
Sebuah keluarga Kristen terbentuk dan dimulai ketika seorang pria dan seorang wanita mengambil keputusan untuk hidup bersama dalam pernikahan. Ikatan hidup bersama ini harus mempunyai dasar yang kuat. Dasar pernikahan Kristen yang kuat adalah firman Tuhan (Matius 7:27). Pernikahan yang didasari firman Tuhan digambarkan seperti membangun rumah yang kokoh di atas batu karang. Sedangkan bila tidak didasari firman Tuhan digambar seperti membangun rumah di atas pasir yang mudah roboh. Dengan dasar firman Tuhanlah, suami dan istri membentuk keluarga (rumah tangga) melalui pernikahan. Jadi, Tuhan telah memberikan firmanNya, yaitu Alkitab sebagai pedoman yang paling tepat bagi pernikahan dan rumah tangga Kristen agar berhasil (berbahagia) seperti yang Tuhan rencanakan.

Tuhan Yesus mengakui bahwa kita memerlukan makanan ketika Ia mengatakan ”Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firmn yang keluar dari mulut Allah” (Matius 4:4). Namun ayat ini mengingatkan bahwa manusia hidup tidak hanya dari makanan jasmani saja, melainkan “επι παντι ρηματι εκπορευομενω δια στοματος θεου-epi panti rhêmati ekporeuomenô dia stomatos theou” yang diterjemahkan “dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah”. Kata “firman” dalam ayat ini berasal dari kata Yunani “rhêmati” yang lebih tepat diterjemahkan dengan “perkataan”. Disini, kata "ρηματι-rhêmati" adalah bentuk datif (obyek tidak langsung, tunggal dan netral) dari “ρημα-rhêma yang berarti “kata yang diucapkan melalui mulut”, atau secara harafiah berarti “perkataan".

Karena kita mengakui Allah sebagai Pencipta kita, maka kita juga harus mengakui bahwa Dia mempunyai hak, kedaulatan dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan dari ciptaanNya, karena Dialah sang Pencipta dan Tuhan. Karena Dia yang menciptakan kita maka kita yakin bahwa Dia mengetahui keadaan kita sampai yang sekecil-sekecil (Bandingkan Matius 10:29-30). Karena Dia mengetahui setepat-tepatnya kebutuhan kita, dan ketika Ia memberikan sebuah buku pedoman (petujuk manual), yaitu Alkitab bagi kita, maka kita dapat percaya kepada apa yang dikatakan Alkitab kepada kita. Sebagai contoh : Apabila kita membeli sebuah mobil, kita akan menerima sebuah buku petunjuk yang diterbitkan oleh pabrik yang membuat mobil tersebut. Kita dapat yakin sepenuh bahwa petunjuk-petunjuk yang tertulis dalam buku itu adalah tepat. Misalnya, jika buku itu mengharuskan pemakaian bensin sebagai bahan bakar mobil, maka kita tidak dapat bertindak sekehendak hati kita dengan mengisi solar sebagai penggantinya. Jika kita memaksa mengisi bahan bakar solar maka cepat atau lambat mobil akan mogok atau mengalami masalah. Demikian juga dengan kita, Allah yang menciptakan kita telah memberikan firmanNya bagi kita, jika kita mengabaikan petujuk-petunjuk dalam firmanNya, maka cepat atau lambat hidup kita akan mengalami masalah bahkan “kematian”. Selanjutnya Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35). Dengan demikian Tuhan Yesus hendak menyatakan kekekalan dari fiman Tuhan. Walau langit dan bumi lenyap, namun firman Allah akan tetap berlaku. Firman Allah berlaku dari dulu, sekarang, dan yang akan datang. (bandingkan Mazmur 119:89). Jadi firman Allah bukan hanya menjadi pedoman bagi rumah tangga kita tetapi juga untuk setiap aspek hidup kita sehingga terpelihara seperti yang dikehendakiNya (bandingkan Ibrani 1:1-3).


PENGATURAN OTORITAS DAN HIRARKI DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN

O
toritas adalah wewenang, hak atau kuasa untuk mewajibkan kepatuhan. Dari segi iman Kristen, Allah mempunyai hak, kedaulatan dan kuasa tertinggi untuk menuntut kepatuhan dari ciptaan, karena Dialah sang Pencipta dan Tuhan segala bangsa. Allah juga berdaulat menetapkan semua otoritas yang ada, baik orang tua, pemerintah, atasan dalam pekerjaan, dan pemimpin rohani. Alkitab menyatakan “Hanya Engkau adalah TUHAN! Engkau telah menjadikan langit, ya langit segala langit dengan segala bala tentaranya, dan bumi dengan segala yang ada di atasnya, dan laut dengan segala yang ada di dalamnya. Engkau memberi hidup kepada semuanya itu dan bala tentara langit sujud menyembah kepada-Mu” (Nehemia 9:6; Bandingkan Kejadian 1).
Kecenderungan banyak orang adalah independen, tidak bergantung dan bertanggung jawab kepada siapa pun. Dengan demikian, merasa bebas berbuat sekehendaknya sendiri, tanpa pengayoman dan pengawasan. Inilah awal dari kekacauan dan bencana! Mengapa? Karena Alkitab menyatakan bahwa Allah menetapkan seseorang atau beberapa orang di atas kita untuk kebaikan kita. Mereka seperti payung yang melindungi kita. Payung-payung tersebut adalah otoritas yang telah ditetapkan Allah dalam kehidupan kita. Apapun warna payung itu, berapapun besar payung itu, bahkan seandainya payung itu berlubang, hendaknya kita jangan keluar dari payung itu. Payung otoritas itu bisa merupakan bentuk hubungan vertikal antara suami dan istri (Efesus 5:22-23), orang tua dan anak (Efesus 6:1-3), pemerintah dan masyarakat (Roma 13:1-5), atasan dan bawahan dalam pekerjaan (Efesus 6:5-8), para pemimpin rohani dan jemaat (Ibrani 13:7,17). Ayat-ayat yang disebutkan diatas merupakan dasar bagi pemberlakuan otoritas dan hirarki dalam berbagai bentuk relasi, termasuk dalam rumah tangga.
1. Otoritas dan Hirarki Dalam Rumah Tangga. Sebelum menikah, seorang pria dan seorang wanita berada di bawah otoritas orang tua atau walinya. Setelah upacara pernikahan, seorang pria sebagai suami diperintahkan untuk memiliki otoritas yang lain atas seorang wanita, yaitu istrinya sendiri. Rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Korintus 11:3). Jadi Allah telah menetapkan suatu hirarki dalam lembaga pernikhan Kristen, pertama-tama suami harus tunduk kepada Kristus karena kepala dari pria adalah Kristus. Kemudian, sebagaimana suami tunduk kepada Kristus demikian juga hendaknya istri tunduk kepada suaminya, dan mengizinkan suami bertanggung jawab bagi dirinya. Inilah prinsip otoritas dan hirarki yang benar menurut firman Tuhan bagi pernikahan dan rumah tangga Kristen, secara berturut-turut sebagai berikut : Kepala dari Kristus ialah Allah, kepala dari laki-laki ialah Kristus, kepala dari istri ialah suami, kepala dari anak-anak adalah ayah dan ibu (orang tua).
Namun, karena kekerasan hati manusia, dan dalam budaya masyarakat tertentu prinsip otoritas dan hirarki dalam keluarga (rumah tangga) ini telah diabaikan, diselewengkan dan diputarbalikan. Sebagai contoh berikut ini beberapa bentuk hirarki yang salah dalam keluarga, yaitu : (1) Menempatkan otoritas Istri di atas suami dan anak-anak dalam hirarki keluarga; (2) Menempatkan otoritas anak di atas suami atau istri dalam hirarki keluarga; (3) Menempatkan otoritas orang tua di atas suami atau istri dalam hirarki keluarga; (4) Menempatkan otoritas pendeta di atas suami atau istri dalam hirarki keluarga; (5) Menempatkan suami, istri atau anak di atas Kristus dalam hirarki keluarga. Kelima contoh hirarki di atas salah dan bertentangan dengan yang diajarkan Alkitab. Pengabaian, penyelewengan, dan pemutarbalikan terhadap otoritas dan hirarki yang sesuai dengan firman Tuhan merupakan penyebab utama dari banyaknya kekakacauan dalam pernikahan dan rumah tangga Kristen.
2. Sikap orang Kristen Terhadap Otoritas. Ada dua sikap orang Kristen, terhadap otoritas. (1) Secara positif, sikap orang Kristen terhadap otoritas adalah tunduk dan taat. Sikap ini kita sebut sebagai respon yang benar terhadap otoritas. Tunduk artinya menerima dan menghormati otoritas yang di atas kita. Taat artinya melakukan perintah selama otoritas di atas kita tersebut tidak membawa kita berbuat dosa, sesuai aturan kebenaran dan sesuai dengan firman Tuhan. (2) Secara negatif, sikap yang harus dihindari orang Kristen terhadap otoritas adalah penyalahgunaan otoritas dan melawan otoritas. Sikap ini kita sebut sebagai reaksi yang salah terhadap otoritas. Penyalahgunaan otoritas terjadi saat seseorang menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan yang salah; atau saat ia bertindak sewenang-wenang terhadap yang seharusnya dipimpin dan diayomi. Sedangkan melawan otoritas dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu: egoisme dan pemberontakan. Egoisme adalah sikap mementingkan diri sendiri, sulit diatur dan tidak mengikuti aturan, lebih mengutamakan perasaan dan keinginan sendiri; Sedangkan pemberontakan yaitu sikap konfrotasi terhadap otoritas yang disebabkan berbagai hal seperti kekecewaan dan atau ketidakpuasan terhadap otoritas, sehingga menghasilkan gosip, penghakiman dan konflik yang tak terselesaikan.
Pemberontakan terhadap otoritas merupakan penyebab kekakacauan! Sebagai contoh, seorang istri yang tidak mau tunduk pada otoritas suaminya atau seorang suami yang tidak mau tunduk pada otoritas Kristus telah menjadi penyebab utama kekacauan dalam rumah tangga. Rasul Paulus mengingatkan, “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah” (1 Korintus 11:3). Jadi, pertama-tama suami harus tunduk kepada Kristus karena kepala dari pria adalah Kristus. Kemudian, sebagaimana suami tunduk kepada Kristus demikian juga hendaknya istri tunduk kepada suaminya, dan mengizinkan suami bertanggung jawab bagi dirinya. Tetapi, perkataan “istri tunduk pada suami” bukan berarti suami boleh sewenang-wenang dan berbuat sembarang terhadap istrinya melainkan disini keistimewaan yang diberikan Tuhan, yaitu kedudukannya sebagai kepala. Kata Yunani untuk “kepala” adalah “kephale” yang berarti “memerintah” dan “otoritas” yang bermakna “tanggung jawab”. Tunduk pada suami adalah pengaturan yang ditetapkan Tuhan agar istri dapat memberi rasa hormat pada suaminya.
3. Sikap Yang Perlu Dikembangkan Sehubungan dengan Otoritas. Pada umumnya, semakin dekat kita dengan seseorang, semakin banyak hal yang dapat kita pelajari dari mereka. Namun, kedekatan hubungan itu juga membuat kita mengetahui kelemahan mereka. Akhirnya, muncul kekecewaan jika kita hanya melihat kelemahan tersebut. Sebaliknya, justru dengan mengetahui kelemahan mereka tersebut, ini merupakan proses yang baik sehingga hubungan yang kita jalin menjadi lebih realistis. Hal sama juga dapat terjadi dalam hubungan keluarga orang tua dan anak, pemimpin rohani dan jemaat, dan lainnya. Karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, ada dua sikap yang perlu kita kembangkan yaitu: (1) Tetaplah berada dalam payung otoritas, artinya jangan memberontak terhadap otoritas apalagi keluar dari otoritas. (2) Bila ada kesalahan atau kelemahan otoritas tetaplah menjadi orang-orang yang bertanggung jawab, memelihara integritas diri, dan tunduk pada otoritas. Bila perlu ada koreksi sampaikan dengan sikap hormat dan tunduk. Tunduk pada otoritas bukan berarti kita harus menaati hal yang salah. Kita perlu menaati hal yang benar, tetapi menolak perintah yang salah yang bertentangan dengan aturan kebenaran dan firman Tuhan.

MEMAHAMI DAN MEMENUHI KEBUTUHAN UTAMA SUAMI DAN ISTRI

A
da yang berpikir bahwa kebutuhan utama seorang istri adalah harta, sementara kebutuhan utama seorang suami adalah seks (Catatan: Pada kesempatan lainnya saya akan membahas tentang harta dan seks dalam rumha tangga). Tidak dapat disangkal bahwa baik suami dan istri, keduanya memerlukan harta dan seks, sebagaimana orang lainnya juga memerlukannya. Namun kedua hal tersebut bukanlah yang utama yang dibutuhkan suami dan istri agar pernikahan mereka berhasil (berbahagia). Realitanya menunjukkan ada banyak orang yang kaya dan harta melimpah namun tidak berbahagia, sebaliknya ada orang yang hanya berkecukupan namun bisa berbahagia. Demikian juga ada orang-orang yang tidak menikah namun bisa berbahagia, seperti rasul Paulus. Walaupun seks diciptakan oleh Allah untuk relasi, prokreasi dan rekreasi, namun seks bukanlah segalanya. Kristus mengatakan, “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga” (Matius 19:11). Karena itu, harta dan seks bukanlah jaminan bagi kebahagiaan suatu rumah tangga.
Jika demikian halnya, apakah yang menajdi kebutuhan utama suami dan istri yang harus terpenuhi? Rasul Paulus dalam Efesus 5:22-25 menjelaskan bentuk relasi suami dan istri, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”. Pertanyaan pentingnya adalah mengapa Paulus memberi perintah “istri tunduk kepada suami” dan “suami mengasihi Istri?” Bahkan perintah ini diulangi lagi dalam Kolose 3:18-19, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia”.
Harus dimengerti, seorang suami yang dihormati oleh istrinya akan merasa hidupnya lebih berarti. Sebaliknya, jika suami kurang dihormati oleh istrinya, maka ia merasa hidup kurang berarti. Tetapi, perintah rasul Paulus bahwa “istri tunduk pada suami” bukan berarti seorang suami boleh bertindak sewenang-wenang dan berbuat sembarangan terhadap istrinya melainkan disini keistimewaan yang diberikan Tuhan, yaitu kedudukannya sebagai kepala. Kata Yunani untuk “kepala” adalah “kephale” yang berarti “memerintah” dan “otoritas” yang bermakna “tanggung jawab”. Tunduk pada suami adalah pengaturan yang ditetapkan Tuhan agar istri dapat memberi rasa hormat pada suaminya. Sikap tunduk dan hormat inilah yang dibutuhkan suami dari istrinya (Efesus 5:33).
Sebaliknya, perlu juga dimengerti, bahwa istri lebih mementingkan cinta kasih, itu sebabnya diperintahkan agar “suami mengasihi istri”. Cinta adalah segala-galanya bagi istri, melebihi apapun; tetapi bukan berarti ia tidak memerlukan hormat atau penghargaan. Seorang wanita merasa dihargai, apabila suaminya mencintainya. Dapat dikatakan bahwa cinta kasih nampaknya merupakan seluruh hidup dari istri, tetapi hanya sebagian dari hidup pria. Ini bukan berarti pria tidak memerlukan cinta, atau bukan berarti cinta seorang pria (suami) boleh dibagi kepada beberapa orang, tetapi justru seutuhnya dari yang sebagian ini hanya diberikan kepada istrinya.
Jadi kita melihat, bahwa yang paling dibutuhkan pria adalah dihormati, sedang bagi wanita yang dibutuhkan adalah diperhatikan dan disayangi. Dan kebutuhan ini bisa di dapat dari pasangan masing-masing. Sebab itu suami dan istri masing-masing bisa mengoreksi diri. Istri perlu bertanya “apakah aku telah mengormati suamiku dalam segala hal?” dan suami perlu bertanya “apakah aku telah menyayangi istriku dengan sepenuhnya? “ Ini adalah suatu pertanyaan yang besar bagi suami dan istri, karena menurut rasul Paulus hal ini merupakan misteri yang besar! Sesungguhnya pernikahan merupakan metafora dari hubungan Kristus dan jemaatNya (Efesus 5:22).

RELASI DAN TANGGUNG JAWAB DALAM RUMAH TANGGA KRISTEN

S
etelah mengetahui perihal otoritas dan hirarki dalam pernikahan dan rumah Kristen, maka pertanyaan selanjutnya adalah “bagaimanakah bentuk relasi dan tanggung jawab dalam pernikahan dan rumah Kristen? Bagaimanakah bentuk hubungan antara suami dan istri, orang tua dengan anak, dan anak dengan orang tua? Untuk mengetahui bentuk relasi ini dapat dilihat dalam Efesus 5:22-23; 6:1-4; Kolose 3:18-21. Berdasarkan ayat-ayat tersebut bentuk relasi dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1) Suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; 2) Istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal; 3) Orang tua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya; 4) Anak-anak menghormati dan menaati orang tuanya.
1. Relasi dan Tanggung Jawab Suami dan Istri. Pernyataan rasul Paulus tentang bentuk relasi antara suami dan istri, sesuai Efesus 5:22-23 dan Kolose 3:18-19, dapat diringkas sebagai berikut, “suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; sedangkan istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal”. Istri tunduk kepada suami bukan didorong oleh rasa takut tetapi oleh rasa hormat. Suami diperintahkan untuk mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat. Kasih Kristus kepada jemaat adalah kasih yang penuh pengorbanan. Demikian juga suami harus mengasihi istrinya dengan kasih yang penuh pengorbanan.
Berdasarkan relasi di atas, suami maupun istri memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tanggung jawab suami terhadap istri yang berhubungan dengan mengasihinya ialah: Memberi perhatian dan menyayangi istrinya; memelihara dan melindungi istri; menerima dan menghargai istri; peduli dan penuh penegretian; memimpin istri dan berkorban baginya. Tanggung jawab istri terhadap suami yang berhubungan dengan tunduk kepadanya ialah: mendukung dan menolong suami; menerima dan mengagumi suami; mempercayai dan menaati suami ; menghormati dan lebih menghormati suami. Selanjutnya relasi ini dapat dikembangkan oleh suami dan istri dengan cara: menjadi teman dan sahabat; saling melayani dan merawat; dan mengatur seisi rumah; rendah hati dan murah hati; memperhatikan pertumbuhan pribadi lebih dari hal lahiriah; dan sebagainya (bandingkan 1 Korintus 13:1-8; 1 Petrus 3:1-7).
2. Relasi dan Tanggung Jawab Orang Tua dan Anak. Secara khusus, dengan hadirnya anak sebagai karunia dari Tuhan, relasi suami dan istri dalam keluarga akan bertambah. Kehadiran anak akan membentuk relasi orang tua dengan anak. Suami dan istri yang telah mempunyai anak, kini menjadi orang tua. Relasi ini disertai suatu tanggung jawab, yaitu tanggung jawab orang tua terhadap anak dan tanggung jawab anak-anak terhadap orang tua. Rasul Paulus mengingatkan, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. (Efesus 6:1-4). Hal yang sama disampaikan rasul Paulus dalam Kolose 3:20-21, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya”.
Berdasarkan ayat-ayat firman Tuhan di atas, tanggung Jawab orang tua terhadap anak-anaknya antara lain: (1) merencanakan masa depan mereka; (2) merawat dan memelihara mereka; (3) mengasuh dan mencukupi kebutuhan mereka; (4) mengasihi mereka; (5) mengajar, mendidik, dan membimbing mereka; (6) memberi teladan dan bersaksi bagi mereka. Sedangkan tanggung jawab anak terhadap orang tua antara lain: (1) membantu orang tua dalam memelihara seisi rumah; (2) mengerjakan tugas-tugas yang diberikan orang tua; (3) belajar dibawah bimbingan orang tua; serta (4) menghormati dan menaati orang tua.

PENTINGNYA CINTA DAN KOMITMEN
C
inta dan komitmen merupakan hal yang penting dalam sebuah rumah tangga (pernikahan) yang sehat. Saat ini, cinta dan komitmen nampaknya telah diabaikan dalam banyak pernikahan, termasuk pernikahan Kristen. Terlalu sering kehidupan pernikahan yang bermasalah diakhiri dengan perceraian! Gery Rosberg, seorang konselor pernikahan dan keluarga dalam bukunya Divorce-Proof Your Marriage yang terbit di tahun 2002 menuliskan keprihatinannya tentang tingginya angka perceraian di Amerika. Dalam buku tersebut Gery Rosberg mengungkapkan fakta bahwa saat ini di Amerika Serikat : 43 % dari semua pernikahan pertama berakhir dengan perceraian. Sekitar 60 % dari pernikahan kedua mengalami nasib yang sama. Menurut penelitiannya, Angka perceraian di Amerika mencapai dua kali lipat angka perceraian di Perancis atau Jerman dan tiga kali lipat angka perceraian di Jepang. Yang lebih memprihatikan adalah kenyataan bahwa negara-negera tersebut pada umumnya memiliki lebih sedikit orang Kristen dibandingkan Ameria Serikat. Hanya Inggris yang mempunyai tingkat perceraian sebanding dengan Amerika, namun keadaan di Inggris tersebut baru muncul pada tahun 1996.[1]
Cinta dan komiten harus berjalan bersama-sama dalam pernikahan yang sehat. Seperti kata pepetah, sama seperti kuda dan keretanya, tanpa cinta komtmen dalam sebuah pernikahan hanya akan berjalan ditempat. Jika Cinta dan komitmen dalam pernikahan dapat diibaratkan seperti satu mata uang dengan dua sisi. Kehilangan salah satu sisi dapat menyebabkan ketidak-utuhan dalam rumah tangga. Komitmen merupakan pagar (pelindung) bagi pernikahan. Cinta tanpa komitmen dalam sebuah pernikahan akan menyebabkan ketidakpastian dan memberi peluang bagi ketidaksetiaan (perselingkungan) yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perceraian. Menurut catatan koes Irianto “50 % dari seluruh pernikahan di Amerika Serikat menghasilkan perceraian dalam dua tahun pertama, dengan alasan perselingkungan (ketidaksetiaan) oleh salah satu pasangannya”.[2] Sementara itu, H. Dale Burke telah mencatat bahwa 40 % pernikahan Kristen di Amerika terjamah oleh pengkhianatan dengan berbagai cara, saat suami istri mencapai usia 40 tahun. [3] Sedangkan cinta merupakan jantung (kehidupan) pernikahan. Komitmen tanpa cinta dalam sebuah pernikahan akan menjadikan sebuah pernikahan kaku, tanpa rasa, dan dijalani dengan terpaksa, yang akhirnya mengakibatkan “matinya” pernikahan. Karena itu mengabaikan satu dari kedua hal tersebut bisa berbahaya bagi pernikahan yang sehat, apalagi jika mengabaikan keduanya, akan menjadi sangat berbahaya!.

Empat Kunci Rumah Tangga Harmonis
H
armonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi.
Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi, jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.
Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.
Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.
Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.
Ada empat hal yang mesti diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga.keempatnya adalah:
1. Jangan melihat ke belakang
Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.
Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.
Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.
2. Berpikir objektif
Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.
Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.
Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.
Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.
3. Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya
Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.
Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu.
Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.
4. Sertakan sakralitas berumah tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi.
Lakukanlah pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan terlihat di depan mata. Insya Allah [2]

Menikah Untuk Mengasihi (Marriage Is for Love -Indonesian)[3]
Bisakah Dua Orang Hidup Bersama?
J
onh baru saja kembali dari bulan madu, tapi sekarang dia berada disini, menuangkan cerita menyedihkannya. Pernikahannya tidak seperti yang diharapkan. Semarak pacaran waktu lalu sudah memudar. Perhatian Bob berubah menjadi tuntutan yang tidak masuk akal dan kritik, dan dia merasa kepahitan muncul dalam hatinya. Saya tidak terkejut mendengar pernikahan lainnya juga ada dalam masalah, tapi….secepat itu? Walau cepatnya masalah Bob dan Sue merupakan pengecualian,
kenyataannya sangat mirip. Mari kita hadapi hal ini—institusi pernikahan mengalami masa sulit. Psikiatris, psikolog, dan sosiolog mengajarkan kita bahwa fondasi keluarga yang baik sudah hancur, dan seluruh institusi terancam hancur. Statistik kelihatannya menunjukan hal ini. Di tahun 1900 satu dari 12 pernikahan berakhir dengan perceraian. Di tahun 1922 jumlah meningkat menjadi satu dari 8. Sekarang sekitar satu dari 3 pernikahan berakhir dengan perceraian! Karena kebanyakan pernikahan menghasilkan luka yang mempengaruhi generasi berikutnya, prospeknya lebih suram dimasa depan.
Ada lagi. Laporan sensus menunjukan jumlah menakutkan dari suami dan istri yang hidup terpisah. Menambah laporan ini, ribuan pasangan yang hidup bersama tapi secara roh terpisah, dan pandangannya semakin kabur. Kadang keluarga ini mengakui ada pertengkaran, dan kadang terjadi gencatan senjata—suami pergi menurut jalannya dan istrinya kejalan lain, dan tidak pernah bertemu! Mereka tetap menikah untuk anak mereka atau untuk reputasi, tapi tidak menikmati berkat dari surga dan merasakan neraka dibumi. Setelah menginterview 2.000 pasangan menikah, seorang konselor pernikahan yang dikenal melaporkan kalau sekitar 70 persen wanita dan 60 persen pria tidak mau menikah lagi dengan pasangan yang sama jika tidak mereka tidak mau menikah sama sekali! Sebagai seorang pastor, saya bisa mengatakan bahwa keluarga
Kristen tidak terbebas dari hal ini. Kita mendengar ketidaksetiaan pernikahan diantara orang Kristen, atau kesakitan dan kepahitan antar pasangan, kemarahan yang tercurah, saat-saat tidak saling bicara, kritik dan kasih sayang yang menurun. Semua ini merupakan gejala keluarga sakit. Mereka merupakan iklan buruk dari kedamaian, tujuan, kuasa yang Yesus tawarkan. Untuk Kristus, juga untuk kita, kita perlu memberikan perhatian serius bagi pernikahan.
Apa yang menyebabkan kehancuran keluarga? Sosiolog mengusulkan beberapa alasan:
(1) Mobilitas. Satu dari 3 keluarga dimana suami dibawa 35 berpindah tiap tahun. Ini cenderung melahirkan ketidakamanan dan ketidakstabilan.
(2) Manusia semakin tidak dipandang semestinya dalam masyarakat yang sudah terkomputerisasi. Kesepian, tidak ada tujuan, frustrasi, dan mengasihani diri yang jelas tidak kondusif bagi pernikahan yang berhasil.
(3) Revolusi Seks. Seks sebelum dan diluar pernikahan merupakan salah satu kekuatan yang menghancurkan pernikahan sekarang ini.
(4) Kekayaan. Budaya materialistic kita menghilangkan hubungan antar pribadi yang dibutuhkan bagi keluarga bahagia.
(5) Meningkatnya kelonggaran dalam mendidik anak. Kita menghasilkan generasi yang tidak disiplin yang kurang diperlengkapi bagi pernikahan yang berhasil.
(6) Radio dan TV. Gambaran kasih yang dangkal dan kekerasan membuat kehidupan keluarga menjadi sulit.
Serangan bertubi-tubi atas keluarga ini bukanlah kejutan. Alkitab mengajarkan kalau pernikahan merupakan institusi ilahi. Kenyataannya, ini merupakan institusi pertama yang didirikan Tuhan. Dia melihatnya sebagai elemen penting dalam mencapai tujuanNya bagi umat manusia. Untuk alasan ini iblis pasti menyerangnya. Bagaimanapun, serangannya tidak perlu berhasil. Tuhan meneguhkan pernikahan untuk dibuat berhasil! Keluarga anda bisa menjadi keluarga Kristen yang bahagia jika anda belajar dan mempraktekan prinsip pernikahan. Saya percaya setiap suami dan istri yang normal bisa menikmati pernikahan yang bahagia jika mereka belajar apa yang diajarkan Alkitab dan melakukannya. Setiap hal penting untuk membangun keluarga yang berhasil ditemukan dalam Alkitab. Prinsip Alkitab ini akan menjadi sangat bernilai hanya jika keduanya memperlajarinya dan meminta kuasa Tuhan untuk bisa mentaatinya. Bahkan jika hanya salah satu saja yang taat, ada perkembangan yang luar biasa dalam pernikahan, dan ketaatannya tidak percuma! Jika keduanya melakukannya, keluarga mereka bisa merasakan sedikit rasanya surga.
Di hari Natal, 6 bulan sebelum menikah, tunangan saya memberikan Alkitab baru yang dituliskan ayat dari PL: “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?”1 Ini awalnya diucapkan Tuhan pada bangsa Israel, tapi juga mengandung pesan untuk setiap pasangan yang ingin menikmati pernikahan yang berhasil pada masa ini. Keduanya harus setuju melakukan bagiannya dihadapan Tuhan. Anda mungkin bisa berjalan bersama sepanjang waktu sebelum kembali pada Yesus Kristus! Bergandeng tangan dengan pasangan anda dan berkata, “dengan pertolongan Kristus aku ingin membuat pernikahan ini dan keluarga ini memuliakan Tuhan.”
Hati saya memikirkan tentang orang Kristen yang menikah dengan orang tidak percaya. Mereka tidak akan bisa sepenuhnya setuju, karena salah satunya ada Kristus dan yang lainnya tidak. Kadang orang Kristen bisa ada dalam keadaan ini karena mereka percaya Kristus setelah mereka menikah. Jika mereka dengan setia taat pada petunjuk Tuhan akan pernikahan, mereka bisa membimbing pasangannya kepada Juruselamat.
Tapi kata-kata peringatan diperlukan agar orang Kristen bisa memikirkan dengan sungguh akan pernikahan. Sangat bodoh bagi orang percaya yang dengan sadar dan mau menikah dengan orang tidak percaya. Firman Tuhan jelas melarang itu, dan orang Kristen yang tidak taat tidak bisa mengharapkan berkat dalam pernikahannya. Rasul Paulus menekankah para janda jika mereka menikah kembali, “harus dalam Tuhan.”2 Paulus juga memberikan perintah yang spesifik, didalamnya hubungan pernikahan: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?”3 Paulus menggambarkan dari PL tentang larangan menyatukan dua binatang berbeda seperti lembu jantan dan keledai.4 Karena binatang itu tidak sesuai, menyatukan mereka sesuatu yang tidak adil. Untuk alasan yang sama kita juga tidak boleh.
Apakah anda memperhatikan kata dalam bagian ini untuk menggambarkan ketidakcocokan penyatuan itu?
(1) Tidak bisa ada persekutuan. Persekutuan berarti saling berbagi dan berpartisipasi. Orang yang sudah diampuni dan belum tidak sama; mereka tidak bisa saling berbagi dalam hubungan seperti itu dan bahagia.
(2) Tidak bisa dipersatukan. Kata ini menunjuk pada hubungan yang dekat, atau interaksi yang intim. Itu biasanya diterjemahkan “persekutuan” tapi lebih pribadi, melibatkan saling berbagi diri. Hubungan intim apa yang bisa dilakukan terang dan gelap? Mereka tidak bisa bersatu; mereka tidak sama. Demikian juga dengan orang percaya dan tidak, tidak peduli perasaan mereka sebelum menikah! Orang percaya “penuh terang” sementara yang tidak “penuh kegelapan.”5 Mereka tidak bisa bersatu!
(3) Tidak bisa ada kecocokan. Dari kata ini, arti literalnya, “menggabungkan suara bersama,” dalam bahasa Inggris “symphony.” Pasangan yang milik Kristus dan yang bukan tidak bisa bermain musik dengan indah bersama-sama. Mereka mungkin merasa bisa, tapi Tuhan berkata, mereka akan menghasilkan ketidakselarasan dan bunyi sumbang!
(4) Tidak ada bagian. Ini menunjuk pada pembagian yang disetujui bersama. Potensi persetujuan penuh dan keselarasan penuh tidak ada diantara orang percaya dan tidak, maka itu tidak adil jika keduanya disatukan.
Jika anda memikirkan untuk menikah dengan orang tidak percaya, berhenti dan pikir lagi bersama saya. Anda akan tidak adil dengan orang yang anda nikahi. Anda ingin pasangan anda berpikir kalau hati anda seluruhnya miliknya, tapi tidak begitu. Anda membagikan kasih anda dengan Kristus! Dalam pernikahan Kristen, berbagi ini membawa suami dan istri semakin dekat, tapi tidak dalam pernikahan campur! Kasih anda pada Kristus dan kasih anda pada pasangan yang belum percaya akan bertentangan, menghasilkan perselisihan dan pertengkaran. Anda bahkan seharusnya tidak mempertimbangkan pilihan ini. Penyesuaian dalam pernikahan sudah sulit tanpa hal ini.
Anda juga tidak adil terhadap diri sendiri. Pernikahan campur dilarang diseluruh Alkitab, dalam PL juga PB.6 Tuhan berkata bahwa orang tidak percaya bisa menjauhkan hati orang percaya dari Tuhan. Jika itu terjadi, Tuhan harus mengembalikan anda kepada kebahagiaan dan persekutuan denganNya. Anda mungkin menjalankan ujian demi ujian sampai anda menyerahkan diri sepenuhnya pada Tuhan dan pasangan anda tidak akan senang dengan hal itu!
Akhirnya, anda tidak adil dengan Tuhan. Dia mengirim anakNya ke Kalvary untuk mati bagi dosa anda sehingga Dia bisa memiliki anda.7 Memberikan diri anda pada seorang yang bukan milik Kristus, tidak adil bagi Tuhan yang menyelamatkan anda. Tuhan membangun pernikahan Kristen seindah gambaran antara Kristus dan gerejaNya. Semakin baik gambaran pernikahan anda, semakin baik kesaksian Kristen dalam dunia terhilang ini. Karena pernikahan dengan orang tidak percaya menghancurkan gambaran ilahi itu, anda akan menghancurkan kesaksian anda kalau anda masuk kedalamnya. Ini sangat tidak adil bagi Tuhan.
Mungkin anda berkat, “tapi aku akan membawanya pada Tuhan setelah menikah.” Tuhan tidak pernah ingin pernikahan menjadi ladang misi! Kadang pasangan tidak percaya dimenangkan bagi Kristus, dan halangan yang begitu besar melawan anda. Ketegangan yang dihasilkan karena ketidaktaatan anda pada perintah Tuhan bukan suatu penginjilan yang baik. Kenapa tidak melakukan caraNya? Minta Tuhan membimbing anda kepasangan pilihan Tuhan. Anda tidak akan menyesal!
Jika nasihat ini sudah terlambat, dan anda sudah melakukan kesalahan itu, jangan putus asa. Tuhan adalah Bapa yang pemaaf. Akui ketidaktaatan anda padaNya, dan taat seterusnya. Dia akan menunjukan kepada anda bagaimana meningkatkan hubungan pernikahan anda, dan anda bisa menjadi sejumlah kecil
orang yang bisa membawa pasangannya kepada Juruselamat.
Satu hal yang sangat jelas. Tuhan Yesus Kristus merupakan kunci pernikahan yang berhasil. Tidak ada kesempatan membuat pernikahan anda berhasil diluar Dia. Jika anda tidak pasti mengenai kondisi kerohanian anda, mungkin andalah yang bertanggung jawab atas ketegangan dan pergolakan dari pasangan yang tidak sepadan. Sekarang waktunya memperbaiki situasi.
Ini masalah yang lebih dari sekedar pengetahuan tentang Kekristenan. Ini masalah hubungan dengan Tuhan Yesus sendiri. Kita pertama kali harus mengakui dosa dan ketidaklayakan dihadapan Tuhan yang kudus.8 Kita mengakui bahwa Kristus telah mati menggantikan kita, membayar dosa kita.9 Kita meletakan kepercayaan kita dalam Kristus dan menerimanya sebagai Juruselamat. Dia kemudian akan memberikan anugrah keselamatan kekal.10 Jika anda belum membuat keputusan ini, kenapa tidak sekarang? Beri kesempatan pernikahan anda untuk sukses! Terima Kristus sebagai Juruselamat pribadi anda!










1 Amos 3:3, King James Version. 2 l Corinthians 7:39, KJV. 3 2 Corinthians 6:14, 15, KJV.
4 Ulangan 22:10. 5 Ephesians 5:8, The Living Bible. All quotations from TLB are by permission of Tyndale House Publishers. 6 E.g. Ulangan 7:3, 4. 7 Titus 2:14. 8 Roma 3:23; Isaiah 64:6.
9 Roma 5:8; 1 Peter 2:24. 10 Roma 6:23; Acts 16:31; John 1:12; 1 John 5:11-13.
Mereka Akan Menjadi Satu
P
ernikahan merupakan institusi ilahi yang didirikan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia. Tapi kita merasa itu merupakan fenomena yang paling membingungkan! Disatu sisi ada banyak orang yang tidak sabar masuk kedalamnya, sementara ada orang dengan jumlah yang sama ingin keluar dari situ! Ada apa sebenarnya? Satu-satunya cara untuk mengetahu adalah memulai dari awal, dengan kisah penciptaan dipasal pertama kitab Kejadian.
Saat kita membaca cerita ini, kita mempelajari bahwa setiap hal yang Tuhan buat adalah baik. Tuhan 7 kali melihat bahwa apa yang diciptakan merupakan hal yang sangat baik.1 Tapi kita kemudian membaca, “TUHAN Allah berfirman: Tidak baik,…” Apa yang tidak baik? “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja!”2 Bukankah Adam tidak benar-benar sendirian? Dia memiliki semua binatang, beberapa dari mereka dikenal sebagai teman terbaik manusia! Tapi semua binatang itu hanyalah mahluk hidup, sedangkan Adam memiliki nafas kehidupan.3 Dia pasti tidak memiliki satu jiwa dengan mereka. Tuhan mengetahui kalau Adam sendiri dan dia membutuhkan teman.4
Kesepian merupakan hal yang tidak enak; rasanya kosong, tidak lengkap, kurang persekutuan, kurang hubungan pribadi. Kesepian adalah kekurangan kesempatan membagikan diri anda dengan seseorang yang mengerti—seseorang yang bisa menikmati hubungan bersama anda dan bisa anda percaya. Itulah kondisi Adam saat Tuhan pertama kali menciptakannya. Walau hal pertama dan yang terpenting bagi Adam adalah Tuhan, tapi Tuhan berkata kalau dia membutuhkan pasangan.
Apakah ini berarti manusia tanpa istri kurang lengkap? Ya, kecuali dia diberikan karunia untuk membujang! Alkitab mengajarkan bahwa membujang merupakan karunia istimewa dari Tuhan dimana status single mengijinkan dia lebih efektif dalam pelayanan Yesus Kristus.5
Secara umum, tidak baik bagi pria untuk sendiri. “Aku akan membuat baginya seorang penolong” kata Tuhan. Kata penolong datang dari 2 kata Ibrani yang berarti “suatu pertolongan” dan “setujua dengan dia” Wanita diciptakan untuk menjadi penolong yang sesuai dengan pria, sepadan dengannya secara rohani, mental, emosi, dan fisik. Wanita merupakan pelengkap, menyediakan apa yang tidak dimiliki pria dan memenuhi potensi pria.
Jadi Tuhan melakukan anesthetic dan bedah pertama. Dia mengambil tulang rusuk dari pria dan dari situ dia menciptakan wanita.6 Walau dia menciptakan pria dari debu, dia membuat wanita dari pria. Wanita bagian dari pria. Jadi, wanita punya bagian pria, dan pria tidak lengkap sampai dia mendapatkan bagiannya kembali dalam pribadi seorang istri. Perhatikan bagian apa yang Tuhan gunakan—tulang rusuk. Agustinus menulis, “Jika Tuhan bermaksud membuat wanita berkuasa atas pria, Dia akan membuat wanita dari kepala Adam. Jika Tuhan bermaksud menjadikannya budak, Dia akan membuatnya dari kaki Adam. Tapi Tuhan membuat wanita dari sisi pria, karena dia ingin wanita jadi penolong dan sepadan dengan pria.” Istri adalah partner pria—bukan properti!
Mungkin terlihat merendahkan kalau wanita dibuat untuk menjadi penolong pria, tapi perannya sebenarnya memuliakan dia, karena pria tidak lengkap tanpanya! Setiap pihak saling membutuhkan. Itu merupakan hari bahagia saat Tuhan memberikan pasangan pertama. Pria langsung mengenali istrinya sebagai bagian dari dia, dan dia memberikan wanita bentuk feminism dari namanya, woman.7
Kalimat berikut dalam ceritan ini diucapkan oleh Tuhan sendiri, dan Kristus menyatakannya sekali lagi kemudian. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”8 Sejak saat itu, institusi ilahi perkawinan dibangun. Apakah anda memperhatikan kata-kata ibu dan bapak? Sangat menarik bahwa Tuhan membedakan dipermulaan umat manusia. Mertua, yang berlanjut menjadi sumber perselisihan pernikahan yang terbesar, hal ini bisa diatasi jika suami dan istri meninggalkan ibu dan bapaknya, seperti perintah Tuhan, dan memenuhi tanggung jawab utama pada pasangan mereka dalam pernikahan.
Kata bersatu menunjukan nature ikatan pernikahan yang Tuhan inginkan. Pemikirannya adalah sang pria menempelkan dirinya kepada istri. Saat dua objek dilem jadi satu mereka jadi satu objek. Saat dua orang dilem bersama mereka juga menjadi satu. Tuhan berkata, “dan mereka akan menjadi satu daging.” Walau kata satu daging menunjuk pada persatuan seks, artinya lebih dari itu. Saat Tuhan membuat pria dan wanita bersama, Dia menyatukan mereka dalam ikatan yang unik dan mendasar secara biologis dan rohani yang mencapai jiwa mereka yang paling dalam.
Pernikahan seharusnya lebih dari sekedar menandatangani surat dan dua orang tinggal diatap yang sama atau berbagi ranjang yang sama. Itu seharusnya suatu ikatan 2 kepribadian sehingga menjadi satu kesatuan. Itu membutuhkan komitmen total dari keduanya, kombinasi yang baik dari 2 pikiran menjadi sepikir, pernyataan bersama dari 2 emosi yang diberikan Tuhan. Tujuannya adalah kesatuan sempurna, keintiman total, dan saling berbagi perasaan terdalam masing-masing pasangan.
Ini jauh dari pengertian umum bahwa pernikahan hanya menyediakan seks yang sah bagi 2 orang yang secara fisik saling tertarik. Tuhan menciptakan seks, tapi dia ingin itu menjadi suatu ekspresi yang indah dari kesatuan hati dan jiwa yang sudah ada. Jika kesatuan tidak ada, tindakan fisik tidak berarti, egois, dan eksploitasi.
Apa yang kita pelajari dari Alkitab, adalah pernikahan diberikan Tuhan sebagai penyatuan suci dimana satu pria dan satu wanita dibawa bersama untuk saling melengkapi dan memenuhi. Pengertian tentang hal ini akan melindungi pasangan dari banyak masalah penikahan. Suami dan istri yang menyadari bahwa Tuhan telah menyatukan mereka tidak akan berbuat bodoh dengna saling menyakiti. Setiap pasangan ingat untuk menyatakan kasih yang tulus dan saling pengertian, karena pasangannya merupakan bagian dari dirinya.
Ada aplikasi lain dari bagian ini, aplikasi yang dibuat oleh Kristus sendiri. Saat Tuhan menyatukan pria dan wanita dalam kehendakNya, Dia ingin hubungan itu permanent. “apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”9 Banyak orang beranggapan bahwa jika suatu pernikahan sudah tidak berjalan mereka bisa menghentikannya. Mereka bertanya kenapa 2 orang mau memberikan usaha dan pengorbanan untuk pernihakan yang berhasil saat pernikahan itu sendiri bisa dengan mudah disudahi. Konsep yang sesat ini bisa sanga menghalangi pernihakan yang berhasil.
Saat orang Farisi bertanya pada Kristus tentang perceraian dalam hukum Musa, Dia mengatakan kepada mereka kenapa itu diberikan pada mereka: “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian!”10 Saat Tuhan menyatukan 2 orang Dia ingin mereka terus bersama! Jika kita bisa melihat pernikahan dalam kesatuan yang Tuhan inginkan, perceraian akan terlihat seperti memotong tangan atau kaki. Anda tidak ingin memotong tangan anda ada pecahan batu dijari anda; anda pasti mencoba mengeluarkannya. Juga anda tidak akan mempertimbangkan mengeluarkan suami atau istri anda karena anda tidak bisa menyesuaikan diri dengan karakter yang ada dalam diri mereka. Doa kami adalah pelajaran ini akan menolong anda bisa mengeluarkan pecahan batu dari pernikahan anda.
Ada perbedaan pendapat diantara sarjana Alkitab tentang apakah Kristus mengijinkan perceraian atau pernikahan kembali. Dia berkata bahwa perceraian dan pernikahan kembali merupakan perzinahan kecuali dalam kasus perzinahan.11 Beberapa menafsirkan perkataan “kecuali terjadi perzinahan” sebagai dasar yang benar untuk perceraian dan pernikahan kembali. Orang lain menyatakan bahwa kalimat pengecualian itu tidak berlaku pada hubungan penikahan sekarang, maka itu sebenarnya tidak ada dasar Alkitab sama sekali untuk perceraian dan pernikahan kembali. Tapi dengan cara apapun mereka menafsirkan kalimat pengecualian itu, sebagian besar sarjana setuju tentang tujuan utama perkataan Kristus—bahwa Tuhan ingin pernikahan itu permanent. Dia berharap kita mencari jalan untuk menyembuhkan pernikahan kita daripada mencari alasan untuk menghilangkannya.
Ada juga perbedaan pendapat tentang pengajaran Paulus tentang perceraian dan pernikahan kembali. Dia berkata, “Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai.”12 Beberapa orang berpikir ini membebaskan orang percaya untuk menikah kembali jika pasangannya yang tidak percaya ingin bercerai. Orang lain tidak setuju. Tapi apapun cara mereka menafsirkan perkataan itu, sebagian besar yang mempelajari Alkitab setujua bahwa aturan umum pernikahan Paulus dibangun diawal diskusi—“seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya… seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.”13
Ini merupakan pembahasan yang controversial, dan tidak akan mencapai kebulatan suara sampai disorga nanti. Untuk alasan ini kita harus hati-hati dan memberikan kasih Kristus pada korban perceraian. Tapi maksud utama dari pengajaran Alkitab ini jelas; kita jangan mengabaikannya. Perceraian tidak diperkenankan sebagai cara mudah bagi pasangan yang tidak bisa menyelesaikan masalah pernikahannya. Jalan menuju kebahagiaan dalam perkawinan tidak dengan membuang yang lama dan mencari yang baru, tapi menjadi pasangan yang baru melalui kasih karunia dan kuasa Tuhan.
“Rumput selalu lebih hijau dihalaman sebelah” juga berlaku dalam perkawinan dan wilayah hidup yang lain. Seseorang yang mencoba pergi kesebelah juga menemukah hal yang tidak menyenangkan yang menghasilkan konflik dan ketegangan dalam penikahan mereka yang pertama dan sekarang menghasilkan hal yang sama dalam pernikahan mereka yang kedua! Mereka mungkin telah mendapatkan pasangan baru, tapi mereka sendiri tetap egois, tidak dewasa seperti dulu.
Saya tidak pernah melupakan suara putus asa dari Duane saat dia duduk diseberang meja dan menggambarkan kekacauan luar biasa dalam pernikahan keduanya. Walau dia seorang Kristen, lima tahun lalu menceraikan Nan dan menikahi wanita lain, dan membenarkan diri dengan cara apapun. Itu suatu kesalahan besar ! Sekarang pernikahan keduanya juga kacau, dan dia menginginkan kebahagiaan yang dulu didapat dengan istri pertamanya. Dia ingin menikahi kembali istri pertamanya.
Tapi Duane perlu mengalami beberapa perubahan dasar dalam prilakunya sebelum bisa berhasil menikmati hubungan pernikahan yang sukses. Karena banyak dari kita seperti Duane, kita perlu mempertimbangkan perubahan penting yang akan kita bahas dalam beberapa bab berikutnya.


1 Genesis 1:4, 10, 12, 18, 21, 25, 31.2 Genesis 2:18, KJV. 3 Genesis 2:7. 4 Genesis 2:18, 20.
5 Matthew 19:11, 12; 1 Corinthians 7:7, 8, 25, 26. 6 Genesis 2:21, 22. 7 Genesis 2:23.
8 Genesis 2:24, KJV; cf. Matthew 19:4, 5. 9 Matthew 19:6b, TLB. 10 Matthew 19:8, TLB.
11 Matthew 19:9. 12 1 Corinthians 7:15, TLB. 13 1 Corinthians 7:10, 11, TLB.

Berjalan dengan Roh
S
aya yakin bahwa kebanyakan perselisihan dalam pernikahan Kristen berakar dari masalah rohani. Dengan kata lain, alasan mendasar dari ketidakharmonisan yang kita lihat dalam pernikahan Kristen sekarang ini adalah kerusakan rohani dalam salah satu atau kedua pribadi yang ada.
Kita sudah belajar bahwa pernikahan merupakan institusi ilahi—bahwa Tuhan membuat pria dan wanita untuk saling melengkapi. Saat pria dan wanita yang telah ditebus bersatu dalam kasih dan kepercayaan, Tuhan menyatukan mereka dalam satu kesatuan. Dia berharap mereka satu tujuan, motivasi, interes, pengertian, dan simpati. Apa yang sering kita lihat dalam praktek, adalah semua hal diatas kecuali kesatuan itu sendiri. Banyak keluarga Kristen menunjukan perpecahan, perselisihan, berteriak, dan mencibir. Setiap orang dalam keluarga sepertinya berjalan diarah yang berbeda, dan hasilnya adalah kekacauan. Harmoni tidak bisa dicapai sampai setiap orang belajar untuk berjalan diarah yang sama! Inilah penyesuaian rohani sejati.
Selalu hal yang paling mudah dipelajari hal itu disisi pasangan kita. Wanita suka membicarakan tanggung jawab suami dalam mengasihi istri. Suami sering menekankan peran wanita untuk tunduk. Tapi baik suami atau istri tidak bisa memenuhi perannya masing-masing dalam pernikahan tanpa kuasa Roh Kudus yang tinggal didalam diri mereka. Dan kita tidak bisa memiliki Roh Kudus kecuali kita telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi kita!
Kebanyakan dari kita ingin suami atau istri seperti yang kita kehendaki. Tapi kita tidak bisa menjadi seperti itu dengan kekuatan kita sendiri. Paulus berkata, “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia.”1 Kita menghadapi penyesuaian secara fisik, emosi, dan mental yang sangat besar dalam pernikahan. Hubungan dibebani dengan latar belakang, pendapat, dan salah pengertian setiap hari. Dua ego, masing-masing egois dan berdosa, mencari kepuasannya sendiri. Hal ini sepertinya tidak bisa dijalani! Bagaimanapun, hal ini bisa diatasi melalui pertolongan supernatural. Roh Kudus yang berdiam didalam diri ingin menolong kita. Mari kita cari tahu bagaimana mendapatkan kuasaNya!
Paulus membagi umat manusia kedalam 3 kategori besar. Kategori pertama disebut “natural” atau manusia alami.2 Roh manusianya tidak pernah dihidupkan terhadap Tuhan. Dia mati secara rohani;3 dia butuh diselamatkan.4 Hidupnya didominasi oleh nature kedagingannya. Natur inilah sumber kelemahannya, seperti kemarahan dan iri hati yang menghasilkan pergolakan dalam pernikahan.
Kelompok kedua disebut Paulus sebagai manusia rohani.5 Orang seperti ini telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya dan telah mengijinkan Roh Kudus berdiam dalam diri untuk memenuhi hidupnya. Dia seorang yang dewasa, stabil, dan kuat rohaninya.
Kategori ketiga adalah “manusia duniawi.”6 Orang ini seorang Kristen, tapi karena nature dosanya (kedagingan) mengontrol dia disepanjang waktu, menghasilkan kemarahan, egois, khawatir, dan permusuhan yang sama seperti sebelum dia berjumpa dengan Tuhan.
Sekarang bayang kan 2 hidup yang didominasi oleh daging mencoba bersatu secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari! Percobaan ini sia-sial; setiap orang hanya berhasil memenuhi sebagian keinginannya yang egois. Sangat sedikit artinya apakah keduanya manusia duniwi atau salah satunya sudah Kristen atau campuran lainnya. Hasilnya akan sama disetiap kasus.
Bahkan jika keduanya sudah dikontrol oleh Roh Kudus, kesatuan yang sempurna tetap tidak mungkin dicapai. Pernikahan ini akan lebih bahagian dalam kasus yang sebelumnya, karena setidaknya satupasangan menunjukan kasih Kristus. Tapi potensi untuk harmoni yang sempurna tidak ada. Tidak ada ego yang berdosa memiliki aspirasi, motivasi, atau kuasa yang sama seperti hidup yang didominasi Roh. Kedua pasangan akan terus menyimpan dalam hati 2 tujuan dan nilai yang berlawanan.
Kesatuan yang sempurna hanya datang saat Roh Kudus sepenuhnya mengontrol hidup keduanya dan mendekatkan mereka kedalam kesatuan dan harmoni. Karena Roh Kudus merupakan pribadi yang nyata, Dia bisa mendirikan tujuan, mengarahkan motivasi, mengembangkan sifat, dan membantu tindakan. Karena Dia adalah Tuhan, Dia bisa menggunakan semua kuasa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuanNya. Karena Dia adalah Roh, Dia berdiam dalam diri kedua orang bersamaan dan menyatukan mereka dalam hati. Tidak ada cara lain bagi suami dan istri untuk menikmati kesatuan sempurna diluar hidup yang dikontrol Roh.
Lihat hal ini dengan cara lain. Paulus menulis, “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.”7 Kata “berjalan” dalam ayat ini merupakan istilah militer dalam literature Yunani sekuler untuk menggambarkan barisan pasukan yang sedang berjalan. Jika setiap prajurit mengikuti perintah atasannya dan terus berjalan dengan dia, maka dia juga akan berjalan sesuai dengan prajurit lain. Demikian juga, jika suami dan istri tetap berjalan dengan Roh Kudus mereka juga akan berjalan bersama. Tidak bisa sebaliknya.
Mari kita lihat dari sisi lain lagi. Pernyataan geometris menyatakan bahwa semua objek yang berdekatan dengan satu objek juga berdekatan dengan yang lain. Aplikasikan axiom itu pada pernikahan, dan anda menemukan bahwa ketika 2 orang disatukan kepada Tuhan mereka juga menjadi dekat dengan pasangannya! Orang percaya terdiri dari 3 bagian yaitu roh, jiwa, dan tubuh. Roh bersekutu dengan Tuhan. Jiwa merupakan kepribadiannya—intellect, emosi, dan kehendak. Tubuh memiliki 5 indra dimana kita bisa merasakan. Kesatuan pernikahan membutuhkan kesatuan tubuh melalui seks dan kesatuan jiwa melalui interaksi pribadi, tapi tragisnya kita mengabaikan kesatuan yang paling penting dari semuanya—yaitu kesatuan roh! Mereka jarang berdoa bersama. Mereka jarang berbagi Firman bersama. Mereka jarang membahas hal rohani. Tuhan bukan bagian nyata dalam hubungan mereka. Hasilnya pasangan ini menderita keterasingan dari pasangan mereka. Ketidaksatuan roh bisa menghancurkan harmoni jiwa dan tubuh. Sudah merupakan kehendak Tuhan bahwa kita harus menyerahkan roh kita padaNya. Kemudian kita bisa mendapat harmoni tubuh dan jiwa juga.
Penting diketahui bahwa ajaran Alkitab tentang hidup yang dipenuhi Roh ditemukan dalam konteks pernikahan.8 Itu dimulai, “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh.” Seperti seseorang yang dikuasai oleh anggur, demikian juga orang Kristen yang dipenuhi dengan Roh. Ayat seterusnya menunjukan 4 karakteristik orang Kristen yang dipenuhi roh.
1) Berkata-kata seorang kepada yang lain dalam mazmur,kidung puji-pujian dan nyanyian rohani.9
2) Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.10
3) Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu.11
4) rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain.12
Karakter terakhir menggambarkan sifat kerendahatian dan saling hormat. Dengan hal ini Paulus memulai pembahasan paling panjang tentang hubungan suami istri dalam PB. Kita semua tidak bisa memenuhi tanggung jawab yang diberikan Tuhan sampai kita dikontrol dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Tidak ada gunanya membaca dan belajar apa yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita sampai kita mau mengijinkan Dia menyediakan kuasa yang diperlukan. Saat kita mengijinkanNya menyatakan hidupNya melalui kita, kita tidak hanya menjadi rendah hati, memuji, berterima kasih, tapi 9 rasa buah Roh akan nyata dalam hidup kita: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.13 Perselisihan tidak akan muncul saat hal ini memancar dalam hidup kita!
JIka dipenuhi Roh merupakan masalah utama dalam pernikahan Kristen, kita perlu mengetahui bagaimana Roh Kudus bisa memenuhi kita. Ada beberapa cara.
(1) Periksa hidup anda dalam terang Firman Tuhan.14 Saat masalah muncul dalam pernikahan kita, hal pertama yang biasanya kita lakukan adalah mencari kesalahan pasangan kita. Seperti kata Kristus, kita mencari debu dimata mereka tapi balok dimata sendiri tidak kita lihat. Yesus berkata, “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”15 Jika kita jujur, kita akan menemukan bahwa kita bersalah. Kita menemukan dosa seperti, marah, bermusuhan, kepahitan, tidak ramah, sombong, tidak memaafkan, dingin, egois, iri hati, licik, dan nafsu. Semua hal itu bisa menghasilkan perselisihan dalam rumah! Saat kita bereaksi marah, meyatakan hal diatas pada pasangan anda, kita sendiri berdosa dan menambah masalah lebih jauh.
(2) Akui dosa anda pada Tuhan.16 Setelah menemukan dosa kita, kita harus langsung mengakuinya satu per satu kepada Tuhan dan bertanggung jawab atasnya. Kita tidak bisa beralasan dengan menyalahkan pasangan kita. Kita mahluk yang memiliki kehendak; kita bisa memilih percaya Tuhan untuk menang atas dosa jika kita mau. I Yoh 1:9 meyakinkan kita behwa Tuhan mau mengampuni kita disaat kita mengakui dosa kita dihadapanNya. Saat kita dengan jujur mengakuinya, banyak persoalan dalam pernikahan bisa diselesaikan!
(3) Serahkan seluruh hidup anda kepada Tuhan.17 Tuhan ingin diri kita sepenuhnya, memberikan diri sepenuhnya. Beberapa orang kelihatannya takut menyerahkan diri pada Tuhan; mereka takut Dia akan membuat tuntutan yang tidak masuk akal atau menyakiti mereka. Kita sering sulit percaya kalau cara Tuhan itu sempurna—bahwa Dia tidak pernah salah.18 Kita sangat membutuhkan penyerahan diri sepenuhnya pada Kristus. Hanya setelah itu kita bisa dipenuhi dan dikontrol oleh Roh Kudus. Jika kita menolak menyerahkan kehendak kita padaNya, itu akan mengecilkan pribadi kita, membuat kita sulit hidup dan menghancurkan potensi terhadi harmoni pernikahan yang sempurna. Mari kita membawa pernikahan dengan langkah yang benar; lakukan dengan cara Tuhan!
Begitu banyak orang Kristen telah menemukan bahwa mereka pernikahan mereka yang sudah putus harapan menjadi harmonis dan indah saat mereka menyerahkan hidup sepenuhnya pada Kristus. Beberapa menemukan hal ini setelah beberapa pertempuran dan sakit hati. Kenapa tidak taat pada Firman Tuhan sekarang dan terhindar dari sakit hati itu? Perkembangan pernikahan anda bisa terjadi sekarang!
(4) Orang Kristen yang dipenuhi Roh menemukan sukacita dan kepuasan pada penyerahan diri dalam hubungan dengan Roh Tuhan dan mau menjaganya. Dia melakukan itu terus menerus melalui pengakuan kuasa Roh Kudus dalam dirinya. Dia bicara dengan Tuhan secara teraturl. Dia mendengar suara Tuhan bicara dalam Alkitab. Dia membangun persekutuan dengan orang percaya lain. Dia bergantung pada kekuatan Tuhan untuk mengalahkan dosa. Hubungan seperti ini disebut “berdiam dalam Kristus.”19 Tanpa Juruselamat kita tidak bisa berbuat apa-apa—bahkan berdamai denga pasangan kita!20 Tapi melaluiNya kita bisa melakukan apapun, bahkan menanggung semua perkara dalam rumah yang dipercayakan Tuhan!21










1 Romans 7:18, TLB. 2 1 Corinthians 2:14. 3 Ephesians 2:1. 4 Acts 16:31. 5 1 Corinthians 2:15. 6 1 Corinthians 3:1. 7 Galatians 5:25, KJV. 8 Ephesians 5:18-33. 9 Ephesians 5:19a, KJV. 10 Ephesians 5:19b, KJV. 11 Ephesians 5:20, KJV. 12 Ephesians 5:21, KJV. 13 Galatians 5:22, 23, KJV. 14 1 Corinthians 11:28, 31. 15 Matthew 7:5, TLB. 16 l John 1:9. 17 Romans 12:1. 18 Psalm 18:30a. 19 John 15:4, KJV. 20 John 15:5. 21 Philippians 4:13.
Dewasalah
B
anyak konselor pernikahan yakin bahwa salah satu halangan terbesar untuk berhasilnya pernikahan adalah keegoisan. Untuk jadi egois adalah dengan terlalu memperhatikan kesenangan, keuntungan atau kemakmuran sendiri tanpa memikirkan orang lain. Bayi sangat egois. Mereka hanya memperhatikan kepentingan mereka saja. Saat mereka tidak nyaman, mereka berteriak sampai seseorang melegakan ketidaknyamanan mereka. Sifat mereka ditentukan oleh apa yang diperlakukan terhadap mereka.
Kita berharap bayi terus menjadi dewasa—secara fisik, intelektual, dan emosi. Sayangnya, walau banyak orang yang secara fisik dan intelektual dewasa, emosi mereka sangat tertinggal. Mereka tetap melihat dunia seperti mereka bayi. Mereka melihatnya seperti semuanya mengelilingi mereka, ada hanya untuk kesenangan mereka. Mereka tidak pernah benar-benar bertumbuh dari keegoisan diri kepada memperhatikan orang lain. Saat hal tidak berjalan seperti keinginan mereka, mereka bereaksi seperti anak kecil, seperti menangis, merengut, mengasihani diri, marah-marah atau melempar barang disekitarnya. Mereka ingin menarik perhatian melalui menyombongkan keberhasilan mereka atau menjelekan orang lain.
Jika kita menempatkan 2 bayi bersama tanpa diawasi, mereka biasanya langsung mendapat masalah! Demikian juga dengan, seorang pria dan wanita yang emosinya belum dewasa bersatu dalam perkawinan pasti mendapatkan masalah. Emosi yang seperti bayi tidak bisa menjadi pasangan yang baik! Salah satu kebutuhan terbesar dalam membangun pernikahan yang kuat dan berhasil adalah kedewasaan.
Kedewasaan biasanya tidak egois. Tentu saja, tidak ada manusia yang sepenuhnya tidak egois; ada sedikit ketidakdewasaan dalam diri kita. Seseorang pernah berkata “Cakar seorang dewasa dan anda akan menemukan seorang anak” Seorang lain berpendapat bahwa satu-satunya perbedaan antara pria dan anak laki-laki adalah mainan pria lebih banyak! Karena tidak ada yang dewasa sempurna, jelas bahwa kedewasaan merupakan istilah relative daripada absolute. Kenyataannya, kedewasaan merupakan proses daripada kondisi yang tetap.
Suatu tingkatan kedewasaan emosi tertentu bisa terjadi bahkan pada orang belum percaya, karena nature dosa juga memiliki kekuatan selain kelemahan. Anda mungkin mengenal orang non Kristen yang sedikit tidak egois dalam wilayah tertentu hidup mereka, seperti dengan pasangan mereka, anak, rekan bisni, atau mertua mereka. Mereka mungkin sangat murah hati terhadap tetangga, rekan bisnis, atau orang dikomunitas. Mereka mungkin menunjukan belas kasih yang besar kepada orang yang membutuhkan. Tapi saat anda mengenal mereka lebih baik, anda akan menemukan bahwa mereka juga ada wilayah egoisnya.
Saat seseorang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamatnya, satu factor diperkenalkan dalam hidupnya. Selain ego berdosanya, dengan kekuatan dan kelemahannya, Tuhan Yesus Kristus memberikan Roh Kudus berdiam dalam dirinyal. Sifat keseluruhan seseorang sekarang tergantung atas apakah diri atau Roh yang memegang kendali. Karena Roh Kudus satu-satunya Pribadi yang bisa menjaga control diri,hubungan kita dengan Dia menjadi hal yang paling penting dalam perkembangan kita. Kita menyebutnya kedewasaan rohani daripada hanya kedewasaan emosi. Keduanya mirip, kecuali kedewasaan emosi berhubungan erat denan perkembangan kepribadian manusia kita, kedewasaan rohani juga mengenali kehadiran Roh Kudus dalam hidup dan berkaitan dengan pertumbuhan hubungan kita denganNya.
Kita telah belajar bahwa seorang Kristen bisa rohani atau duniawi dalam tingkatan control Roh Kudus atau kedagingan dalam hidupnya. Menarik untuk diperhatikan bahwa Paulus membandingkan kedagingan dengan bayi. Dia menulis kepada jemaat Korintus “sebagai Kristen dunia, bahkan seperti bayi.”1 Alasan beberapa orang Kristen bertindak tidak dewasa adalah karena nature daging mereka mengontrol hidup mereka. Dengan kata lain, mereka jasmani. Karena ada parallel antara kedagingan dan ketidakdewasaan, kita bisa berasumsi bahwa ada juga parallel antara rohani dan kedewasaan. Orang Kristen rohani menunjukan tanda pertumbuhan, kedewasaan rohani.
Bahkan seorang yang beru percaya bisa kelihatan dewasa. Kita kadang mengatakan kalau anak itu sudah dewasa diumurnya. Maksud kita adalah dia menunjukan tanda perkembangan yang tidak biasa. Kedewasaan melibatkan pertumbuhan, dan kita terus bertumbuh secara rohani selama kehidupan sebagai orang Kristen.2 Tidak ada kesempurnaan dalam hidup ini—hanya ada pertumbuhan yang terus menerus.
Pertumbuhan rohani terjadi saat Roh Kudus mengontrol hidup kita. Saat kita berserah padaNya, Dia mengubah terus wilayah hidup kita; kemudian kita menjadi mampu membangun hubungan pernikahan yang bahagia. Mari kita bahas beberapa karakteristik kedewasaan.
(1) Pribadi yang dewasa menerima dirinya sebagaimana Tuhan menciptakannya. Dia tidak merasa rendah diri dengan kekurangannya atau egosi terhadap kelebihannya. Dia mengenal tubuh, otak, dan kemampuannya diberikan kepadanya oleh Tuhan hanya untuk melakukan tujuanNya.3 Karena itu dia tidak sombong atau terpuruk oleh kegagalannya. Suatu rendah diri yang kompleks bisa menyebabkan ketegangan serius dalam pernikahan. Seorang yang terus menuntut kepastian untuk meningkatkan egonya bisa membuat pasangannya terganggu. Demikian juga, seorang yang egois yang terus merendahkan pasangannya untuk meningkatkan dirinya bisa menghasilkan tragedy yang sama. Keduanya reaksi anak-anak, tapi Tuhan mau menolong seorang mengatasinya jika dia mau bergantung pada Roh yang ada dalam dirinya. Saat orang Kristen belajar menerima diri apa adanya, dia akan belajar menerima orang lain sebagaimana mereka dicipta, dan itu akan membuat langkah maju yang besar kearah keluarga bahagia.
(2) Seorang pribadi yang dewasa diuntungkan dari kesalahannya dan usulan orang lain. Pribadi yang tidak dewasa mencoba mencari alasan kegagalan mereka. Mereka menyalahkan orang lain atau Tuhan. Saat mereka dikritik, mereka melihatnya sebagai serangan terhadap pribadi, menyerang balik dengan kemarahan seperti, “Baik, kamu juga tidak sehebat itu!” Emosi yang masih bayi lebih mementingkan mempertahankan ego sendiri daripada bertumbuh. Dipihak lain, pribadi yang dewasa dengan baik menerima kritik, jujur menilai hidupnya dalam terang Firman Tuhan dan bergantung pada Roh Kudus untuk membawa perubahan yang diinginkan. Dia melihat usulan orang lain sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk mendewasakan dia.
Sifat seperti itu akan menolong mengatasi ketegangan dalam penikahan. Daripada bereaksi seperti, “Kamu tidak pernah menghargai apa yang saya lakukan,” pribadi yang dewasa akan berkata, “terima kasih atas usulan anda. Dengan pertolongan Tuhan saya akan mencoba mengembangkannya.” Jelas, pribadi dewasan juga hati-hati dalam mengusulkan sesuatu. Dia akan menunggu sebentar untuk saat yang tepat, menjaga sikap kasih dan menghargai, dan usulannya ditemani dengan pujian dan dorongan.
(3) Pribadi yang dewasa menyesuaikan diri terhadap hal yang tidak bisa diubah. Salah satu doa yang laing sering dinyatakan adalah, “Tuhan, berikan aku kekuatan untuk mengubah apa yang bisa diubah, dan anugrah untuk menerima apa yang tidak bisa diubah, dan hikmat untuk mengetahui perbedaannya!” Merupakan kenyataan yang tidak baik bahwa walau kebanyakan pasangan saling mengasihi, banyak pasangan pernikahan tidak tahan terhadap kebiasaan kecil yang mereka lihat dalam diri pasangannya; mereka terus mencoba mengubah pasangannya. Kebiasaan yang mengganggu itu kelihatannya menjauhkan mereka, dan saat mereka mengijinkan kesalahan memangsa pikiran mereka, mereka kehilangan pandangan terhadap kualitas yang baik yang menarik mereka pertama kali. Hasilnya adalah kepahitan yang mendalam yang tidak hanya menghancurkan pernikahan mereka tapi hidup pribadi mereka juga. Keduanya kekanak-kanakan dan berdosa.4 Buah Roh adalah tahan menderita; yaitu kemauan untuk dengan sabar menanggung kebiasaan mengganggu dari yang lain. Roh Kudus menghasilkan kasih karunia dalam kita jika kita mengijinkanNya.
Beberapa orang tidak bisa menerima kenyataan lagi kealam imajinasi. Saat kenyataan menunjukan bahwa orang yang mereka nikahi bukan apa yang mereka harapkan, mereka akan masuk kedalam dunia mimpi, dan menghancurkan semua harapan meningkatkan hubungan. Orang Kristen yang dewasa, sebaliknya, menemukan kepuasan terdalam didalam Tuhan.5 Mereka mampu menerima dunia nyata sebagai bagian dari rencana Tuhan untuk menolong mereka bertumbuh.
(4) Pribadi yang dewasa menerima hal buruk, kekecewaan, atau tekanan dengan tenang dan stabil. Dia tahu hidupnya didalam tangan Tuhan—apapun yang Tuhan ijinkan adalah baik.6 Pribadi yang dewasa menjaga control diri saat keadaan tidak seperti yang diinginkan. Ada ketenangan saat seorang suami menerima kabar dipindahkan kekota yang jauh atau saat istrinya menelepon kekantor dan berkata dia telah menabrak mobil orang lain!
Kadang, hal yang terkecil mengganggu kita dan menyebabkan kita bertindak egois dan tidak dewasa. Salah satu survey menunjukan bahwa keluhan paling umum dari suami dan istri terhadao pasangannya adalah sifat yang mengganggu. Kita membiarkan hal yang remeh “mengganggu kita” dan mengesalkan kita; saat itu kita bereaksi dengan marah-marah atau merengut. Selama perjalanan konseling pernikahan saya, saya telah mendengar banyak sifat kekanak-kanakan diantara orang Kristen, seperti suami yang melempar barang dalam rumah atau memukul istrinya. Saya pernah menemui pria yang tidur dilantai dan menggelepar seperti bayi, dan yang memukul tangannya kedinding karena marah terhadap apa yang dilakukan istrinay! Jika pernikahan kita ingin memuliakan Tuhan, kita perlu bertumbuh dengan mengijinkan Roh Kudus mengambil alih hidup kita. Dia akan menunjukan kita buah pengendalian diriNya.
Walau contoh sebelumnya hanya suami, istri tidak berarti tidak bersalah. Saya pernah mendengar suami menggambarkan istrinya menendang dan berteriak atau lebih umum pasangan yang tidak bisa diperkirakan. Tidak ada yang lebih mematahkan semangat bagi suami daripada saat pulang rumah menemukan istri ngomel tentang hal kecil dan meracuni suasana keluarga selama malam hari. Salomo pasti pernah mengalaminya. “Lebih baik sekerat roti yang kering disertai dengan ketenteraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan.”7 “Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah.”8 “pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya menitik.”9 Tiris air yang tidak berhenti merupakan bentuk penyiksaan masa lalu—bukan perumpamaan yang memuji! Siksaan menjadi cara hidup, kebiasaan. Kita perlu berserah pada Roh Kudus untuk dewasa.
(5) Pribadi yang dewasa menerima dan memenuhi tanggung jawabnya. Kedewasaan melibatkan kemandirian. Pekerjaan yang tidak selesai, janji yang tidak dipenuhi, dan maksud baik yang tidak dilakukan merupakan contoh ketidakmandirian. Pribadi yang tidak dewasa tidak bisa melakukan tugas dengan bahagia yang merupakan tanggung jawabnya. Dia mengeluh, tidak puas atau tidak menikmati pekerjaannya. Istri mengeluh karena hidup suatu rutinitas. Ibu yang bekerja ingin jadi ibu rumah tangga. Beberapa pria mengabaikan kesempatan menelepon istrinya saat mereka tidak bisa pulang diwaktu biasanya. Buah roh adalah iman, artinya “percaya” atau “mandiri”. Kita perlu menyerahkan diri pada Roh Kudus untuk menjadi setia!
(6) Pribadi yang dewasa kepuasan terbesarnya adalah membuat orang lain bahagia. Kita tidak pernah menemukan kebahagiaan dengan mencarinya. Makin kita mencari, makin kita frustrasi dan kecewa. Mencari kesenangan sendiri hanya menghasilkan ketidakbahagiaan. Hidup untuk kepentingan orang lain membawa kebahagiaan, pelajaran yang tetap harus dipelajari banyak pasangan dalam pernikahan. Saat kita percaya Roh Tuhan bisa membuat kita tidak egois untuk pasangan kita, tidak minta balasan, kebahagiaan yang kita dapatkan sangat besar. Setiap kali anda memicu konflik dalam hubungan pernikahan anda, tanyakan pada diri anda, “Sekarang kenapa saya melakukan itu?” Anda mungkin haru mengakui bahwa anda melakukan itu untuk kesenangan anda sendiri. Minta maaf dan arahkan kembali tindakan dan perkataan untuk pasangan anda. Jangan menyarankan pasangan anda melakukan hal yang sama. Anda akan menemukan istri anda berespon dengan pengertian baru juga!
Hal ini butuh harga. Sebenarnya, hal ini mengorbankan semuanya. Tapi pribadi yang dewasa mau memberikan semuanya, kemudian menunggu dengan sabar Tuhan berkarya. Hanya bayi dan anak kecil yang menuntut apa yang mereka inginkan disaat itu juga. Mereka hidup untuk saat itu, menuntut cara mereka dalam setiap keadaan. Pribadi yang dewasa sering mengorbankan kesenangan pribadi agar bisa mendatangkan kesenangan bagi orang lain. Secara paradoks, ini juga akan membawa kebahagiaan bagi yang memberi!
Pelajaran penting ini butuh waktu untuk dipelajari. Kita semua kadang merasa memiliki hak untuk memuaskan keegoisan kita. Kita sudah lama melakukan itu, jadi kenapa mengubahnya sekarang! Tapi semakin sering kita berespon terhadap situasi itu dalam control Roh Kudus, makin mudah praktek itu dan semakin cepat kita dewasa. “Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu .”10













1 1 Corinthians 3: 1, KJV. 2 2 Peter 3:18. 3 Psalm 139:13-16; Romans 9:20; 1 Corinthians 4:7.
4 Ephesians 4:31. 5 Psalm 73:25. 6 Psalm 18:30a; 31:15; 37:23; Romans 8:28. 7 Proverbs 17:1, TLB 8 Proverbs 21:19, TLB. 9 Proverbs 19:13, TLB. 10 l Corinthians 13:11, KJV.
Saya Jatuh Cinta
K
asih adalah pembahasan yang popular saat ini. Dalam sejarah kita tidak pernah melihat ada hal yang begitu banyak dibicarakan tapi begitu sedikit tindakannya seperti ini. Kita sering menggunakan kata itu seenaknya. Seperti, seseorang mungkin berkata dia mengasihi keluarganya, mobil baru, atau bahkan pizzanya! Jarang sekali seseorang menyatakan secara spesifik kasih yang seperti apa yang dimaksudnya. Surat kabar telah dikenal dengan headlinenya “love murders” atau “love suicides”—suatu konsep yang sangat aneh! Sangat jelas bahwa kata “kasih” memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang. Tapi kasih merupakan konsep yang mendasar dalam kekristenan juga hal yang paling penting dalam suatu pernikahan yang berhasil. Kita harus mengetahui apa arti kasih itu.
Dalam bab lalu kita bicara tentang kedewasaan rohani. Bukan suatu kebetulan kami memilih kasih sebagai subjek berikutnya, karena kedua hal ini sangat berhubungan. Seperti kedewasaan, kasih juga merupakan suatu proses daripada keadaaan yang tetap. Orang tidak “jatuh cinta” mereka juga bertumbuh didalamnya. Kasih yang dewasa meliputi pertumbuhan dari keadaan menerima banyak dan memberi sedikit kearah keadaan memberi segalanya dan tidak menuntut balas. Keseluruhan proses ini merupakan bagian dari kedewasaan.
Seorang bayi harus dikasihi atau mati. Bayi menerima kasih, tapi tidak membalasnya. Memeluk yang ditafsirkan ibunya sebagai ekspresi kasih hanyalah usaha intuisi bayi untuk mendapatkan makanan dan menyenangkan diri. Bayi yang baru lahir hanya mengasihi diri sendiri. Saat bayi bertumbuh, dia menjadi sadar akan ibunya. Ibunya peduli terhadapnya, memberi makan, dan menemaninya selama dia bangun. Kesadaran baru ini melibatkan pertumbuhan dan perkembangan. Ekspresi pertama bayi terhadap kasih sayang biasanya ditujukan kepada ibunya.
Tidak lama setelah itu bapaknya disadarinya, dan dunia bayi melebar kepada figure berkuasa ini. Kemudian dia belajar melihat saudaranya, kemudian teman bermain (biasanya seumur dan satu jenis). Lalu dia akan satu kelompok dengan temannya, kebanyakan dari mereka akan mengidolakan beberapa pahlawan yang sejenis dengan mereka. Kemudian dia masuk kedalam masa remaja, dan teman yang lawan jenis tidak lagi menjadi musuh tapi menjadi menarik dan memikat. Satu hari dia akan menyatakan “Saya jatuh cinta.” Apakah itu benar-benar kasih? Apa yang terjadi? Apa itu kasih?
Seperti yang sudah anda ketahui, Yunani setidaknya memiliki 3 kata berbeda untuk kasih, masing-masing menggambarkan sisi berbeda atau tingkatan dari kasih. Karena kita hanya punya satu kata dalam Inggris, kita akan merasa bingung dalam menerjemahkan kata Yunani yang digunakan Alkitab kecuali kita belajar perbedaannya.
Kata pertaman, eros, ditemukan dalam literature Yunani sekuler tapi tidak pernah digunakan dalam Alkitab. Eros merupakan cinta manusia semata. Itu sering menunjuk pada cinta seksual, seperti dalam Inggrisnya “Erotic”. Pemikiran dasar dalam eros adalah mendapatkan sesuatu bagi diri anda. Walau itu mungkin melibatkan perasaan yang tulus kepada seseorang, perasaan itu bercampur dengan ketertarikan orang itu, kesenangan, dan kepuasan yang bisa diberikan orang itu pada kita. Eros selain mengandung kasih bagi sesama juga kasih bagi diri sendiri. Itu berkata “Aku mengasihimu karena kamu membuat saya bahagia.” Dasarnya adalah karakteristik dari seseorang yang menyenangkan kita, seperti kecantikan, kebaikan, atau talenta. Jika karakteristik itu hilang maka tidak akan ada yang tersisa, kasihnya hilang. Jenis cinta yang seperti ini biasanya mencari apa yang bisa didapat. Itu mungkin memberi sedikit, tapi motivasinya mendapat sesuatu sebagai balasan. Jika gagal mendapatkan apa yang diinginkan, bisa menjadi permusuhan, kepahitan atau kebencian.
Sayangnya, banyak orang muda memilih pasangan hidup atas dasar eros. Keterlibatan emosi didasarkan atas kimia tubuh mencapai puncaknya sangat cepat, dan kekuatan eros menyebabkannya salah mengartikannya sebagai kasih yang sejati. Pasangan mungkin saja tidak saling mengenal, tapi mereka berkeras kalau kasih mereka bisa menjaga mereka. Sayangnya, itu tidak terjadi, karena itu dari pertamanya bukan kasih sejati. Gelembung romantika pecah saat pribadi yang “ideal” menjadi kurang ideal—tidak pengertian, tidak romantis, dan tidak bercukur! Karena masing-masing pasangan tidak mendapat apa yang diharapkan, keduanya mungkin ingin berhenti, dan kehancuran pernikahan akan bertambah satu lagi.
Merupakan kegiatan saya menginterview pasangan yang meminta saya untuk menikahkan mereka, dan kemudian menyediakan konseling sebelum nikah yang saya anggap tepat. Jika beberapa masalah tidak terbuka, saya berusaha mengatasinya dengan seluruh kemampuan saya. Setelah bicara kepada Dave dan Betty saya merasa ragu untuk menikahkan mereka. Menjadi jelas bahwa keinginan utama Dave dalam pernikahan adalah memenuhi kepuasa fisik. Betty menutup mata terhadap hal ini karena keinginannya untuk melarikan diri dari situasi rumah dan karena tersanjung akan perhatian Dave.
Dalam suatu pertemuan pribadi dengan Betty saya memperingatkan dia setaktis mungkin terhadap ditundanya dulu pernikahan ini. Mungkin waktu akan menolong mereka mengerti satu sama lain lebih baik dan melihat apa yang harus diatasi sebelum tekanan dalam pernikahan membingungkan mereka. Dan jelas jika Dave mengasihi Betty dia mau menunggu sedikit lagi. Tapi Betty menjadi marah dan mengatakan pada Dave sindiran saya. Mereka memutuskan tidak berurusan lagi dengan saya, dan meminta orang lain untuk menikahi mereka. Saya hilang hubungan dengan Dave dan Betty setelah itu, tapi saya belajar bahwa 2 tahun kemudian dengan 2 anak Betty bercerai, bergumul untuk menyelesaikan pendidikannya bersama dengan menyediakan kebutuhan anaknya. Eros gagal menyokong hubungan mereka.
Sayangnya tidak mudah menghindari kejatuhan seperti ini, karena seluruh budaya kita meyakinkan kita bahwa eros adalah kasih, dikasihi lebih penting dari mengasihi, dan dikasihi tergantung dari penampilan. Jadi kita membeli baju bagus, pengeras rambut, sikat gigi, parfum, dan bantuan lainnya untuk membuat kita lebih menarik, sehingga seseorang bisa jatuh cinta pada kita dan membuat kita bahagia. Penekanan berlebihan dari eros sumber dari besarnya jumlah pernikahan yang hancur.
“Playboy philosophy” adalah eros dalam tindakan. Hal ini berpendapat bahwa seorang wanita merupakan mainan yang menarik untuk pemuasan dan kesenangan pria, dan pendekatan seksual sama dengan “bercinta.” Tapi kasih lebih dari seks. Tidak ada hubungan yang dibangun atas dasar fisik semata bisa bertahan lama, karena keinginan fisik pasti akan kehilangan daya tariknya. Saat itu terjadi, hubungan mulai menurun dengan cepat dan kecuali kedekatan jiwa dan roh sudah terbangun.
Pernikahan yang dibangun hanya atas eros akan mengalami kesulitan dari awalnya. Pertunangan sebaiknya digunakan untuk membangun persekutuan jiwa dan roh. Kemudian kesatuan fisik setelah menikah akan menjadi puncak dari pertumbuhan hubungan daripadan suatu yang sudah busuk atau basi dalam hubungan. Jika anda membuat kesalahan mematikan yaitu menikah atas dasar eros semata, tidak ada berita untuk anda. Kasih bisa bertumbuh. Tapi tidak secara otomatis, itu bertumbuh jika anda mengusahakannya. Satu-satunya harapan bagi pernikahan anda adalah pindah ketingkatan kasih yang lebih tinggi.
Philia, merupakan tingkatan kasih yang lebih tinggi, berhubungan kejiwa daripada tubuh. Itu menyentuh kepribadian manusia—intelektual, emosi, dan kehendak. Itu melibatkan saling berbagi. Kata yang paling dekat adalah “persahabatan” Walau kata bendanya hanya digunakan sekali dalam PB,1 kata kerja “mengasihi, menyukai” dan kata sifat “kasih, perhatian” sering digunakan. Inilah tingkatan kasih yang dinyatakan Petrus bagi Kristus saat Tuhan bertanya “Petrus apakah engkau mengasihiKu?” Petrus menjawab, “Engkau tahu kalau aku mengasihiMu,” atau “Engkau tahu kalau aku temanmu.”2
Ada sedikit eros dalam philia. Kita memilih teman karena kesenangan yang bisa kita dapatkan dari mereka. Ada kualitas pribadi dalam mereka yang kita hargai, kepintaran dan ketertarikan budaya, dan ekspresi diri yang saling memuaskan. Kita mendapatkan sesuatu yang dinikmati dari hubungan itu, tapi kita juga mau memberi bagian kita. Pemberian ini tidak terbebas dari motivasi yang egois, tapi keegoisan sebagian besar tidak terlihat oleh rasa kebersamaan. Philia merupakan tingkatan kasih yang lebih tinggi dari eros didalamnya kebahagiaan “kita” terlibat daripada hanya kebahagiaan “saya”..
Cukup banyak pernikahan bahagia dibangun atas philia. Sebenarnya, baik juga jika suami dan istri adalah teman. Saya mengenal beberapa suami dan istri yang mengatakan mereka saling mengasihi tapi bukan teman! Mereka kelihatannya tidak menikmati kebersamaan. Suatu pernikahan tidak bisa selamat kecuali kasih ditumbuhkan setidaknya ditingkatan philia. Jika anda orang muda yang sedang merenungkan pernikahan, anda harus memberi waktu cukup lama untuk menemukan apakah anda betul-betul mencintai orang yang akan bersatu dengan anda seumur hidup. Beberapa bulan tidak cukup lama untuk belajar kesalahan dan kelemahan yang mungkin bisa mengganggu dan membuat anda marah setelah pernikahan. Anda telah mendengar kalau cinta itu buta, tapi dalam kenyataannya hanya eros yang buta. Itu menutup mata pada kesalahan, menertawakan kelemahan, dan merasionnalisasi potensi masalah. Philia, sebaliknya, menghadapi semua hal itu dan memutuskan apakah mereka punya kekuatan yang sebaliknya. Jika ada, philia menetapkan untuk hidup sukacita dengan kelemahan dalam kehidupannya setiap hari.
Philia merupakan kasih yang setengah-setengah—memberi sedikit, menerima sedikut; pembagian yang setengah-setengah. Suatu pasangan bisa berhasil atas dasar kasih ini selama masing-masing melakukan bagiannya dan keadaan hidup tetap tenang. Jika salah satu pasangan gagal memberikan bagiannya, atau jika tekanan yang tidak biasa terjadi (krisis keuangan, sakit yang parah, ketegangan dengan mertua, masalah seksual, masalah membesarkan anak, dll.), persahabatan menderita. Philia tidak tahan tekanannya. Itu akan menjadi egois dan menuntut, dan persahabatan menjadi konflik. Satu-satunya harapan untuk penikahan yang berhasil dan memuaskan adalah bertumbuh dalam tingkatan kasih yang tertinggi.
Tingkatan kasih itu adalah agape. Itu tidak mencari kesenangan sendiri, tapi senang memberi. Itu tidak dikobarkan oleh kelayakan atau nilai objek itu, tapi dari nature yang diberikan Tuhan. Agape tetap mengasihi bahkan saat objeknya tidak membalas, tidak baik, tidak kasih atau sama sekali tidak bernilai. Itu hanya menginginkan kebaikan orang yang dikasihi. Kasih itu hidup untuk membuat yang dikasihinya bahagia, apapun harga yang harus dibayar. Kasih itu tidak memberi 50 persen dan mengharapkan balasan yang sama. Kasih itu memberi semuanya dan tidak mengharap balasan!
Hati-hati terhadap tiruan! Seseorang akan mencoba memberikan kasih seperti ini untuk mendapat balasan yang lebih. Itu mungkin bisa terjadi, tapi bukan merupakan motif yang sebenarnya dari agape. Seseorang mungkin mencoba memberi agape-palsu kerena mereka menikmati kepuasan ego dipandang murah hati atau menjadikan seseorang tergantung pada mereka. Agape yang benar sama sekali tidak egois.
Anda berkata, “Tapi itu bukan manusia.” Anda benar! Tidak ada manusia dalam dunia bisa menghasilkan agape sejati. Agape diberikan oleh Tuhan saja. Sebenarnya, Tuhan sendiri adalah agape.3 Alkitab dipenuhi dengan gambaran Tuhan yang memberi, berkorban, dan menyediakan kebutuhan pendosa seperti kita.4 Saat kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat kita, Tuhan memberikan agapeNya kedalam diri kita: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.”5 Kasih Tuhan itu akan dinyatakan melalui pengalaman sehari-hari kita.
Tapi bagaimana kita bisa menunjukan kasih Tuhan? Kita tahu kalau kita membutuhkan kasih seperti ini dalam rumah jika kita ingin menjadi orang Kristen yang bahagia, tapi kita kelihatannya tidak bisa memberikannya. Sebaliknya kita menunjukan kelaparan luar biasa untuk dikasihi, menuntut apa yang disebut psikolog sebagai kebutuhan dasar hidup manusia. Kita akan mencoba setiap cara untuk mendapat kasih yang kita butuhkan, tapi sebagian besar dari usaha kita hanya berbalik dan makin menjauhkan kita dari mereka yang ingin kita kasihi. Kita belajar melalui pengalaman yang pahit bahwa kita tidak bisa membuat seseorang mengasihi kita.
Solusinya ditemukan dalam Firman Tuhan. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.”6 Kasih Tuhan bagi kita membangkitkan kasih dalam hati kita. Apakah hati anda dipenuhi dengan kepahitan, permusuhan atau perasaan tidak enak? Tuhan mengasihi anda, disamping keberdosaan anda. Tuhan mengasihi anda! Renungkan kasihNya, nikmati kasihNya, nyatakan kasihNya, dalami kasihNya, bersyukur padaNya atas kasihNya. Keagungan semuanya itu membuat dosamu lebih nyata dan kejam dimatamu, tapi anda akan mengakuinya, dan dalam kasih Dia akan mengampuni dan membersihkan anda, dan keagungan pengampunan kasihNya akan mengherankan anda lebih lagi. Tidak lama kemudian anda akan menyerahkan seluruh diri anda kepadaNya, membiarkan Dia mengontrol dan memenuhi anda, membiarkan hidupNya nyata dalam hidup anda. Kemudia kasih sejati, agape, akan mengalir melalui anda kepada mereka disekitar anda, karena buah Roh adalah agape.7 Hasilnya selalu baru, seseorang yang tahu bagaimana mengasihi dalam tingkatan yang tertinggi.
Motivasi kita untuk perubahan tidak bisa untuk mengubah mereka disekitar kita, tapi itu merupakan dampak dalam beberapa jangka waktu. Prinsip yang kita temukan dalam Firman Tuhan adalah kasih menghasilkan kasih. Bagian yang lain mengajarkan kebenaran yang sama. “apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya!”8 Saat kita menabur kasih kita menuai kasih. “Berilah dan kamu akan diberi!”9 Saat kita memberi kasih kita akan menerima kasih. Kita perlu membuka hati kita untuk mengasihi Tuhan dan membiarkan Dia menyatakan kasihNya melalui kita kepada pasangan dalam pernikahan. Dia akan menggunakannya untuk mengubah pernikahan kita kedalam hubungan yang indah yang sudah direncanakanNya bagi mereka.


1 James 4:4. 2 John 21:15, 16. 3 1 John 4:8. 4 Cf. John 3:16; Romans 5:8; 1 John 3:16; 4:10. 5 Romans 5:5, TLB. 6 1 John 4:19, KJV. 7 Galatians 5:22. 8 Galatians 6:7, TLB. 9 Luke 6:38, TLB.
6. “Tapi yang terbesar dari semuanya
Elemen terpenting dalam keluarga Kristen yang bahagia adalah kasih, tapi kenapa banyak orang berpikir kasih bukan bentuk tertinggi dari kasih itu. Baik eros, suatu perasaan yang diinspirasi oleh sesuatu yang menarik dalam objeknya, atau philia, suatu rasa persahabatan. Perasaan ini bisa menopang suatu hubungan untuk sementara dan mungkin membawa suatu kebahagiaan dalam tingkatan tertentu, tapi jika suatu pasangan bercita-cita mendapat sukacita yang tetap dalam penikahan maka mereka membutuhkan agape, kasih Tuhan. Agape tidak mencari apa yang bisa didapat, tapi mengejar apa yang bisa diberikan, dan terus memberi bahkan walau tidak ada balasan.
Saat Roh Kudus mengontrol hidup kita dan menyatakan agape melalui kita, jelas elemen eros dan philia tetap ada dalam hubungan pernikahan kita. Kita tetap menghargai ketertarikan terkasih kita dan ekspresi fisik dari mereka. Kita mendapat kepuasan dari kebersamaan, suatu hati yang dekat, emosi dan kehendak. Tapi kasih kita tidak lagi bergantung pada menariknya pasangan kita, juga dari kepuasan yang kita dapatkan. Sumber kasih kita yang terus bertumbuh adalah Tuhan sendiri. Dia menguduskan eros dan philia dan membuat mereka berarti dan berharga. Hidup menjadi seimbang dan indah, dan kebahagiaan dari Tuhan memerintah dalam rumah kita.
Rumah seperti apakah yang terjadi saat suami dan istri dipenuhi oleh Roh, dan agape dinyatakan? Jawabannya terdapat dalam 1 Korintus 13. Setiap pemunculan kata “kasih” dalam pasal ini diterjemahkan dari kata Yunani agape. Pasal ini mengandung penjabaran kasih daripada definisinya; itu menunjukan pada kita bagaimana agape bertindak. Walau agape sejati berkaitan dengan setiap objek kasih, seperti Tuhan sendiri, orang percaya lainnya, anak kita dan dunia yang terhilang, kita akan membatasi aplikasi dalam bab ini hanya pada hubungan suami istri.
(1) “Kasih Mau Menderita.” Itu sabar, lambat marah, lambat membalas, lambat tersinggung. Kasih sejati membuat kita mampu menanggung dengan sabar dengan orang yang kita kasihi saat mereka salah, menyerang, atau mengkritik kita. Itu lambat membela diri atau membalas. Seorang yang mengasihi mau menjadi keset kaki, membiarkan orang yang dikasihi melangkahi dia tanpa permusuhan, mengasihani diri, atau pernyataan sarkastik.
Sebagian orang akan menjawab, “itu bukan kasih; itu cara yang menyakitkan. Saya pasti hancur jika melakukannya.” Sebaliknya, itulah cara kita menunjukan pada orang yang kita kasihi kalau kita benar mengasihi mereka; saat mereka yakin akan hal ini, mereka akan mulai merespon seperti itu juga, karena kasih menghasilkan kasih. Memaksakan hak kita dan menyerang balik saat mereka salah pada kita hanya akan menambah masalah, dan itu akan menghasilkan kehancuran. Kita tidak bisa tidak menjadi keset kaki jika situasi menuntut seperti itu. Beberapa orang akan protes, “Tapi anda tidak kenal istri/suami anda; dia akan terus mengambil keuntungan dari saya; melangkahi saya dan menyukainya.” Tapi tunggu sebentar. Apakah anda meragukan Firman Tuhan yang kekal? “beri dan itu akan diberi.” “Apa yang ditabur, itu juga yang dituai.” “Kita mengasihiNya karena Dia lebih dahulu mengasihi kita.” Percayalah perkataan Tuhan. Terus nyatakan kasihNya, apapun akibatnya, karena Dia menjanjikan kalau itu akan menghasilkan kasih sejati sebagai balasan.
(2) “Kasih Itu Baik.” Ini sisi positif dari prinsip pertama. Kesabaran menjauhkan diri dari reaksi yang provokatif, sementara kebaikan mencari cara yang membangun untuk melakukan hal yang baik pada mereka yang dikasihi tidak peduli bagaimana mereka bertindak. Kebaikan adalah menunjukan penghargaan terhadap hal-hal kecil yang kita sukai dan mengatakannya dengan pujian yang tulus. Sebagian suami dan istri tidak bisa mengingat kapan terakhir pasangan mereka memuji dirinya.
Kebaikan adalah tangan yang menolong, dan itu berlaku untuk suami dan istri. Kebaikan merupakan nada suara, sikap yang menerima atau senyuman. Sebagian suami dan istri jarang bicara kebaikan diantara mereka. Mereka tahu cara bicara dengan nada baik terhadap orang lain, tapi mereka sendiri saling menggeram. Coba perhatikan kebaikan apa dalam rumah anda. Kapanpun anda bicara yang menghasilkan tanggapan negative, tanyakan ini, “Apakah itu baik?” Jika tidak, akui itu pada Tuhan, minta maaf pada pasangan anda, dan minta anugrah Tuhan untuk baik. Itu bisa berdampak besar dalam penikahan anda.
(3) “Kasih tidak Iri Hati.” Kasih tidak cemburu; ini bukan kompetisi dengan orang yang anda kasihi, juga menyakiti saat hanya berada diurutan kedua. Sayangnya, suami dan istri sering saling cemburu. Suami mungkin iri terhadap talenta istri, kemampuan kepemimpinannya, kemampuannya bergaul dengan orang lain, atau pengetahuannya terhadap Firman Tuhan. Istrinya mungkin iri melihat waktu yang diluangkan suami dengan anak-anak, atau perhatian kepada anak saat dia pulang kerja—setelah dia memberi diri seharian untuk merawat mereka. Dia mungkin iri tehadap waktu yang diberikan suami dalam pekerjaan, gereja, atau hal lain yang disukainya. Mereka berdua merasakan gelombang kecemburuan saat ada lawan jenis yang akrab dengan pasangan mereka. Kasih Agape tidak cemburu, dan menuntut diperhatikan sepanjang waktu.
(4) “Kasih tidak memegahkan diri dan Sombong.” Kedua hal itu sama artinya. Kasih itu tidak menggelembung; Tidak membesar-besarkan nilai suatu hal. Itu tidak menganggap diri lebih hebat dari objeknya. Kesombongan sangat halus, apakah itu sombong akan kemampuan, pendidikan yang lebih baik, budi bahasa yang lebih baik, kerohanian yang lebih, atau banyak hal lainnya. Itu merangkak tanpa disadari, tapi hampir selalu nyata dalam prilaku kita terhadap pasangan, menggerogoti hubungan kita sampai hanya sedikit yang tersisa.
Kadang kita merasa bahwa kita telah melalukan suatu yang luar biasa. Kita ingin dipuji, tapi pujian tidak pernah datang. Perasaan kita terluka, dan kita mulai mengulangi apa yang telah kita lakukan untuk mendapat pujian. Ini bukan kasih, karena kasih tidak menyombongkan diri. Mungkin kekurangan kasih yang menahan pujian, tapi setiap kita akan bertanggung jawab pada Tuhan untuk diri kita—bukan pasangan kita.
(5) “Kasih Itu berlaku sopan.” Kasih tidak pernah berlaku tidak pantas, tapi selalu berlaku sopan dan pantas. Saat kita benar-benar mengasihi, kita berusaha melakukan hal kecil untuk menunjukan perhatian kita. Siapapun itu. Kebanyakan istri mendapatkan suaminya jarang membuka pintu mobil atau tindakan yang menunjukan hal yang kasih. Tidak hanya suami saja yang salah. Sebagian istri bereaksi marah saat suami mereka membuat permintaan tidak masuk akan dalam nada yang tidak enak. Istri lain menunjukan ketidak sopanan dengan memotong suaminya yang sedang bicara. Kasih tidak pernah kasar.
(6) “Kasih tidak egois.” Inilah inti kasih yang tidak egois, tidak adanya pengutamaan kepentingan pribadi. Kasih tidak menuntut caranya sendiri atau haknya saja. Hal pelanggaran hak mungkin salah satu masalah umum dalam pernikahan. Semua kita percaya bahwa kita memiliki hak tertentu: hak untuk dihargai, hak untuk melakukan sesuatu dengan cara kita, hak untuk menikmati kenyamanan pribadi, hak untuk memenuhi kebutuhan kita. Saat pasangan kita melanggar hak ini, kita bereaksi dalam kemarahan dan permusuhan. Tapi kesabaran sejati menurut Alkitab adalah kemauan untuk memberikan hak itu kepada orang yang kita kasihi. Sebenarnya, ketika kita sepenuhnya berserah kepada Tuhan, kita dengan sukacita menyerahkan hak kita kepadaNya. Jika kita dengan tulus memberikan semuanya pada Dia, tidak ada yang akan dilanggar. Kita hanya menikmati hak yang Tuhan lihat sesuai dengan kehendakNya. Lihat lagi konflik dengan orang yang anda kasihi, dan anda mungkin melihat beberapa hak anda yang dilanggar. Saat anda mencoba menuntut hak anda, minta kasih karunia dan kuasa Tuhan untuk menyerahkan itu padaNya. Kemudian lihat ketegangan mulai mereda dalam hubungan pernikahan anda.
(7) “Kasih tidak mudah marah.” Tidak terlalu sensitive. Karena itu telah diserahkan pada yang dikasihi, tidak ada yang perlu dikesalkan. Kasih tidak mudah marah, kuat, tidak pemarah. Orang yang terlalu sensitive merupakan pasangan yang buruk; mereka butuh dipimpin Roh Tuhan untuk memberikan mereka kemenangan dalam hal ini jika mereka berharap menemukan kebahagiaan dalam pernikahan.
(8) “Kasih tidak memikirkan hal yang jahat.” Kasih tidak terus melihat kesalahan yang dilakukan objek kasih itu. Kasih juga tidak membesarkan kesalahan manusia. Kasih mengampuni dan melupakan; tidak mendendam atau menghitung ! apakah anda pernah melihat kebelakang kehidupan pernikahan anda dan menghitung kesalahan yang diperbuat kepada anda? Kita cenderung melakukan ini saat kita ingin berdebat. Tapi itu bukan kasih. Apakah anda pernah membiarkan pikiran anda terus berpikir tentang kesalahan dan kekurangan pasangan anda sampai anda merasa terbalaskan? Kita rawan akan hal ini setelang terjadi perdebatan yang panas. Tapi ini juga bukan kasih. “Jangan pikir hal yang buruk” juga menghilangkan kritik yang terus menerus dan ketidak setujuan yang sering ditujukan pada pasangannya. Itu memerlukan disiplin yang dimampukan oleh Roh untuk menghentikan kebiasaan yang buruk ini jika anda sudah jatuh kedalamnya, tapi anda tidak akan meneruskannya jika anda benar-benar kasih. Sebagai permulaan yang baik anda bisa menuliskan daftar hal yang baik dari pasangan anda. Bacakan itu setiap kali anda dicobai untuk mencari kesalahan. Tuhan bisa menggunakan itu untuk mengubah prilaku anda secara dramatis.
(9) “Kasih tidak senang dengan ketidakadilan, tapi bersukacita dalam kebenaran.” Pernyataan ini mengarah pada kepuasan jahat yang kita rasakan saat seseorang yang melukai kita tertangkap melakukan sesuatu yang salah. “Dia pantas mendapatkan hal itu” merupakan reaksi kita yang tidak berperasaan. Pernyataan itu juga bisa pada terjadi pada saat kita menyombongkan kelemahan pasangan kita untuk membenarkan diri. Sebagai contoh, kita mungkin meninggikan diri terhadap kesalahan yang dilakukan pasangan kita. Kita menekankan hal itu dengan, “lihat; kamu juga tidak sempurna!” Kasih tidak bersukacita saat kesalahan dibuat, tapi saat kebenaran dan hal dilakukan.
(10) “Kasih menanggung semua hal.” Kata “menanggung” diterjemahkan secara literal “menutupi, melewati dalam diam, menjaga tetap rahasia.” Kasih tidak mengumumkan kesalahan seseorang, tidak merendahkan orang yang dikasihi dengan menunjukan kelemahan dan kegagalan dihadapan orang lain. Walaupun hal ini merupakan olahraga diluar ruangan yang disukai beberapa pasangan, itu bukan kasih. Kasih menjaga hal ini tetap rahasia.
(11) ‘“Kasih percaya semua hal.” Ini tidak berarti kasih itu mudah ditipu, tapi tidak curiga, meragukan dan salah percaya. Kasih sejati menghilangkan hal ketiga: “dimana kamu? Apa yang kamu perbuat? Dengan siapa kamu? Kenapa tidak pulang lebih cepat?” beberapa wanita protes saat mereka mendengar kasih percaya semua hal. “Tapi dia sudah sering berbohong; Saya tidak bisa percaya lagi.” Mungkin anda tidak bisa percaya dia, tapi anda bisa percaya Tuhan akan menggunakan kasih anda dan kepercayaan anda untuk mengubah hidupnya. Kasih terus percaya.
(12) “Kasih mengharapkan semua hal.” Kasih tidak membesarkan masalah untuk membenarkan penghentian. Kasih tidak pernah menyerah berharap, tidak pernah putus asa. Kasih tetap berjalan.
(13) “Kasih sabar terhadap semua hal.” Konsepnya adalah tahan menderita suatu penyerangan. Kasih bertahan terhadap setiap badai penderitaan atau penganiayaan. Kasih menerima setiap pukulan dan tetap kembali untuk berjuang—dengan sukacita!
(14) “Kasih tidak pernah gagal.” Kasih tidak pernah hancur, tidak pernah berhenti. Selama Roh Tuhan mengatur kehidupan kita Dia terus menghasilkan kasih dan kita terus menyatakan hal itu! Jika kita berhenti, kita tahu kalau Roh Tuhan tidak lagi mengatur, karena kasih Tuhan tidak pernah berakhir.
Saya berharap anda bisa mendengar bagaimana Karena menggambarkan bagaimana Firman Tuhan bekerja dalam hidupnya. Suaminya, Bruce, telah bertumbuh dalam gereja dan mengakui Kristus sebagai Juruselamat, tapi dia tidak pernah menunjukan kenyataan rohani itu dalam tindakannya. Setelah Karen dan Bruce menikah hal berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Bruce mulai mabuk berat, keluar sepanjang malam, membuang uang mereka, dan tidak memperlakukan Karen dan anaknya dengan baik. Setelah hal ini berlangsung lama. Sahabat Karena memohon agar dia meninggalkan Bruce untuk kepentingan anak dan kesehatan mental dan fisiknya. Bagaimanapun, dia menolak, karena dia yakin Tuhan akan mengubah suaminya. Dia menyerahkan haknya untuk menikmati suami yang kasih dan pengertian, dan minta Tuhan memenuhi dia dengan kasih dan kebaikan yang lebih besar kebalikan dari kekejaman yang dia alami. Dia tetap percaya dan berharap. Setelah beberapa tahun kemudia saat saya duduk dalam ruang tamu mereka dan mendengar cerita mereka. Bruce sekarang seorang suami, ayah dan pemimpin rohani yang bisa diandalkan dalam rumah dan digereja. “Apa yang membuat perubahan ini?” saya bertanya. “Ada beberapa factor,” dia menjawab. “Tuhan menggunakan setia penginjil yang datang untuk menyelesaikan keputusan ini. Tapi pengaruh terbesar adalah Karen—keinginannya untuk tetap bersama saya dan menanggung semua penderitaan yang saya buat terhadapnya. Saya tahu dia benar-benar engasihi saya. Kasih yang membuat saya sadar.”
Rasul Paulus menyimpulkan kotbahnya tentang kasih dengan 3 sifat orang Kristen—iman, pengharapan, dan kasih. Seharusnya tidak mengagetkan kalau pernyataan terakhirnya adalah, “tapi yang terbesar dari semua itu adalah kasih.”1 Inilah agape—inilah kasih Tuhan—merupakan hal terbesar dalam dunia. Ini bisa mengubah rumah kita dan membuat semua yang kita impikan jadi kenyataan. Tapi itu semua tergantung pada kita—pada kemauan kita mengijinkan Roh Tuhan menghasilkan kasih ini dalam hati dan kehidupan kita.











1 1 Corinthians 13:13.
Ini Suatu Misteri Besar
P
ria dan wanita berbeda! Anda mungkin melihat hal ini sudah kenyataan, tapi perbedaannya sangat penting untuk dipikirkan, karena trend masa kita adalah mengurangi perbedaan, memperbesar kesamaan, dan menyalahgunakan arti kesetaraan. Kita mendengan kalau wanita bisa melakukan apapun yang pria lakukan, dan beberapa wanita berjuang mendapatkan pekerjaan pria untuk membuktikan hal itu. Gaya berpakaian cenderung mengaburkan perbedaan antara kedua jenis ini. Urutan otoritas Alkitab dalam keluarga diejek oleh sosiolog modern. Pasangan modern ingin kata “taat” dikeluarkan dalam upacara pernikahan karena bagi mereka itu mengurangi status mereka menjadi seperti budak.
Tuhan membuat pria dan wanita untuk berbeda. “Pria dan wanita diciptakanNya.”1 “Permulaan Tuhan menciptakan pria dan wanita.”2 Pria dan wanita bicara hal yang berbeda, berjalan dengan cara berbeda, berpikir beda, dan bahkan makan yang berbeda! Mereka dimotivasi oleh nilai yang berbeda dan dipengaruhi oleh emosi yang berbeda. Mereka berbeda dalam setiap sel tubuh mereka.
Walau ada beberapa perbedaan antara wanita dan pria, termasuk pengecualian semua penyamarataan, kita bisa melihat perbedaan penting. Secara umum, pria secara fisik lebih kuat dari wanita. Mereka lebih logis dari wanita, karena wanita kelihatannya lebih mengandalkan intuisi dan emosi. Pria umumnya lebih objektif, wanita lebih subjektif. Pria sering lebih realistic, wanita idealistic. Banyak pria bisa meyakinkan diri sendiri, sementara wanita sering perlu diyakinkan. Pria kelihatannya lebih kuat dalam pemikiran, sementara wanita lebih bisa terpengaruh orang lain. Disaat yang sama, wanita umumnya lebih simpatik dari pria. Mereka lebih tertarik terhadap orang, sementara pria terhadap benda. Dalam bab berikut kita akan membahas beberapa perbedaan dan kebutuhan khusus yang diperlukan. Kita akan melihat bagaimana perintah spesifik Tuhan bagi suami dan istri untuk menolong pasangannya memenuhi kebutuhan khususnya. Untuk saat ini, kita akan belajar kenapa Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan perbedaan seperti itu.
Rasul Paulus membahas alasannya dalam suratnya kepada jemaat Efesus. Jika ada hal yang ingin dimengerti pasangan tentang pernikahan, itu adalah hubungan suami istri dibandingkan dengan hubungan Kristus dan gerejaNya. Dia mengulangi hal itu 3 kali dalam ayat berturut-turut.3 Kemudian, setelah bicara pria bersatu dengan istrinya, dia membuat pernyataan luar biasa: “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”4 Hubungan pernikahan dibuat oleh Tuhan untuk menjadi ilustrasi hidup akan hubungan Kristus dan gerejaNya. Walau pernikahan dibuat dalam taman Eden lama sebelum gereja dimulai, persatuan itu menyatakan bahwa Tuhan suatu hari akan membentuk gereja dan menjadikannya pengantin AnakNya. Ini suatu misteri besar, kebenaran ilahi yang tersembunyi selama berabad-abad tapi sekarang dinyatakan dengan jelas. Pernikahan merupakan pernyataan luar biasa, dengan jelas menggambarkan hubungan antara Kristus dan gereja.
Dalam drama pernikahan pemainnya adalah suami dan istri. Semua memiliki peran yang harus dinyatakan. Suami menggambarkan Kristus dan istri mewakili gereja. Tidak ada yang lebih jelas dari Alkitab:
“karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”5
Setiap pemain harus secara unik beradaptasi dengan perannya. Satu alasan yang sangat penting bahwa Tuhan membuat pria dan wanita tidak sama adalah bahwa pria menggambarkan Kristus dan wanita menggambarkan gereja sebagai pelajaran.
Seperti ada urutan otoritas dalam hubungan Kristus-gereja, demikian juga ada urutan otoritas dalam hubungan suami-istri. Satu yang paling diperdebatkan adalah konsep Alkitab bahwa “… suami adalah kepala istri, seperti Kristus adalah kepala gereja.”6 Ini pengajaran Alkitab tentang kepemimpinan. Jika dengan benar dimengerti dan dilakukan, ini bukan suatu yang tidak enak tapi suatu syukur dan kehormatan. Karena pengajaran ini merupakan bagian dari Firman Tuhan yang tidak mungkin salah, maka tidak ada pernikahan harmonis yang sempurna diluar dari aplikasi ini, Kemudia apa itu kepemimpinan?
Mungkin kita harus memutuskan apa yang bukan. Kepemimpinan bukan superioritas. Dalam Alkitab tidak ada yang menunjukan bahwa pria superior dari wanita. Sebenarnya, dengan jelas dinyatakan bahwa pria dan wanita sejajar dimata Tuhan. “tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.”7 Dua menjadi “satu daging” juga menunjukan kesetaraan. Tuhan menciptakan pria dan wanita untuk diperlakukan setara—bukan lebih rendah. Pria yang merendahkan wanita mungkin melakukan itu untuk meyakinkan kepriaan mereka. Jika mereka yakin bahwa pria superior dari wanita, maka mereka merasa superior terhadap istri tidak peduli betapa lemah atau tidak bertanggung jawabnya mereka itu!
Kepemimpinan juga tidak terdiri dari dominasi atau kediktaktoran. Pengajaran kepemimpinan tidak menghancurkan kepribadian atau kehendak istri, atau menguranginya menjadi seperti budak. Sebenarnya hal ini berlawanan. Yesus Kristus merupakan contoh utama tentang hal ini, sebagai kepala gereja Dia melayaninya.8 Dalam kapasitas ini Kristus melayani gereja—suatu fakta yang para suami perlu pikirkan! Beberapa pria memiliki pemikiran yang salah tentang arti kepemimpinan “Saya bos dan kamu lakukan apapun yang saya suka. Sekarang ambilkan sandal saya.”
Pria lain memiliki pemikiran lucu bahwa kepala termasuk hak menggertak. Mereka digertak oleh bos saat kerja, jadi mereka pulang dan menggertak istri dan anak untuk membuktikan kejantanannya.
Tapi brutalitas bukan kejantanan. Sebaliknya itu menunjukan kelemahan. Manusia yang duduk diatas kelemahan seseorang daripada dirinya menunjukan ketidakpastian tentang kekuatan dia yang sebenarnya. Jika dia mendorong istrinya, menyeret istrinya, atau memukulnya, dia menunjukan ketidakpastian, tidak dewasa, dan tidak kompeten sebagai seorang suami. Perlakuan seperti itu membuat istri masuk kerehabilitasi mental. Pria yang berpikir dia bisa mengatur istrinya seperti budak, menipu istrinya disetiap hak istimewa yang Tuhan ingin istrinya miliki.
Disisi positif, kepala merupakan kepemimpinan kasih.
Ada kebutuhan umum untuk kepemimpinan dalam setiap pengalaman manusia. Kita punya itu melalui pemerintahan—setempat, Negara bagian, dan federal. Mentri, gubernur, dan presiden tidak superior terhadap kita, tapi sebagai pemimpin yang kita pilih mereka didelegasikan posisi otoritas. Kita memiliki otoritas dalam sekolah, pekerjaan, dan gereja kita.9 Kita memerlukan itu dalam keluarga. Alkitab menyatakan, “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.”10 Mungkin teladan terbesar tentang hal ini adalah Bapa Head over Anak. Kristus setara dengan BapaNya sejak kekekalan, tapi Dia tunduk pada otoritas Bapa. Seperti Bapa kepala Anak dan Anak kepala manusia, juga pria kepala wanita dalam hubungan pernikahan.
Para wanita mungkin bertanya, “kenapa harus begitu?” Jawabannya sederhana—untuk menunjukan tunduknya gereja kepada kepemimpinan Yesus Kristus. “Tapi kenapa harus wanita yang harus tunduk?” Karena cara Tuhan menciptakannya. Disatu sisi, wanita secara fisik lemah.11 Lemah bergantung pada yang kuat, dan yang kuat memimpin yang lemah. Itu kata Tuhan pada Hawa diawal hidupnya, “Dia[Adam] akan berkuasa atasmu.”12 Dia jadi kepala, diberikan otoritas.
Natur yang diberikan Tuhan pada wanita adalah untuk dipimpin, bergantung. Dia tidak akan benar-benar bahagia dengan peran lain. Beberapa wanita, karena keegoisan dan tidak dewasa, mencoba mendominasi suaminya—tapi mereka tidak bahagia dengan hal itu. Semakin dewasa wanita itu, semakin sadar kalau dia melemahkan pria yang dia nikahi, semakin dia membenci dirinya karena itu. Keinginan istri mengkritik, mengejek, merendahkan, atau memanipulasi suami sering tidak terkontrol, tapi Kristus bisa menolongnya untuk mengontrol semua itu. Dia tidak akan betul-betul bahagia kecuali membiarkan Kristus mengubahnya. Tuhan membuat wanita untuk bergantung pada suami; jika dia mengabaikan itu, dialah yang menderita.
Sayangnya, beberapa pria menjauh dari peran kepemimpinan mereka. Otoritas mendatangkan tanggung jawab, tuntutan, keputusan, tekanan, dan waktu yang lebih banyak. Mereka sudah mendapat hal ini dipekerjaan dan tidak ingin diganggu dengan semua ini dalam rumah.
Karena mereka lebih tertarik dengan kenyamanan diri daripada tanggung jawab Alkitab mereka, mereka memaksa istri memaikan peran pemimpin—dengan hasil yang kacau balau. Situasi ini berlawanan dengan nature wanita dan pria yang diberikan Tuhan. Ini mendatangkan perselisihan, frustrasi, tidak puas, permusuhan, dan pertengkaran. Para pria, ambil kendali! Jadilah pemimpin dalam rumahmu. Ambil inisiatif dalam membuat keputusan, melatih anak, dan membangun ibadah keluarga. Tidak ada pria yang mengabaikan tanggung jawab ini bisa menjadi pemimpin gereja.13 Suatu pagi saya bertanya pada 51 wanita dalam kelas Alkitab apa yang paling mereka butuhkan dari suaminya. Para wanita itu menjawab, “Saya perlu kepemimpinan dan tanggung jawabnya. Saya harus membuat keputusan yang seharusnya dia yang melakukan itu, dan saya tidak suka pakai celana.” Banyak wanita lain menjawab mirip seperti itu. Mereka prihatin terhadap kepemimpinan rohani suami mereka. Beberapa suami Kristen menolak memimpin doa dalam rumah mereka. Berlawanan dengan apa yang dilakukan dan dikatakan para istri, mereka tidak ingin mendominasi suami mereka. Mereka ingin dipimpin dengan kasih. Inilah peran yang diberikan. Tuhan dalam drama perkawinan. Bagaimana kepemimpinan inidiimplementasikan dalam rumah Kristen.?
Saya percaya mirip dengan kepemimpinan yang dilakukan dalam menjalankan organisasi. Tidak ada perusahaan yang berhasil bisa berfungsi baik dengan 2 kepala. Jika ada presiden dan wakil presiden, maka umumnya presiden merupakan pemimpinnya. Wakil presiden mungkin lebih pintar dari bosnya, tapi presiden menjalankan otoritas yang lebih besar. Statusnya bukan sebagai diktaktor, tapi menjalankan otoritas. Pengaturan bisa bejalan baik jika ada saling percaya, jika mereka melihat adanya kesetaraan, jika saling membagi dari kemampuan masing-masing, sumber, dan pengalaman, dan jika mereka membuat aturan dan keputusan secara bersama, dan semua menjalankannya. Dibelakang semua itu, ada kenyataan bahwa hanya satu dari mereka yang merupakan pemimpin. Dalam penilaian akhir dialah yang bertanggung jawab atas semua yang dilakukan. Inilah yang harus dikerjakan dalam pernikahan Kristen. Ini bisa digambarkan sebagai demokrasi dengan kepemimpinan pria. Setiap pasangan harus saling memperhatikan, dan untuk kebaikan pernikahan. Harus ada sharing dalam pembuatan keputusan dan menyelesaikan masalah. Karena setiap pasangan menunjukan kasih tulus, maka masalah yang tidak bisa diselesaikan sangat jarang. Tapi dalam kasus yang jarangpun, Tuhan berkata bahwa suami harus memimpin dengan kasih dan istri dengan kasih mengikuti. Inilah blueprint Tuhan bagi keluarga Kristen. Ini jauh dari pandangan yang merendahkan wanita. Ini juga jauh dari pandangan modern tentang kesamaan yang membebaskan wanita dari tanggung jawab keluarga, dapur, dan anak-anak dan membebaskan mereka dari otoritas suami. Seorang wanita menemukan kesetaraan dan kebebasan sejati saat dia melakukan peran yang diberikan Tuhan sebagai penolong, bergantung pada pria yang sudah Tuhan berikan dan tunduk padanya. Dia akan membalas dengan kasih, melindungi, dan memenuhi kebutuhannya. Tuhan merencanakan peran pria dan wanita untuk menunjukan hubungan antara Kristus dan gereja. Dia minta agar kita memuliakan Dia dengan menerima peran kita dengan sukarela dan menjalankannya dengan setia.











1 Genesis 1:27, KJV. 2 Matthew 19:4, TLB. 3 Ephesians 5:23-25. 4 Ephesians 5:32, KJV.
5 Ephesians 5:23-25, TLB. 6 Ephesians 5:23, KJV. 7 Galatians 3:28, KJV. 8 Matthew 20:28.
9 cf. 1 Thessalonians 5:12; 1 Timothy 5:17; Hebrews 13:17. 10 1 Corinthians 11:3, KJV.
11 1 Peter 3:7. 12 Genesis 3:16, TLB. 13 1 Timothy 3:4, 5.




Apa yang Harus Diketahui Setiap Pria
Ada buku yang berjudul What Men Know About Women.
S
emua halamannya kosong! Kita sering mendengar pria yang frustrasi berkata, “Saya tidak bisa mengerti wanita.” Tapi Rasul Petrus berkata, “hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu.”1 Ini sangat paradoks. Tuhan menyuruh pria untuk hidup bijaksana dengan istrinya—suatu pengertian akan nature dasar dan kebutuhan mereka—tapi sebagian besar pria sangat sedikit tahu tentang wanita. Bisakah ini menjadi alasan kenapa banyak pernikahan yang salah?
Jika Tuhan berkata bahwa pria harus hidup bijaksana dengan istrinya, maka jelas mereka bisa tahu sesuatu tentang mereka, pendapat popular sekalipun! Hal pertama yang perlu mereka ketahui dinyatakan dalam ayat yang baru kita kutip: “Hormati istrimu, karena mereka kaum yang lebih lemah.” Wanita adalah kaum yang lebih lemah. Itu tidak berarti wanita secara mental, moral, atau rohani lebih rendah, tapi secara fisik dia lebih lemah. Dia mungkin kurang terpengaruh akan penyakit dan mungkin memiliki jangka hidup yang lebih lama dari pria, tapi kenyataan tetap wanita lebih lemah secara fisik. Tuhan menciptakannya seperti itu dengan tujuan agar yang lemah bergantung pada yang lebih kuat.
Karena istri secara fisik lemah, dia bergantung pada suaminya untuk perlindungan dan penyediaan. Tugasnya adalah menyediakan makanan, pakaian, dan perlindungan, sementara istri dibuat Tuhan untuk mengandung anak dan menyediakan mereka dengan kasih dan perawatan yang dibutuhkan. Bagaimanapun, peralatan yang diberikan Tuhan untuk menjalankan peran itu menyebabkan kelemahannya—emosinya. Seorang wanita kadang bergumul dengan perubahan mood yang tiba-tiba dan tidak bisa dijelaskan. Ini disebabkan oleh kimia hormone yang merupakan bagian darinya. Emosi yang seperti itu membuat dia bergantung pada pria yang diberikan Tuhan. Itu menekankan perkataan Tuhan pada Hawa: “engkau akan berahi kepada suamimu.”2 Dia mencarinya dengan suatu keinginan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Dia diciptakan untuk dia, dan hidupnya berpusat padanya. Tuhan ingin para suami untuk “hidup bijaksana dengan istri,” kemudian sesuai dengan itu, “hormati istri, sebagai kaum yang lebih lemah.” Tuhan yang menciptakan kebutuhan emosi dalam wanita ini bertujuan agar dipenuhi oleh suami.
Sebagian dari anda mungkin bertanya, “Bagaimana dengan wanita yang tidak memiliki suami? Siapa yang akan memenuhi kebutuhan mereka?” Tuhan akan memberikan karunia lajang kepada wanita yang Dia inginkan tetap single. Lebih jauh, kebutuhan wanita bisa dipenuhi oleh Tuhan sendiri. Sebenarnya setiap wanita Kristen, menikah atau lajang, butuh menjaga hubungan pribadi dengan Kristus. Bagaimanapun, hal ini tidak menjadi alasan bagi suami dalam tanggung jawabnya terhadap istri. Cara Tuhan yang umum untuk memberikan keamanan dan kepuasan bagi wanita adalah melalui suaminya.
Bagaimana suami melakukan itu? Bagaimana setiap pria bisa memuaskan kebutuhan dasar wanita? Ini mungkin terdengar terlalu menyederhanakan, tapi beberapa huruf bisa menjadi jawaban lengkap dari masalah kompleks ini. Tanggung jawab utama suami dalam pernikahan Kristen adalah mengasihi istrinya. “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.”3 “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.”4 “kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri.”5 “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.”6 Semua ayat ini membutuhkan agape, merupakan kasih tertinggi untuk terus memberi saat tidak ada balasan dan hanya untuk kebaikan orang yang dikasihi dengan pengorbanan pribadi.
Ayat ini memberikan pengertian baru dari pengajaran yang salah terhadap kepemimpinan pria. Kepemimpinan bukan pengajaran kejantanan yang dengan cerdik dibuat untuk menyombongkan ego suami. Kepemimpinan meliputi tugas suami untuk membangun suasana kasih dimana kebutuhan dasar istri bisa dipenuhi—Suatu lingkungan dimana istri bisa dengan bebas bertumbuh dan mengembangkan semua yang Tuhan harapkan. Ketaatannya adalah respon sukarela terhadap kepemimpinan kasih suami.
Kata kuncinya adalah respon. Wanita adalah responder. Ini peran seseorang yang bergantung pada orang lain. Bunga bergantung pada sinar matahari dan hujan; saat mereka mendapatkannya, mereka berespon dengan mengembang dengan indah. Inilah juga cara Tuhan membuat wanita. Dia berespon terhadap apa yang diterimanya. Jika dia menerima kritik, kekasaran, tidak peduli, kurang dihargai, atau kurang dikasihi, dia akan berespon dengan membela diri, seperti kepahitan, dingin, perlawanan atau ngomel. Sebagian wanita menjadi peminum atau membenamkan diri dalam kegiatan sosial.
Tapi jika wanita menerima kasih, dia akan berespon dengan kasih, dan akan mengembang dengan indah menjadi mahluk terindah. Saat pria menyatakan istrinya tidak mengasihinya lagi, dia menyatakan bahwa dia tidak mengasihi istrinya seperti seharusnya. Jika dia mengasihi istrinya, maka istrinya berespon dengan kasih juga. Seorang pria mendapatkan apa yang diberikan pada istri. Dia tidak bisa memaksa istri untuk mengasihi dia, tapi dia bisa menunjukan kasih pada istri dan menikmati respon kasih istrinya. Maka dari itu, tanggung jawab pernikahan yang berhasil terutama diletakan pada suami. Dia yang melakukan langkah pertama—yaitu mengasihi istrinya dengan kasih Kristus.
“Jika saja dia berhenti ngomel, saya bisa lebih mengasihinya.” Jika itu yang anda katakan, maka lakukan sebaliknya! Suami harus berinisiatif. Kasih marupakan prilaku mental yang diterima melalui tindakan kehendak manusia dari sumber segala kasih, Tuhan sendiri. Ini tidak bergantung pada kelayakan atau tindakan objek, tapi pada kasih Tuhan yang tidak berkesudahan dan tidak berubah. Seorang istri bisa menjadi manis atau masam; rumah bisa menjadi bersih atau kotor; makanan bisa jadi enak atau buruk; tapi semua itu seharusnya tidak mempengaruhi kasih suami. Dia mengasihi istrinya “seperti Kristus mengasihi gereja.” Kita mengetahui bahwa kasih Kristus bagi gereja tidak berasal dari hal indah yang dilihatNya dalam kita, tapi melalui nature kasihNya. Sekarang DIa menyediakan kasih yang sama bagi setiap suami Kristen yang ingin pernikahannya berjalan.
“Para suami, kasihi istrimu seperti Kristus mengasihi gereja, dan memberikan diriNya.” Calvary, dimana Kristus mengorbankan DiriNya, merupakan pernyataan kasih terbesar dalam sejarah manusia. Pengorbanan diri merupakan inti kasih. Sekarang Tuhan meminta setiap suami Kristen melakukan pengorbanan yang sama. Hal yang sangat penting diingat—kasih memberi. Itu meliputi memberikan hal materi yang dibutuhkan istri saat keuangan mengijinkan, dan mungkin memberikan pemberian kecil dan berkata, “Aku perduli. Aku memikirkanmu saat kita terpisah.” Itu tidak menghabiskan banyak uang, tapi meyakinkan istri tentang kasih suaminya.
Kasih juga meliputi pertolongan. Kadang suami mengembangkan pemikiran aneh bahwa rumahnya merupakan istana dan dia adalah rajanya. Tugas istrinya adalah menyediakan kenyamanannya dan melindungi dia dari semua situasi yang tidak nyaman. Dia duduk dengan agung dimeja makan, tenggelam dalam kursi, dan menghibur diri dengan suratkabar dan televise sementara istrinya membersihkan dapur, mengatur rumah, menolong pekerjaan rumah anak-anak, dan menidurkan mereka. Setiap pelanggaran akan waktu menjadi raja akan diberi protes. Sebagian besar pekerjaan istri itu berat, mungkin lebih berat dari suami mereka, dan tidak ada suami terlalu tinggi untuk menolong pekerjaan rumah dan anak-anak. Jika istri merupakan kaum yang lebih lemah, maka menyuci piring, menyapu lantai, mengawasi anak, membersihkan jendela, atau hal kecil lainnya merupakan cara lain mengatakan, “Aku cinta kamu.”
Kasih yang berkorban meliputi pemberian waktu. Sebagian suami terlalu sibuk dengan hal lain, membetulkan alat, atau memberikan malam dengan istrinya. Dengan itu mereka berkata, “Engkau tidak cukup berharga untuk pengorbanan pribadi,” dan ini menyebarkan rumput liar dibunga yang indah. Tapi saat istri mulai layu dan merefleksikan prilaku yang sama terhadap suami, dia biasanya mengeluhkan hal itu. Masalah ini bisa diselesaikan saat suami mulai menunjukan kasih Kristus.
Kasih bisa meliputi pemberian sesuatu. Sering seorang suami memiliki hobi yang tidak disukai istri. Biasanya kompromi bisa dibuat: istri bisa mengembangkan hobi tersendiri, suami bisa membatasi diri terhadap sesuatu, atau mereka merencanakan kegiatan khusus bersama. Tapi jika semua percobaan untuk menyelesaikan konflik gagal, maka Tuhan bertujuan agar istri mengetahui bahwa dia mendapat tempat penting dalam hidup suaminya, dan disamping Tuhan suaminya adalah diatas semua hal. Itu tidak memberikan istri hak untuk menuntut agar suaminya memberikan sesuatu untuk “membuktikan kasihnya,” tapi meletakan diatas setiap suami Kristen kebutuhan untuk meyakinkan istrinya kalau dia mengasihinya diatas semua hal.
Kasih seperti Kristus meliputi meyakinkan kembali dan pemberian semangat. Sebagian pria menolak mengatakan pada istri kalau mereka mengasihinya. “Saya sudah mengatakan itu saat menikahinya, dan dia mengetahui hal itu benar.” Ya, tapi wanita perlu diyakinkan kembali. Seluruh hidupnya dibungkus oleh keamanan kasih suaminya, dan Tuhan ingin dia diyakinkan dalam setiap cara yang memungkinkan. Dia butuh mengetahui kalau suami mempedulikannya—bahwa suami menghargai hal yang dia lakukan untuk menyenangkannya, seperti menjaga rumah dan memasak makanan. Dia perlu tahu bahwa suami pulang karena dia ada disana—bukan hanya makanan dan tempat tidur!
Salah satu keluhat istri adalah suami mereka menganggap itu biasa saja, memperlakukan mereka seperti pembantu. Inilah apa yang wanita katakan apa yang paling dibutuhkan dari suaminya: “Saya butuh rasa dibutuhkan, bahwa apa yang saya lakukan bagi dia dan anak kita penting baginya. Kemudian, saya ingin dihargai akan apa yang saya lakukan.” Sebagian besar istri berusaha keras untuk menyenangkan, dan mereka butuh untuk mengetahui kalau suami mereka menyetujui dan menghargai usaha mereka.
Dari semua hal yang Tuhan ingin suami beri pada istrinya, seperti yang Kristus berikan—Kehadirannya. “Oh, saya mau mati demi melindungi istri,” protes seseorang. Memberikan diri mungkin tidak menuntut mati bagi istri kita, tapi jelas menuntut kehadiran diri, dan itu hal yang tidak ingin dilakukan suami. Mereka mengeluarkan istri dari kehidupan mereka. Mereka pikir kerja keras dan menyediakan materi berlimpah akan membuat istri bahagia. Dan saat mereka bekerja untuk kaya, istri mereka dirumah dengan hati yang sakit, ingin membagi hidup dengan suami seperti maksud Tuhan, memberi penghargaan, dan kasih Tuhan ingin mereka dapatkan, menginginkan tuntutan pengertian simpatik.
Seorang wanita menulis, “Suami saya perlu memberi tahu saya bahwa dia sadar akan masalah saya dan mengertinya. Saya perlu merasakan bahwa kita bekerja bersama untuk tujuan yang sama.” Satu kata yang sering muncul saat istri membahas apa yang mereka butuh dari suaminya adalah pengertian. Sebanyak apapun materi tidak bisa menggantikan suami yang mendengar istri dengan perhatian yang tidak terbagi saat dia membukan hatinya, yang mencoba mengerti perasaannya yang paling rumit, dan membiarkan istrinya tahu kalau dia mengasihinya selama saat yang paling tidak logis itu sekalipun.
Itu butuh pengorbanan. Itu menuntut pengorbanan total. Itulah yang dilakukan Kristus saat kasihNya membawa Dia keKalvari. Jika anda tidak ingin membayar hal itu, maka anda membuat kesalahan fatal ketika anda membuat janji pada seorang wanita untuk mengasihinya sampai kematian. Tuhan berkata dia merupakan bagian darimu. Anda satu daging.7 Dia butuh diperlakukan sama seperti anda memperlakukan tubuh anda. “Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.”8 Kata menjaga berarti mengusahakan tetap hangat, tapi juga berarti penuh kasih, perhatian, perawatan yang diberikan perawat terlatih pada anaknya sendiri.9 Sebagian pria seperti anak kecil; mereka ingin istri mereka menyuapinya saat lapar dan menenangkan mereka saat mereka terluka, seperti ibu mereka lakukan. Menurut Alkitab, itu lebih dekat pada peran suami terhadap istri, daripada peran istri terhadap suami.
Sebagian pria sangat menjaga tubuh mereka. Mereka mendapat makanan yang banyak, istirahat cukup, pakaian yang sesuai, istirahat dari rutinitas, hiburan yang menyenangkan, waktu untuk diri sendiri, dan beberapa kepuasan dalam hidup. Tapi apakah mereka juga ingin melihat itu dalam diri istri mereka? Seharusnya begitu, menurut Firman Tuhan, karena istri merupakan bagian dari mereka. Pemeliharaan suami bagi istri, juga merupakan pemeliharaan diri, karena mereka adalaha satu.
Itulah apa yang dikatakan Petrus dalam ayat diawal bab ini: “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.”10 Saat seorang pria mengambil wanita sebagai istrinya, dia menjadikannya bagian dari dirinya; dia tidak bisa mengeluarkan wanita itu dari hidupnya. Saat dia menolak mentaati Firman Tuhan tentang hal ini, roh kepahitan dan permusuhan masuk kedalam pernikahan mereka, kuasa rohani hilang dan doa yang efektif terhalang. Kerohanian yang tumpul bisa dilacak dari hal ini. Itulah saatnya bagi kita untuk kembali mentaati Firman Tuhan!
Disatu kesempatan seorang suami Kristen menceritakan masalah istrinya—suatu kegelisahan umum, cepat mengeluh dan kesal terhadap hal kecil, dan suatu terganggu dan tidak masuk akal. Dia mencoba mengembangkan diri dibeberapa sisi untuk membuat dia bahagia, tapi tidak pernah cukup. Satu hati dia marah, “wanita itu pasti bisa menemukan sesuatu yang salah dengan sorga!”
Kami membahas ketidak dewasaannya dan ketidakamananny, yang sepertinya berasal dari latar belakang keluarga. Tapi satu hari saya mengusulkan agar semua masalahnya mungkin tidak dari orangtuanya. Mungkin muncul dari kebutuhan yang diberikan Tuhan padanya untuk diyakinkan kembali akan kasih suaminya. Saya minta dia melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk membuat istrinya merasa lebih aman dalam kasihnya. Dia menerima tantangan saya dan dengan pertolongan Tuhan mulai terlihat perubahan.
Dia mulai menunjukan kasih yang lebih pada istrinya, memeluknya saat berpapasan dirumah dan mengatakan kalau dia mengasihinya, walau dia tidak cenderung menyatakan hal itu. Dia memberi waktu berdua tanpa anak mereka, mendengarkan perkataannya dan membuat komentar yang simpatik. (Dia menemukan bahwa waktu terbaik untuk bicara adalah saat istri membersihkan dapur—anak-anak tidak ada saat itu!) Dia menolongnya saat mereka bicara. Saat dia mengalami hari buruk dan bisa marah terhadap hal kecil, dia minta Tuhan untuk menjaga agar dia tetap tenang dan menolong dia meyakinkan istri akan kasihnya disaat itu, daripada marah dan membela diri, seperti yang dilakukan sebelumnya. Perubahan mulai terjadi. Pernikahan mereka tidak sempurna seperti tulisan ini, tapi seorang wanita yang kehilangan sesuatu yang sangat penting dalam masa kecil mulai menemukan dalam suaminya kasih yang Tuhan ingin dia miliki, dan dalam suasana kasih dia bertumbuh menjadi pribadi yang indah seperti kehendak Tuhan.
Biarlah saya menambahkan beberapa kata untuk para istri. Biarlah Roh Tuhan yang ada dalam diri memotivasi suami anda dalam hal ini. Jangan mencoba melakukan tugas dari Tuhan untuk dia. Jika anda mencoba membentuk suami anda, hasilnya kurang dari harapan anda. Bahkan itu bukan tempat anda untuk mengingatkan dia akan tanggung jawabnya. Sebaliknya, serahkan dia pada Tuhan, diakan, dan menjadi pribadi yang Tuhan kehendaki.











1 1 Peter 3:7, KJV. 2 Genesis 3:16, TLB. 3 Ephesians 5:25, KJV. 4 Ephesians 5:28, TLB.
5 Ephesians 5:33, TLB. 6 Colossians 3:19, TLB. 7 Ephesians 5:31. 8 Ephesians 5:28, 29, KJV.
9 1 Thessalonians 2:7. 10 1 Peter 3:7, TLB.
Apa yang Harus Diketahui Setiap Istri
T
anggung jawab utama suami dalam keluarga Kristen adalah mengasihi istrinya. Ini dinyatakan beberapa kali dalam Alkitab. Dalam satu bagian Alkitab, istri diperintahkan untuk mengasihi suaminya.1 Walau acuan ini menunjukan bahwa mereka diharapkan menciptakan suasana kasih dalam rumah, tanggung jawab utama mereka dinyatakan dalam ayat berikut, dimana mereka dinasihati untuk taat pada suami mereka.2 Ketaatan meliputi tunduk dan subordination. Kata yang digunakan untuk tanggung jawab istri tidak kurang dari 6 kali dalam PB.3
Kita telah membahas kepemimpinan dan urutan otoritas dari Tuhan dalam rumah, tapi sekarang kita ini mengaplikasikan itu pada istri, karena taat merupakan tugas utamanya. “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.”4 Para wanita, ketaatan pada suami merupakan ketaatan pada Tuhan, karena Tuhan memerintahkan anda melakukan itu! Jika anda tidak bisa menemukan itu untuk taat pada suami, lakukan untuk Tuhan. Tuhan mengasihi anda dengan kasih yang sempurna. Responi kasihNya dengan tunduk pada suamimu.
“Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.”5 Ketiga kata “dalam segala sesuatu” bukankah terlalu luas? Ketaatan tidak hanya dipraktekan saat anda ingin melakukan itu, atau saat anda dengan sepenuh hati setuju dengan suami anda, atau saat dia memperlakukan anda dengan kasih Kristus, tapi dalam segala sesuatu! Alkitab tidak membatasi ketaatanmu atas kasihnya, demikian juga dengan ketaatanmu. Anda harus bertanggung jawab pada Tuhan atas tindakan anda, dan tidak ada alasan untuk ketidaktaatan atas FirmanNya yang diterima.
“Tapi suami saya tidak pernah mempertimbangkan perasaan saya. Saya harus mempertahankan hak saya.” Bukankah mempertengkarkan Firman dan hikmat Tuhan yang Maha Tahu? Apakah anda berpikir Dia tidak tahu tentang keadaanmu saat Dia menulis FirmanNya? Dia berkata bahwa anda harus tunduk pada suami dalam segala hal. Dia pasti tahu ini yang terbaik bagi anda, atau Dia tidak pernah meminta anda melakukannya. Serahkan diri anda kepadaNya; katakan padaNya bahwa anda ingin menjadi pasangan yang taat. Ketaatan pada perintahnya sangat memuliakan Tuhan.
“Tapi suami saya seperti ubur-ubur. Dia bisa membuat Charlie Brown seperti Rock of Gibraltar. Bagaimana saya bisa tunduk dan bergantung padanya?” Coba! Coba tunduk padanya seperti pada Tuhan dalam segala hal. Taat pada Firman dan percayakan akibatnya pada Tuhan! Hormati penilaian suami anda saat dia harus membuat keputusan. Nyatakan kepercayaan pada kemampuannya daripada melangkahinya, mengejek dan merendahkannya atau membandingkan dia dengan pria lain. Katakan padanya bahwa anda pikir dia yang terbaik, dan anda bersyukur pada Tuhan untuk memberikan dia dalam memimpin. Lihatlha Tuhan menggunakan prilaku anda itu untuk membuat dia jadi pria, pria yang sesuai kehendak Tuhan.
Seperti yang sudah Tuhan rencanakan bahwa kasih suami untuk memenuhi kebutuhan istri, juga dia merencanakan ketaatan istri untuk memenuhi kebutuhan suami. Walau nature seorang wanita adalah bergantung, seorang pria merasakan dorongan untuk memimpin. Tidak masalah apa yang dia katakan atau lakukan, dia marah terhadap setiap taktik yang digunakan istri untuk mendominasi atau memanipulasinya. Lebih jauh, seorang pemimpin harus memiliki respek dan diakui, dan itulah maksud Tuhan untuk disediakan oleh istri. “isteri hendaklah menghormati suaminya.”6 Tuhan membuat suami untuk memimpin; istri harus membiarkan dia memimpin, memperlakukannya seperti seorang pemimpin diperlakukan.
Mencari penghasilan bukan hal mudah dalam dunia kita yang penuh persaingan. Suami harus menghadapi frustrasi, putus asa, dan kemunduran. Sebagian orang mengambil keuntungan darinya, menipunya, dan memperlakukan dia dengan tidak adil. Orang lain mengkritiknya atau mencelanya. Dia perlu seseorang untuk menguatkan dia, menghargai dia, percaya padanya, dan menghormatinya—dan itulah alasan Tuhan memberikan dia istri! Dia mampu menanggung lebih banyak kesulitan dalam dunia kerja jika dia tahu ada seorang istri dirumah yang mengaggumi dia, percaya, dan mendukungnya, apapun yang terjadi. Jika dia mendapat perlakuan yang sama dirumah seperti ditempat kerja, dia cenderung untuk melarikan diri dan membawa ketidak bahagiaan. Tapi pemikiran adanya pasangan yang mengaggumi dan menguatkan dia akan mendekatkan dia kerumah seperti magnet.
Beberapa mungkin berpikir, “Masalah ketaatan ini bisa terjadi jika suami anda seorang Kristen, tapi saya tidak.” Pesan utama Alkitab tentang pembahasan ini ada dalam 1 Peter 3. Ini ditulis untuk semua istri, tapi ada perintah khusus bagi mereka dengan suami yang belum selamat: “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya.”7 Pemunculan kedua dari kata dalam ayat ini tidak memiliki sesuatu mendahuluinya dalam teks Yunani. Itu tidak menunjuk pada Firman Tuhan, seperti yang pertama, tapi setiap perkataan, seperti omelan! Ini merupakan penyingkapan yang luar biasa. Tuhan berkata bahwa ketaatan istri merupakan kunci memenangkan suami yang belum percaya kepada Kristus. Dia tidak harus terus menyuruh kegereja. Dia tidak berkotbah pada suaminya. Dia tidak membacakan Alkitab padanya. Dia hanya diminta untuk tunduk pada suaminya—dengan sukarela, sukacita, dan penuh kasih. Tuhan menggunakan prilakunya, untuk memenangkan suaminya bagi Kristus.
Setelah saya membagikan konsep ini dalam kelas Alkitab pagi, saya memperhatikan satu orang wanita menghilang untuk beberapa minggu kemudian. Melalui bertanya, saya mengetahui bahwa suaminya kesal dengan aktifitas Kristennya yang terlalu banyak, yang sebenarnya ingin dia ada dirumah dan melakukan tugas rumah tangganya. Setelah mendengar apa yang diajarkan Alkitab tentang hal ini, dia memutuskan untuk tunduk padanya walau mengorbankan aktifitas kerohaniannya yang disukainya. Tidak lama kemudian suaminya yang tidak terlalu tertarik tentang Tuhan, percaya Kristus sebagai Juruselamatnya dan mulai pergi gereja dengan istrinya untuk mendengar Firman Tuhan. Suaminya juga mengijinkannya kembali kekelas Alkitab. Akibat dari tunduk kepada kehendak Tuhan selalu menguntungkan kita!
“Tapi bagaimana jiwa suami meminta saya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan?” Ini satu-satunya pengecualian yang bisa saya temukan terhadap kata “dalam segala sesuatu” Ephesians 5:24. Petrus yang memerintahkan istri Kristen untuk tunduk pada suami yang belum percaya. Petrus juga yang memerintahkan untuk mentaati hukum pemerintahan.8 Saat Petrus ditegur karena memberitakan Kristus, dia menjawab, “Kita harus mentaati Tuhan daripada manusia!”9
Pemikiran yang sama dengan surat Paulus pada jemaat Kolose. “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.”10 Maksud dasar disini adalah istri harus tunduk pada suami karena inilah yang seharusnya bagi wanita yang mengenal Tuhan. Tapi kata itu juga bisa berarti bahwa ketaatan hanya pada wilayah yang dikehendaki Tuhan. Jika ketaatan pada suami merupakan ketaatan pada Tuhan seperti dinyatakan Ephesians 5:22, maka itu diatur oleh otoritas Firman Tuhan. Sebagai contoh, jika seorang suami meminta istri Kristennya untuk ikut serta dalam pesta yang tidak baik, dia harus menolak, karena aktifitas ini jelas berlawanan dengan kehendak Tuhan. Ketaatan terhadap hal yang tidak terhormat akan menyebabkan suami yang belum selamat memandang rendah istrinya yang Kristen, dan menjauhkan dia dari Kristus.
Bagaimana dengan pergi kegereja? Alkitab memerintahkan orang percaya untuk berkumpul bersama,11 tapi tidak dikatakan berapa sering. Seorang istri Kristen mungkin memiliki keinginan kegereja yang tepat kapanpun pintu dibuka, tapi karena dia tunduk pada suaminya, dia hanya kegereja saat dia mengijinkannya, tunduk dengan sukarela kepadanya saat suaminya tidak memberikan hak istimewa itu. Dia menyatakan pada suami bahwa dia ingin menyenangkannya. Kemudian dia akan menemukan kekuatan untun menopang prilakunya melalui hubungan pribadi dengan Kristus. Dia akan memberikan hikmat untuk setiap situasi baru yang muncul.12
Dilihat dari Firman Tuhan, ketaatan bukan perbudakan yang harus dilakukan istri. Itu bukan kehilangan kepribadian dan individualitas. Ketaatan sejati merupakan suatu kreatifitas dan tantangan seorang wanita dalam menyenangkan suaminya bahwa dia menghormati, mengaggumi, dan bergantung padanya. Itu membutuhkan kematian semua kesombongan dan penghancuran semua motivasi yang egois. Itu berarti bahwa istri menjadi lebih tertarik terhadap kebutuhan suami daripada dirinya. Itu berarti dia berhenti bertanya, “berapa jauh saya bisa tunduk pada suami.” Sebaliknya mulai bertanya, “berapa jauh saya bisa terus tanpa tidak mentaati Tuhanku?” Ini mungkin membutuhkan perubahan total prilaku istri terhadap suaminya, tapi Tuhan akan menolongnya jika dia memintaNya. Doanya akan, “Tuhan, berikan aku keinginan sederhana dan tidak egois untuk dipimpin suami saya saat saya dipimpin oleh Mu, dan kemudian membawa kemuliaan bagi namaMu.”
Sekarang lihat beberapa hal yang Tuhan ingin setiap istri Kristen tahu, apakah suaminya seorang percaya atau tidak. “Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.”13 Dari kata Yunani diterjemahkan “keindahan diluar” kita mendapat kata “cosmetic,” menandakan suatu yang indah. Firman Tuhan mengatakan wanita Kristen bagaiamana jadi cantik. Jika mereka mengikuti nasihat ini, mereka akan menyelamatkan diri dari biaya besar! Petrus berkata bahwa kecantikan tidak hanya dari luar, seperti gaya rambut, perhiasan, dan baju, tapi dari hati. Dia tidak mengatakan bahwa seorang wanita Kristen harus kotor atau tidak memperhatikan penampilan, tapi menyatakan bahwa keindahan sejati adalah sesuatu yang lebih dalam dari kulit atau perawatan kulit!
Para wanita perlu memperlajari hal ini. Sebagian mungkin berpikir Tuhan memberikan suami untuk membelikan mereka semua yang hati mereka inginkan. Mereka mendorong suami mereka untuk menghasilkan lebih banyak uang agar mereka bisa membeli pakaian dan perhiasan dan merapikan rambut mereka lebih sering, dan mengaggumkan orang dengan kecantikan dan status social mereka! Mereka menggunakan suami mereka untuk memuaskan kesombongan dan keinginan akan materi. Seorang wanita seperti ini biasanya menghancurkan suaminya atau membawa suami pada orang lain yang mengasihi dirinya sebagaimana adanya.
Sesuatu yang tidak pernah usang adalah “…roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” “Lemah lembut” artinya penuh kasih, pengertian, mau menyerahkan hak pribadi. “tentram” berarti tenang, damai, tidak terganggu. Suatu roh yang lemah lembut dan tentram merupakan suatu yang berharga dimata Tuhan, suatu nilai yang tinggi. Tapi jika percakapan saya dengan para suami Kristen menunjukan daya tarik ini tidak ada diantara wanita pada umumnya—bahkan wanita Kristen.
Kita sering mendapatkan omelan, keluhan, komplain, dan kemuraman—bukan daya tarik wanita Kristen! “Tapi” protes beberapa orang, “anda mengatakan diawal bab bahwa fisik kita yang menyebabkan kita secara emosi lemah dan murung.” Benar, tapi semua kemurungan bisa dihasilkan kimia. Sebenarnya, itu berasal dari penolakan dalam hidup seseorang untuk turun tahta dan membiarkan Yesus yang mengatur. Penolakan seperti ini adalah dosa. Pemarah merupakan keluhan yang paling sering diantara suami dan istri, dan biasanya dari gangguan kesenangan, kenyamanan salah satu pasangan terhadap lainnya. Pemarah merupakan nature dosa untuk memaksakan cara sendiri. Natur dosa perlu diturunkan dan dikalahkan!
Fakta ini tidak memberikan suami hak untuk tidak kasih atau tidak baik saat istri dalam mood yang buruk. Dia tetap memerlukan kata-kata simpati dan pengertian daripada kemarahan seperti “berhenti berkelakuan kekanak-kanakan.” Tapi istri juga tidak bisa menyalahkan sifat buruknya pada suami. Dia harus menerima tanggung jawab itu secara pribadi dihadapan Tuhan. Dia harus menyebut itu sebagaiaman seharusnya—dosa. Kemudian dia harus mengakui itu pada Tuhan dan meminta kuasa dan anugrah untuk mengatasinya. Tuhan Yesus Kristus akan menghasilkan didalam dirinya kasih karuniaNya dan kebaikan.
Harus diakui hidup seorang wanita bisa sulit. Beban mengurus rumah dan mengurus anak bisa menjadi rutinitas yang monoton. Dia terus melakukannya, tapi tidak merasa berkontribusi sesuatu yang penting bagi hidup. Pengurungan terus menerus dalam tembok dan celoteh anak kecil bisa mengganggunya. Tapi jika dia mengijinkan prilaku itu berkepanjangan, akan membawa kemurungan atas rumah tangga, dan setiap orang akan menderita. Suasana gembira dalam rumah sangat bergantung pada istri. Jika dia menerima tanggung jawabnya untuk menciptakan suasana yang baik dan menyerahkan dirinya pada Roh yang ada dalam diri, Dia akan menghasilkan dari dirinya BuahNya; hidup akan menjadi tantangan yang menarik daripada pekerjaan yang mengesalkan. Kadang wanita terlibat dengan begitu banyak kegiatan luar sehingga mereka kehilangan prioritas Alkitabnya. Tanggung jawab utama mereka adalah membuat suami dan rumah mereka bahagia—dan ini perlu pemikiran serius, perencanaan yang seksama, dan perhatian yagn tidak egois. Hasilnya akan berkelimpahan, dan kepuasan pribadi akan sesuai dengan usaha.
Raja Lemuel menggambarkan seorang wanita luar biasa dalam pasal terakhir kitab Amsal. Ini sangat baik untuk dibaca setiap istri Kristen. Dia seorang wanita yang bertalenta. Sebenarnya dia bisa menolong dalam pendapatan.14 Istri tidak salah mengejar karir jika itu tidak menggangu tanggung jawab keluarga. Menilai dari semua yang dia lakukan bagi keluarganya, wanita ideal Proverbs 31 merupakan seorang wanita yang rajin, disiplin mengatur waktunya dengan baik. Tidak ada yang begitu mengganggunya. Dia bangun kalau masih malam dan menyiapkan makan pagi buat keluarganya.15 Satu perkataan yang lebih penting dari yang lainnya dalam bagian ini adalah prilakunya: “Dia senang bekerja dengan tangannya.”16 Arti literalnya “dengan sukacita.” Kesenangan dan kepuasan terdalamnya ditemukan dalam membuat keluarganya bahagia. Anda lihat, Tuhan tidak hanya tertarik pada apa yang kita lakukan, tapi juga bagaimana kita melakukannya. Prilaku kita penting bagiNya. Saat seorang istri Kristen berseru pada Kristus, dia mampu menerima peran yang diberikan Tuhan dengan sukacita, dan hati suaminya akan berseru “Amin” saat dia membaca kalimat, “Siapa mendapat isteri, mendapat sesuatu yang baik, dan ia dikenan TUHAN!”17
Perkataan peringatan harus diberikan kepada para suami. Sangat mudah bicara tentang kesalahan pasangan kita daripada mencari kasih karunia Tuhan untuk memperbaik kekurangan kita. Bab ini tidak ditulis untuk para suami untuk menyalahkan istri mereka. Ini ditulis agar Roh Kudus bisa mencerahkan istri Kristen tentang tugas mereka. Marilah setiap kita menguji hidup kita sendiri dalam terang Firman; Roh Kudus akan melakukan karyaNya dalam pasangan anda dengan caraNya!


1 Titus 2:4. 2 Titus 2:5, KJV. 3 Ephesians 5:22, 24; Colossians 3:18, Titus 2:5, 1 Peter 3:1, 5. 4 Ephesians 5:22, TLB. 5 Ephesians 5:24, TLB. 6 Ephesians 5:33, TLB. 7 1 Peter 3:1, KJV. 8 1 Peter 2:13, TLB. 9 Acts 5:29, TLB. 10 Colossians 3:18, KJV. 11 Hebrews 10:25. 12 James 1:5. 13 1 Peter 3:3, 4, TLB. 14 Proverbs 31:16. 15 Proverbs 31:15. 16 Proverbs 31:13, KJV. 17 Proverbs 18:22, TLB.
Bicara Kebenaran dalam Kasih
S
atu masalah umum dalam pernikahan adalah kurangnya komunikasi. Situasi ini merupakan bagian dari masyarakat, karena banyak anak dibesarkan dirumah dimana komunikasi membangun jarang terjadi. Kebersamaan keluarga diturunkan kepada hanya menonton tv bersama; siapapun yang berani berkata apapun disuruh diam karena orang lain ingin mendengar! Trend bagi setiap anggota keluarga adalah memiliki TV sendiri, jadi dia bisa menonton apa yang diinginkan tanpa gangguan atau interupsi. Semua komunikasi keluarga dihancurkan.
Faktor lain yang berkontribusi pada absennya komunikasi keluarga adalah kecenderungan kita untuk membatasi anak menyatakan perasaan mereka yang sebenarnya. Kita biasanya melihat lebih penting bertindak dan bicara dalam prilaku yang secara umum diterima daripada menyatakan pemikiran kita yang sebenarnya. Maka dari itu, setelah seorang anak melakukan sesuatu yang memalukan kita bisa mendengan ibunya berkata, “Junior, jangan pernah bilang itu lagi! Apa kata orang nanti?” Kita memang harus mempertimbangkan perasaan orang lain, tapi perhatian kita tentang pendapat orang lain mendorong Junior menyimpan pemikiran dan perasaan terdalamnya, dan menghindari sakitnya salah mengerti dan ditolak. Dia belajar menahan komunikasi.
Setelah dia masuk kedunia sekolah yang kompetitif, dan kedunia kerja. Sedikit orang yang peduli terhadap pikiran dan perasaannya; kinerjanya yang dihitung. Dia diterima oleh atasannya selama dia melakukan sesuai kualitas standar dan prosedur pekerjaan. Keamanan kerjanya terancam jika orang bisa melihat dan menemukan apa yang dipikirkannya. Jadi dia belajar menutupi apa yang ada disana, menunjukan gambaran diri yang mengesankan orang, yang menutupi kelemahan dan kesalahannya. Dibalik semua itu dia merasa seperti kartu computer. Dia ingin diterima sebagaimana dia ada, tapi tidak ada yang mau melakukannya, karena tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya.
Kemudian hal yang tidak terduga terjadi—dia tertarik pada lawan jenis. Dia mulai terbuka, membagikan perasaan terdalamnya. Pasangan itu juga melakukan hal yang sama, dan itu menjadi pengalaman yang mendebarkan. Setidaknya mereka menemukan seseorang yang benar-benar mengerti, yang menerima siapa dirinya sebenarnya. Mereka menemukan banyak kesamaan, kalau mereka “dibuat untuk dirinya.” Saat pastor yang akan menikahkan mereka bertanya apakah mereka bisa berkomunikasi, mereka dengan yakin menyatakan bahwa itu salah satu asset mereka yang terbesar.
Saat pernikahan berjalan, mereka semakin sedikit bicara. Apa yang dulunya mereka pikir suatu saling pengertian menjadi awal pernyelidikan mereka terhadap misteri kepribadian masing-masing. Tapi sekarang hal baru sudah berlalu. Saat tekanan rutinitas pernikahan menumpuk, komunikasi menjadi pengalaman tidak menyenangkan. Ketegangan meningkat, salah pengertian muncul, perkataan yang tidak baik diucapkan, dan perasaan terluka. Kesadaran ini menjadi tak bisa ditanggung. Makin banyak menyatakan pendapatnya makin tidak enak suasananya, sampai mereka kembali kekeadaan sebelumnya, menutupi pemikiran terdalam mereka. Daripada bertumbuh dalam pengetahuan dan saling pengertian, dengan kesatuan yang direncanakan Tuhan bagi mereka, mereka semakin hanyut menjauh.
Jadi keluhan datang: “Dia tidak pernah bicara padaku lagi.” “Dia tidak mau memberitahukan apapun tentang pekerjaannya.” “Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya.” “Dia tidak mau berhenti bicara untuk mendengarkan aku.” Mereka terus begitu. Apakah anda tahu bahwa Alkitab bicara banyak tentang masalah komunikasi?
Pertama, Alkitab menjelaskan kenapa kita membiarkan komunikasi hancur. Setiap kita memiliki nature dosa. Disamping kelemahan dan kerapuhan, itu sangan korup dan egois. “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”1 Sangat memalukan membukan hati kita yang licik, jadi kita memakai topeng yang bisa dihormati daripada menyatakan nature kita yang sebenarnay. Yesus berkata bahwa manusia lebih memilih kegelapan daripada terang karena keinginan mereka jahat.2 Kita lebih ingin menyimpan perasaan dan motif terdalam kita dalam kegelapan hati kita, daripada diterangi agar semua bisa melihat! Karena hati kita cenderung meluap kemulut,3 kita sering menjaga mulut kita. Kita menghindari terlalu dekat dengan seseorang, sehingga bisa membuka kelemahan kita, dan orang bisa melihat kita yang sebenarnya!
Ini tidak mengusulkan agar kita mengatakan semua dosa masa lalu pada pasangan kita. Mungkin itu yang Tuhan ingin kita lakukan; tapi itu juga bisa menjadi hal kejam yang pernah kita lakukan padanya. Kita seharusnya tidak mengudara saat hati kita dipenuhi dengan nafsu, sombong, kebencian, dan iri hati atau keraguan dan kekhawatiran.
Hal terbesar yang bisa terjadi bagi beberapa perkawinan adalah suami yang luar biasa atau istri yang lebih suci dari anda turun dari tahta pembenaran diri dan mengakui kelemahan dan kebutuhannya. Kerendahan hati seperti itu bisa menghilangkan permusuhan, mengobarkan kembali kasih yang melemah, dan membangun kembali komunikasi yang putus. Berpura-pura menjadi seorang yang bukan diri kita adalah munafik, dan tidak ada kelompok yang lebih dicela Tuhan daripada orang munafik.4
Sekali lagi, saya tidak mengusulkan agar kita membeberkan semua yang ada dalam pikiran kita. Itu bisa menyerang orang lain, dan Tuhan tidak dipermuliakan dalam hal ini. “Janganlah kamu menimbulkan syak dalam hati orang, baik orang Yahudi atau orang Yunani, maupun Jemaat Allah.”5 Langkah pertama mengijinkan Kristus mengubah hidup kita adalah mengakui bahwa kita seperti yang sebenarnya, sehingga kita perlu diubah. Ada beberapa situasi dalam hidup menjadi lebih sengsara daripada menikahi pribadi yang kaku dan puas pada diri, seorang yang berpikir pendapatnya tidak bisa salah dan tindakannya sempurna.
Salah satu situasi konseling yang paling menyulitkan yang pernah saya hadapi melibatkan pribadi semacam itu. Fred menderita kekurangan pendengaran yang akut dan dia tidak pernah sepenuhnya menerima atau belajar hidup dengan hal itu. Itu membuatnya tidak toleran dan tidak masuk akal terhadap istri dan anaknya. Apa yang dikatakan adalah hukum; tidak pernah bisa dipertanyakan atau diragukan. Dia membuat keputusan tergesa-gesa tanpa mengetahui semua fakta dan tidak bertoleransi pada semua permintaan. Dia tidak bisa salah dimatanya, dan tidak mau disalahkan atas apapun. Duapuluh lima tahun kekerasan kepala ini berlangsung sama sekali menjauhkan dia dari anak dan membuat istrinya menjadi orang paling pahit yang pernah saya temui. Satu-satunya komunikasi yang terjadi diantara mereka adalah teriakan dan bentakan, sebagian saya dengar selama kunjungan kerumah mereka.
Dalam sesi pribadi saya dengan cerdik menjelaskan pada Fred bahwa beberapa konflik dalam hidupnya telah meningkat melalui prilaku pribadinya. Dia bangkit dari kursi dan melangkah dengan gelisah. “Itu mungkin saja,” akhirnya dia berkata, “tapi saya tidak pernah berpikir dengan cara itu.” Tindakan berikutnya menunjukan bahwa dia telah memutuskan untuk tidak pernah memikirkan dengancara itu lagi. Suatu pengakuan sebagian penyalahan bisa meluluhkan permusuhan yang sudah bertahun-tahun terbangun, dan memulai proses penyembuhan yang sangat dibutuhkan. Tapi kesombongannya tidak membiarkan dia turun. Dia memilih menutup pernikahannya daripada mengakui kesalahan apapun. Komunikasi yang berarti terputus dari sumbernya.
Alkitab menunjukan satu lagi alasan kita menolak komunikasi: kita takut akan reaksi pasangan kita. Sebagian orang langsung hancur saat mereka diberitahu tentang kelemahan mereka. Mereka bisa jadi gunung berapi, tangisan yang memancar, atau menjadi diam dalam waktu yang lama. Sekali kita belajar apa yang menyebabkan respon pasangan kita, kita takut menghasilkan situasi ini lagi. Kita tidak melihat arti dari hal ini, jadi kita menarik diri dalam keheningan dan melindungi diri. Dikali berikut saat ditanya kenapa pasangan kita tidak bicara pada kita, mari kita tanya diri kita bagaimana kita bereaksi diwaktu lalu! Kita mungkin menemukan kesalahan ada pada kita.
Pengajaran Alkitab untuk membetulkan krisis komunikasi ini adalah, “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”6 Saat pasangan anda membuka hatinya dan anda ingin membalas dengan kutukan, berdoa sebelum membuka mulut anda! “Tuhan, jauhkan aku dari kemarahan; jauhkan aku dari mengatakan hal yang tidak baik. Tolong aku mendengar dengan baik dan simpatik bagi pasangan saya, mencoba mengerti perasaannya, melihat hal ini dari sudut pandangnya.” Kemudian komunikasikan dengan baik dan berarti, tidak dengan semburan emosi.
Buat aturan dengan tidak menaikan suara anda. Suara yang keras tidak menyenangkan, dan beberapa orang menikmati hal ini. Suara keras, pahit, marah, sarkasme hanya membawa pasangan kita semakin masuk didalam cangkangnya. Dengarkan Raja Salomo: “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”7 Hafalkan ayat ini. “lembut” tidak hanya pada volume suara, tapi juga pada tingkatan empati. Perkataan yang lembut seperti menuangkan air dingin keatas bara. Perkataan kasar hanya menambah api. Bagaimana anda seharusnya bereaksi saat pasangan anda membuka hatinya? Dengan kebaikan, ketenangan, kasih dan lembut. Itu membuat jalur komunikasi tetap terbuka.
Halangan lain adalah ketakutan kalau pasangan kita menggunakan informasi itu untuk melawan kita dikemudian hari. Saat perbedaan pendapat muncul, sebagian orang suka mengungkit kelemahan, kegagalan, dan kesalahan lalu. Kita tidak bisa mengharapkan pasangan kita membagikan beban jiwa mereka jika tahu mereka akan mendengar hal ini bulan depan atau tahun depan. Seorang yang mengungkit masalah yang sudah lalu lebih ingin memenangkan argument daripada membangun hubungan pribadi yang intim dengan pasangan mereka.
Perkataan “hendaklah kamu saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”8 juga tepat terhadap masalah ini. Sebagian orang protes, “tapi saya telah mengampuni. Hanya saja saya tidak bisa melupakannya.” Bagaimana Tuhan mengampuni? “Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”9 “sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita.”10 Jika pasangan kita bisa percaya kalau kita tidak akan menggunakan rahasia ini sebagai senjata melawan mereka, mereka akan lebih terbuka pada kita. Hanya ada satu cara untuk mendapatkan kepercayaan: dengan meminta Tuhan menolong kita mengampuni dan melupakan. Dia tidak menghilangkan ingatan itu dari otak kita, tapi mengambil luka darinya, dan menghilangkan setiap alasan untuk disebutkan kembali!
Suatu pernikahan yang bahagia hanya bisa terjadi saat setiap pasangan tahu bagaimana perasaan pasangannya tentang situasi yang mereka hadapi. Empati seperti ini membutuhkan jalur komunikasi yang terbuka. Kita sering mengembangkan pemikiran bahwa alternative terbaik daripada pertengkaran adalah diam. Kita merasa menang jika kita berdiam sementara pasangan kita membentak-bentak. Tapi diam yang seperti ini membelikan kita tiket ke rumah sakit dengan berbagai macam penyakit karena stress, dan lebih membuat pasangan kita marah. Ada alternative lain daripada pertengkaran. Itu dengan berbagi dalam kasih apa yang ada dalam hati kita! Alkitab tidak hanya menyatakan halangan komunikasi, tapi jalan untuk bisa berkomunikasi! Satu kalimat pendek dalam Ephesians 4:15 menunjukan kunci komunikasi efektif dalam rumah: “berpegang kepada kebenaran di dalam kasih.”
Prinsip pertama adalah jujur: “bicara jujur.” Hubungan pernikahan yang memuaskan meliputi keterbukaan tentang ketakutan, keinginan, motivasi, seks, uang, kelemahan, kemarahan, dan salah pengertian. Banyak masalah perkawinan bisa diselesaikan jika suami dan istri jujur dengan pasangannya. Apakah anda punya masalah yang anda simpat dari pasangan anda agar dia tidak khawatir? Jika demikian, anda menutup hidup anda dari dia dengan menunjukan bahwa dia secara emosi tidak cukup kuat untuk menolong anda menyelesaikan masalah anda. Itu merupakan penghinaan yang membuat anda semakin jauh.
Apakah anda memiliki kebutuhan yang bisa dipenuhi pasangan anda, tapi tidak dinyatakan? Anda mungkin terlalu sombong atau malu untuk mengakuinya, jadi anda mencoba menjadi martir dan menyimpannya untuk diri anda. Maka ketegangan dan dendam didalam akan terbangun sampai memerlukan konseling dari professional. Ini harga yang harus dibayar ketidak jujuran.
Prinsip kedua dari komunikasi efektif adalah kasih, “bicara dengan kasih.” Kebenaran kadang bisa kejam. Itulah alasan Tuhan mengatakan itu harus dikatakan dalam kasih. Ini meliputi memikirkan orang lain. Hal kejam dikatakan atas nama kejujuran saat alasan sebenarnya adalah untuk keluar dari penyesalan rasa bersalah. Tujuan dalam pernikahan adalah keterbukaan penuh dan keintiman jiwa dan roh. Ini, tidak terjadi dalam semalam. Itu kadang membutuhkan bertahun-tahun agar terjadi, dan sebagian pasangan tidak pernah sampai kesitu. Tapi Tuhan ingin kita tetap bertumbuh, setiap hari menyatakan sedikit jiwanya dalam kasih dan santun.
Kasih juga menolong kita memilih waktu yang tepat untuk membagikan berita buruk atau menyatakan beberapa hal yang sulit. “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.”11 “alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!”12 Kedua ayat ini menunjuk pada perkataan yang diucapkan pada saat yang tepat. Biasanya bijak untuk menunggu setelah selesai makan untuk membahas hal yang tidak enak atau controversial. Kadang baik untuk menunggu sampai pagi, terutama jika pasangan kita mendapat hari yang sulit.
Jika masalah yang ingin kita bahas menyangkut beberapa kesalahan pasangan kita, kasih akan membuat kita bicara pada Tuhan lebih dahulu. Dia mungkin menunjukan bahwa masalah sebenarnya ada dalam kita—sesuatu yang harus lebih dulu kita selesaikan. Kemudian, jika Tuhan memberikan kita kebebasan untuk menyatakan itu, kasih akan menolong kita untuk menandainya dengan kata-kata penghargaan dan pujian lebih dulu, dan menyatakannya dengan membangun dan secara positif. Kita akan memberi semangat daripada melukai pasangan kita. “Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.”13
Kita tidak bisa mulai bicara tentang kesalahan seseorang tanpa memperhatikan nasihat Paulus: “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.”14 Sangat mudah terlihat hebat saat membicarakan kelemahan orang lain. Itu membuat kita lebih suci dari mereka! Tapi Tuhan berkata bahwa kita harus mendekati orang dengan lemah lembut, karena kita juga sama dengan mereka. Lemah lembut yang sejati merupakan buah Roh yang mengontrol dalam hidup kita; maka dari itu kita tidak bisa dengan baik membahas kesalahan pasangan kita tanpa diri dipenuhi Roh. Saat dia yang mengatur, kita akan terdengar tidak kasar, juga tidak menunjukan kalau kita tidak bersalah..
Kasih juga menjauhkan kita dari menggunakan generalisasi seperti “selalu” atau “tidak pernah.” “Kamu tidak pernah mendengarkan aku.” “Kamu selalu memotong aku.” Generalisasi seperti itu jarang benar. Kasih juga menolong kita untuk tidak bertengkar didepan orang lain, terutama anak-anak, dan bicara kelemahan pasangan kita pada orang lain. “kasih menutupi banyak sekali dosa.”15
Kasih menolong kita belajar untuk berhenti bicara. Solomon berkata bahwa ada waktu bicara dan ada waktu untuk diam.16 Tidak banyak bicara merupakan komunikasi yang berarti. Pasangan kita mungkin ingin menyatakan jiwa dan berbagi sesuatu yang sangat penting dengan kita jika kita berhenti bicara cukup lama untuk membiarkan mereka. Kasih juga menjaga kita dari memaksa pasangan untuk berbagi apa yang tidak ingin dibagikan saat itu. Kasih selalu mempertimbangkan orang lain. Itu merupakan obat rohani yang cukup kuat untuk menyembuhkan hampir semua sakit komunikasi dalam keluarga Kristen, “Bicara kebenaran dalam kasih.”
Komunikasi adalah cara kita belajar mengenal dan mengerti pasangan kita. Tuhan, sudah mengerti pasangan kita; Dia menciptakan kita. Mari kita minta Dia untuk membuka jalur komunikasi antar pribadi dan memberi kita pengertian yang dimilikiNya, sehingga hubungan pernikahan kita bertumbuh setiap hari.











1 Jeremiah 17:9, TLB. 2 John 3:19. 3 Matthew 12:34. 4 Cf. Matthew 23. 5 1 Corinthians 10:32, KJV. 6 Ephesians 4:31, 32, TLB. 7 Proverbs 15:1, TLB. 8 Ephesians 4:32, TLB. 9 Jeremiah 31:34, TLB. 10 Psalm 103:12, TLB. 11 Proverbs 25:11, TLB. 12 Proverbs 15:23, TLB. 13 Proverbs 16:24, TLB. 14 Galatians 6:1, TLB. 15 1 Peter 4:8, KJV. 16 Ecclesiastes 3:7.
Menyelesaikan Konflik Pernikahan
T
idak peduli seberapa baik kita berkomunikasi dengan pasangan pernikahan kita, pasti ada perbedaan. Saya pernah mendengar beberapa pasangan menyatakan bahwa mereka tidak pernah memiliki perbedaan pendapat selama kehidupan pernikahan mereka. Pasti mereka memiliki keberadaan yang menjemukan dan tidak berwarna! Pasangan yang memiliki sedikit kepribadian takut menyatakan perasaan terdalam mereka. Sangat sulit percaya bahwa Tuhan pernah menciptakan 2 orang yang begitu serupa dalam segala hal sehingga pendapat mereka sama dalam semua hal!
Pertentangan pahan pasti ada. Sebab apapun bisa menghasilkannya. Sebab pertama yang mudah adalah kenyataan bahwa pasangan kita tidak memiliki semua kualitas yang kita bayangkan ada dalam mereka sebelum upacara! Karena kita ingin melihat daya tariknya dan menghilangkan yang tidak menarik, secara menta kita mendaftarkan pasangan kita dalam sekolah perbaikan pernikahan! Kemudian kita melanjutkannya dengan tugas penting mengubah mereka menjadi pasangan ideal kita.
Metode pengajaran yang disukai istri kelihatannya menjadi omelan, disertai oleh sedikit ejekan, melalui tangisan yang tetap. Metode pengajaran suami sepertinya menusuk, yaitu memotong komentar atau pernyataan yang sarkasme. Dia juga menggunakan kuliah kemarahan, diselingi dengan periode diam yang lama. Dua kehendak diri yang berdosa, terkoyak antara kasih diri dan kasih kepada pasangan, sekarang saling menguji, dan mencari siapa yang tertinggi dalam hubungan. Hasilnya adalah konflik.
Inti setiap konflik adalah diri. Kebanyakan orang menyalahkan konflik yang terjadi karena situasi: pekerjaan yang tidak diterima, rumah yang kecil, anak yang rewel, tetangga yang buruk, kurang uang, mertua yang turut campur. Tapi masalah sebenarnya adalah ego manusia ingin kebebasan yang tak terkendali untuk melakukan apa yang diinginkan, pada saat yang sama mengharapkan persetujuan tak bersyarat dari pasangannya. Dengan kata lain, ingin matahari berputar diorbit pasangan seperti planet. Jika Jika kedua bintang bersaing menjadi pusat tata surya, hasilnya akan kacau balau—tapi itu yang terjadi dalam kebanyakan perkawinan!
Kadang orangmuda ingin cepat menikah, ingin melarikan diri dari situasi rumah yang tidak menyenangkan. Masalah sebenarnya bukan rumah atau orangtua mereka. Itu ego berdosa mereka, dan beserta mereka saat mereka menikah! Ego ini mulai berinteraksi dengan ego yang lain, dan masalah keluarga sebelumnya hulang dengan pernikahan baru! Pertama, Tuhan ingin kita belajar bagaimana menghadapi nature berdosa kita. Kemudian kita bisa siap berinteraksi dengan bahagia bersama pasangan pernikahan kita.
Saat komunikasi berarti rusak dalam pernikahan, perselisihan bisa terjadi atas hal yang remah, kadang menjadi begitu sering dan sangat panas sehingga pasangan merasa mereka tidak sesuai. Saya sangat meragukan adanya ketidaksesuaian dalam pandangan Tuhan—hanya dua kehendak yang perlu ditaklukan oleh Yesus Kristus. Saat Dia menjadi pusat pernikahan, dengan setiap pasangan hidup untuk kemuliaanNya, harmoni dan kebahagiaan akan terjadi.
Misalkan konflik memang terjadi, dan pasangan mau membuat penyesuaian rohani yang memang harus dibuat. Kemudian, bagaimana kita menyelesaikan perselisihan dalam pernikahan kita? Kita perlu menyadari, pertama, argumentasi tidak selalu kekuatan yang menghancurkan. Itu bisa menjadi hal yang diperlukan untuk membuka jalur komunikasi dan membuka luka jiwa yang melebarkan jarak diantara kita. Mngkin ada beberapa perubahan yang harus dibuat, tapi omelan dan memotong pembicaraan tidak menghasilkan hal ini. Itu hanya memperkuat ketegangan dan membuat kita lebih jauh. Diskusi yang baik mungkin satu-satunya hal yang bisa membuka perasaan kita. Jika demikian, maka kita perlu melakukannya, memulai argument. Tapi kita memerlukan aturan dasar sebelum mulai. Disini ada beberapa petunjuk bagi argument yang menguntungkan.
Pertaman, kita harus membangun tujuan kita untuk pengenalan masing-masing lebih dalam. Jika kita bisa mencapai ini, kita bersyukur pada Tuhan untuk perbedaan ini. Tujuan argument bukan untuk memutuskan siapa pemenang dan yang kalang. Juga bukan untuk mengubah pasangan kita. Tapi memberikan pengertian baru bagaimana pasangan kita berpikir tentang masalah yang mempengaruhi kita. Mungkin baik bagi setiap pasangan untuk menyatakan kembali pandangan lainnya untuk kepuasan dia. Itu bisa menjamin tercapainya tujuan ini, setidaknya pada tingkatan tertentu.
Kedua, kita harus minta Tuhan menolong kita mengatur emosi kita. Kita sering berkata dibawa tekanan emosi hal yang tidak kita maksudkan, hal yang menyakiti dan menghancurkan. Hal ini tidak cepat dilupakan. Buah Roh adalah pengendalian diri, dan kita butuh membiarkan Dia menyatakan ketenangan dan kontrolNya bahkan disaat tuduhan yang tidak benar atau provokasi serius. Ini tidak berarti emosi harus dikeluarkan. Kita mungkin tidak pernah menyatakan apa yang kita rasakan dalam hati jika emosi tidak ada. Tapi walau emosi kita benar bisa dinyatakan, itu harus dijaga oleh Roh Kudus dalam diri kita. Seorang istri mengatakan pada saya bahwa kapanpun diskusi mulai memanas, suaminya berkata, “Mari kita berdoa untuk hal ini,” dan dia mulai berdoa, dengan bersuara. Itu merupakan efek menenangkan yang luar biasa atas pernikahan mereka!

Ketiga, kita harus menyerang masalah itu—bukan pribadi atau motifnya. Mudah sekali menjadi terlalu kritis dalam setiap argument, dan membuat penilaian yang tidak akurat terhadap karakter lawan kita atau salah menuduhnya melakukan motif jahat. Saat istri gagal membersihkan rumah atau suami menunda beberapa pekerjaan, pasangan yang tidak sabar mungkin meningkatkan tuduhan seperti, “Kamu jelas malas.” Itu mungkin bukan masalahnya sama sekali, dan tuduhan semacam itu bisa menyebabkan ketidak bahagiaan besar untuk waktu yang lama. “Kamu melakukan itu untuk menjauh dari aku,” merupakan pernyataan yang disenangi saat pasangan anda melukai anda. Tapi siapa yang membuat anda jadi pembaca pikiran atau kemampuan untuk membedakan motif? Rasul Paulus membuat penyelidikan tentang orang yang menilai orang lain. “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.”[1] Kita punya kecenderungan memproyeksikan motif kita pada orang lain; tuduhan marah kita terhadap pasangan kita menunjukan hati kita sendiri daripada dia. Kristus berkata kita akan dihakimi dengan standar yang sama yang kita beri pada mereka, “kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”[2]
Keempat, kita harus ingat bahwa penyerangan dengan kemarahan terhadap kita kadang disebabkan oleh kejadian yang sama sekali tidak berhubungan dengan kita. Sering saat suami atau istri marah, pasangan mereka kelihatannya menjadi target yang paling empuk bagi kemarahan mereka. Singkatnya, tekanan keluarga dan anak tertumpuk kepada seorang istri selama sehari penuh. Dia tegang dan hampir meledak saat suaminya masuk pintu, gembira seperti burung. Dia menggantung jaketnya seperti suami yang baik, tapi lupa menutup pintu closet—dan istrinya meledak! Seorang suami yang dipenuhi oleh kasih Tuhan dan pengertian menyadari bahwa ada sesuatu dibalik semua ini, dan dia berespon dengan lembut. Mungkin suami yang pulang rumah berakting seperti beruang marah. Dia memarahi anak dan mengkritik makanan. Istri yang dipenuhi Roh mengerti bahwa tindakannya itu merupakan hasil dari tekanan kerja dan bukan permusuhan terhadap keluarga. Jika kita mau mendengar pasangan kita dengan tenang dan sabar daripada bertindak marah disaat pertama, masalah sebenarnya akan terlihat. Kemudian, daripada ngomel, kita bisa menawarkan pengertian yang simpatik, dan menggelakan trauma pertikaian.
Akhirnya, kita perlu belajar kapan dan bagaimana membawa argument sampai kekonklusi. Sebagian pertengkaran tidak pernah berakhir; itu terus berlangsung selama bertahun-tahun! Orang lain kelihatannya mati tanpa sampai kekonklusi, dan memperdalam dendam. “Mari kita lupakan saja” biasanya berarti, “Jika kita membahas ini lebih lama lagi, Saya mungkin menyerah!” Jika kita salah, kita harus mengakuinya. Jika kita butuh waktu memikirkannya, kita harus mengatakannya. “Saya mulai mengerti pandanganmu, tapi perlu waktu untuk memikirkannya.” Kemudian lakukan itu—pikirkan lagi dihadapan Tuhan.
Sekarang masalah terbuka. Kita harus saling berkomunikasi dan membagi pengertian yang lebih dalam. Sekarang kemana kita pergi? Bagaimana kita menyelesaikan konflik? Ada beberapa prinsip Alkitab yang bisa menolong kita.
Pertama, kita harus mengkonsentrasikan perhatian kita pada kesalahan kita, pikirkan lebih dulu wilayah dimana kita bisa memperbaiki dan mengembangkan diri. Cobaan saat konflik muncul dari kesalahan yang dibuat terhadap kita, mengulangi kesalahan dan ketidakadilan yang lalu. Kemudian kita mulai membangun masalah untuk konfontasi berikut! Lupakan itu! Pikirkan bagian kesalahanmu, sekecil apapun itu. Kehendak diri kita dan kesombongan bertanggung jawab dalam sebagian konflik. Itu mungkin tuntutan kecil yang kita buat untuk pasangan kita bagi kesenangan sendiri. Itu mungkin ketidakpedulian yang kita tunjukan terhadap kebutuhan pasangan kita. Itu mungkin kedinginan yang kita nyatakan karena perasaan kita terluka. Semuanya adalah kesombongan egois, dan semuanya membantu menambah konflik. Kapanpun ada konflik kesombongan terlibat,[3] dan setiap kita biasanya bersalah dalam hal ini. Kita perlu mengakuinya.
Sangat mudah menyalahkan pasangan kita. Kita cenderung berpikir kalau kita bertindak karena apa yang dikatakan pasangan kita. Kita pikir mereka yang bersalah. Tapi ini cara setan. Dia ingin kita berpikir tentang kesalahan pasangan kita daripada kesalahan kita untuk menghasilkan perselisihan. Yesus menyebutnya munafik. “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”[4] Mari kita minta Tuhan menolong menyadarkan bagian kesalahan kita. Kita jangan berbelas kasihan pada diri. Sangat mudah kejam terhadap orang lain dan lunak pada diri sendiri. Ini egois. Kerendahan hati yang sejati adalah toleran terhadap yang lain dan menuntut diri. Sekali kita mengetahui dosa kesombongan kita, Tuhan memberikan pengampunan dan memperbaharui kerukuran keluarga kita.
Sekarang setelah kita mengakui bagian kesalahan dan menerima anugrah pengampunan Tuhan, kita bisa meminta Dia untuk memberikan kita kemenangan atas dosa kita, sehingga kita melepaskan hasrat untuk mendapatkan segalanya dengan cara kita. Kita harus meminta Dia menolong kita mengubah apa yang perlu diubah dalam hidup kita. Saat kita ditengah krisis pernikahan, kita biasanya merasa bahwa masalah kita bisa diselesaikan jika pasangan kita mengubah jalan mereka. Itu jarang terjadi! Melalu anugrah Tuhan kita menjadi pasangan baru. Kita tidak benar-benar mengubah orang lain menjadi lebih baik melalui kritik dan komplain. Kita hanya memperdalam batas yang ada diantara kita. Kita harus memberikan perhatian kita pada hal yang bisa kita ubah melalui kuasa dan anugrah Tuhan—diri sendiri! Tuhan tidak mengharapkan kita mengembangkan pasangan kita; Dia berharap kita menyediakan kebutuhannya. Saat kita mengembangkan diri, pernikahan kita juga akan mulai berkembang.
Saat suami atau istri kita menyadari bahwa kita berhenti mengganggu mereka dan sebaliknya membuat perubahan berarti dalam hidup kita sendiri, mereka akan mulai berespon dengan baik. Mereka butuh hati yang sangat dingin untuk tetap tidak berubah. Suatu balasan yang memuaskan bagi prilaku egois kita!
Setelah berurusan dengan jelas terhadap kelemahan kita, sekarang kita kelangkah berikut.
Prinsip Alkitab kedua untuk menyelesaikan konflik adalah sepenuhnya mengampuni kesalahan pasangan kita. Sangat sulit mengampuni saat pasangan kita tidak minta maaf. Tapi lihat seperti ini. Jika kita benar-benar mengakui bagian kesalahan kita, kita harus mengakui bahwa serangan mereka terhadap kita, setidaknya sebagian merupakan hasil dari cara kita memperlakukan mereka. Kita tidak punya pilihan selain mengampuni, bahkan jika mereka tidak mengakui kalau mereka salah. Bahkan kita akan meminta maaf untuk bagian kesalahan kita jika kita ingin hamoni diperbaharui kembali, dan kita tidak bisa minta maaf dengan cara yang tepat jika kita terus memupuk perasaan sakit. Satu-satunya cara menyingkirkan perasaan itu dari kita adalah mengampuni pasangan kita sepenuhnya atas semua serangan yang mereka lakukan terhadap kita. Tidak ada indikasi kalau orang yang salah terhadap Petrus pernah minta maaf padanya, tapi Kristus mengatakan dia harus mengampuni sebanyak 490 kali.[5] Dia mengajarkan bahwa tidak ada akhirnya untuk mengampuni.
“Tapi sakitnya terlalu dalam. Saya tidak bisa mengampuni.” Itu pernyataan yang menarik. Dengar Kristus sekali lagi: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.”[6] Pada mulanya ini kelihatannya mengajar bahwa pengampunan kita didasarkan atas pengampunan kita terhadap orang lain, sebaliknya anugrah Tuhan dalam Kristus. Bagaimanapunm, ini berlawanan dengan pengajaran Kristus yang lain. Saya percaya Dia berkata, sebagai gantinya, bahwa jika kita menolak mengampuni orang yang bersalah pada kita, Tuhan tahu bahwa pengakuan dosa kita kepadaNya kurang tulus, dan karena itu kita tidak menerima pengampunan yang disediakanNya bagi kita. Saat seseorang mengakui dosanya dan mengalami berkat pengampunan Tuhan, dia tidak bisa tidak mengampuni yang lain. Jika kita menolak, kita mengakui bahwa kita tidak mengetahui arti diampuni oleh Tuhan. Tidak ada orang yang jujur bisa menerima pengampunan Tuhan tapi menolak mengampuni orang lain.
Tidak mungkin melebihkan pentingnya pengampunan. Saat kita mendapat pengampunan, permusuhan dan kepahitan hilang dan prilaku kasar dan tidak toleran digantikan dengan kasih dan perhatian terhadap pasangan kita.
Sekarang kita siap untuk langkah terakhir. Kita telah mengakui kesalahan kita dan mengampuni semua kesalahan pasangan kita.
 Sekarang kita harus dengan jujur dan terbuka minta maaf pada mereka terhadap bagian kesalahan kita. Suatu kesalahn mencoba minta maaf sebelum kita mengakui kesalahan kita dan mengampuni kesalahan mereka. Permintaan maaf kita akan kurang dari yang diinginkan Tuhan. Itu akan semakin memperburuk daripada memperbaiki. “Saya salah, tapi kamu juga.” “Saya minta maaf telah melakukan itu, tapi itu bukan seluruhnya kesalahan saya.” “Saya minta maaf berkata demikian, tapi apalagi yang bisa saya katakan setelah kamu berkata demikian?” “Saya minta maaf jika ada sesuatu yang menyinggung kamu.” Tidak satupun dari pernyataan ini bisa mengakui apapun. Itu semua bukan permintaan maaf yang sejati dan tidak mengecoh siapapun—apalagi pasangan kita!
Hanya setelah hati kita telah benar dihadapan Tuhan baru kita bisa menawarkan permintaan maaf yang benar. “Sayang, Saya minta maaf Saya …” (dan kita mendaftar hal spesifik yang kita lakukan dan katakan untuk menyerang yang berkontribusi dalam konflik)—titik! Tidak ada “jika” “dan” atau “tapi”. Kata “sayang, saya minta maaf” dikatakan dari hati yang hancur merupakan suara terindah dibumi, dan menyembuhkan pernikahan kita. Inilah maksud Yakobus saat dia menulis, “Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.”[7] Walau dia terutama menunjuk pada kesembuhan fisik, kebenaran yang sama bisa diaplikasikan pada penyembuhan hubungan pernikahan. Pengakuan tulus dan terbuka terhadap kesalahan merupakan kekuatan menyembuhkan.
Kenapa orang sangat sulit minta maaf? Mungkin mereka pernah mencoba minta maaf sebelumnya tapi ditolak. Sekarang mereka takut mencobanya lagi. Tapi alasan penolakan mungkin berasal dari prilaku mereka yang kurang tepat saat menawarkan permintaan maaf. Sebagian pria berpikir bahwa mengakui kesalahan adalah tanda kelemahan. Sebenarnya, itu tanda kekuatan rohani dan emosi—suatu tanda kesehatan, kepribadian yang seimbang. Sebagian orang takut kehilangan muka didepan orang yang mereka kasihi jika mereka mengakui kesalahan mereka. Tapi sebaliknya yang benar; dengan jujur pada diri sendiri, mereka bisa memberikan rasa hormat lebih dari sebelumnya. Sebagian berkeras bahwa munafik kalau minta maaf, karena mereka mungkin akan melakukan hal yang sama lagi. Penolakan merupakan ketidaktaatan terhadap Dia. Kita harus mengatasi masalah seperti arahanNya, mempercayakan Dia menolong kita dalam situasi kedepan.
Yesus mengajarkan bahwa kita harus berdamai dengan yang lain sebelum kita bisa bersekutu dengan benar bersama Tuhan. “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”[8] Jika seseorang berbuat sesuatu terhadap kita, itu mungkin kita telah melukai dia. Maka tanggung jawab kita adalah pergi kepadanya dan mengakui kesalahan kita, dan berdamai dengannya. Ibadah kita akan kurang sampai kita melakukannya. “Tapi bukankah dia seharunya mengampuni saya jika saya menolak minta maaf?” Ya, benar. Tapi setiap orang harus bertanggung jawab pribadi pada Tuhan untuk dirinya sendiri. Kita harus melakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan, biarlah kesalahan orang lain Tuhan yang urus.
Pertanyaannya “Siapa yang memulainya?” atau “Siapa yang membuat langkah pertama?” tidak penting. Tidak ada bedanya siapa yang mulai duluan. Kita harus mengambil inisiatif dalam pengakuan apapun situasinya. Bahkan jika kita sangat terluka, mengakui bagian kesalahan kita dalam kasih akan mempermudah pasangan kita mengakui bagian mereka. Tidak peduli sedikitnya kesalahan kita, kita harus menfokuskan perhatian pada hal ini dan dengan jujur meminta maaf. Tuhan akan menggunakan itu untuk mengatasi konflik pernikahan kita.
Saya membagikan beberapa konsep ini dengan istri dan ibu muda bernama Lynn. Suaminya memiliki pekerjaan yang menuntut waktu yang lama dan tidak terduga. Dia merasa tidak perlu memberitahu istri saat kerja larut, dan banyak makanan jadi percuma karena kurangnya pertimbangan. Saat dia pulang, dia langsung makan, kadang tanpa berkata apapun kepadanya, dan keluar rumah untuk menikmati hobinya sampai larut malam. Dia tidak memberi waktu kepada 3 anaknya, dan mereka kurang mengenalnya.
Setelah berdiskusi Lynn setuju bahwa, dengan pertolongan Tuhan, dia akan berkonsentrasi pada hal yang bisa dikembangkan dalam hidupnya, memberi perhatian khusus pada pemenuhan kebutuhan Jack. Dia menyerahkan kurangnya pertimbangan Jack kepada Tuhan dalam iman. Saya mengetahui kemudian bahwa pekerjaan Jack berjarak 500 mil jauhnya. Sekitar setahun kemudian saya menerima surat ini dari Lynn:
Dear Dr. Strauss,
Saya ingin menulis dan berterima kasih pada anda untuk nasihatnya. Itu berhasil. Perkawinan kita dan hubungan pribadi kami sangat berubah. Saya mulai melupakan diri dan hal yang saya rasa layak dan perlukan, dan mencoba memikirkan Jack dan kebutuhannya. Awalnya sangat sulit, tapi saat saya menyerahkan diri pada Tuhan, itu menjadi lebih mudah setiap hari. Setelah itu—sepertinya datang secara otomatis.
Kemudian hal-hal mulai berubah. Jack mulai menelepon saya dari tempat kerja saat terlambat pulang kerja dari rencananya. Dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Dia mulai memberi waktu duduk dan bermain dengan anak-anak daripada langsung keluar setelah makan malam. Lebih mudah bicara dengannya sekarang tentang perbedaan yang kita hadapi. Dia tidak cepat marah seperti dulu. Keluarga kami lebih bahagia dari sebelumnya, dan itu tidak sulit sekali mengikuti saran anda. Terima kasih banyak.
Sincerely, Lynn
Tidak, itu tidak sangat sulit melakukan apa yang diminta Tuhan dalam FirmanNya! Jika kita dengan jujur ingin melihat pernikahan kita berubah, kita perlu percaya Dia menolong kita membuat langkah pertama.







[1] Romans 2:1, KJV. [2] Matthew 7:2, KJV. [3] Proverbs 13:10. [4] Matthew 7:5, TLB.
[5] Matthew 18:21, 22. [6] Matthew 6:14, 15, TLB. [7] James 5:16, TLB. [8] Matthew 5:23, 24, TLB.
Uang, atau finacial!
U
ang bukang segalanya dalam hidup, tapi ada ditempat kedua dari semua hal.” Sindiran terkenal itu salah; uang bukan hal yang paling penting dalam hidup. Tapi pentingnya uang jangan dianggap enteng. Sebagian orang Kristen berpendapat tidak rohani kalau tertarik pada yang; kebenaran sederhananya, kita tidak bisa hidup tanpa itu dan pekerjaan Tuhan tidak bisa berlanjut tanpa hal ini. Jika orang Kristen menggunakan uang mereka untuk penginjilan, injil Kristus akan memiliki dampak lebih besar dalam dunia ini. Untuk injil, juga untuk kita, kita perlu belajar bagaimana mengatur uang.
Kesaksian Kristen kita ada bagian pengaturan uang. Orang Kristen yang tidak membayar tagihan merupakan kesaksian buruk bagi kuasa penyelamatan Kristus. Orang percaya yang keuangannya gagal merupakan kesaksian buruk bagi hikmat dan bimbingan Tuhan. Suami da istri yang bertengkar tentang uang membuat kesaksian buruk bagi kasih dan damai Roh Kudus. Uang menduduki peringkat tinggi dalam daftar masalah keluarga konselor Kristen. Seseorang memperkirakan bahwa setidaknya 60 persen pasangan menikah memiliki konflik tentang uang. Karena begitu banyak masalah dalam hal ini, kita perlu belajar apa yang dikatakan Firman Tuhan tentang hal ini.
Alkitab tidak pernah mengatakan kalau kaya itu berdosa. Sebaliknya, beberapa orang beriman merupakan orang terkaya dimasa mereka—seperti Ayub, Abraham, Daud, dan Solomon. Tuhan sendiri yang memberikan mereka kekayaan, karena Dia yang memiliki semua kekayaan.1 Bagaimanapun, walau uang itu sendiri tidak berdosa, kasih akan uang merupakan akar semua kejahatan.2 Orang yang menaruh hatinya pada uang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan lebih banyak uang.
Kasih pada uang dan hal yang bisa dibelinya yang bisa menghancurkan pernikahan. Alkitab berkata bahwa orang yang menetapkan hati menambah harta menciptakan perangkap bagi diri sendiri.3 Kepuasan mereka menyebabkan ketegangan, menyebabkan konflik disekitar mereka. Masalah yang mereka timbulkan untuk mendapat sedikit uang dengan cepat..
Masalahnya merupakan prilaku hati. Kita pernah bertemu orang yang hidup dalam kemiskinan, makan sederhana, dan mengenakan baju yang sederhana—tapi tetap bahagia! Mereka telah belajar bagaimana menemukan kebahagiaan dalam Tuhan dan dalam sesama, dan menikmatinya dengan hati yang bersyukur atas sedikit hal yang mereka miliki. Mereka menolak meletakan pikiran atas hal yang tidak mereka punyai. Mereka yakin bahwa “hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”4
Sebaliknya, kita pernah bertemu dengan orang yang ingin lebih. Kebahagiaan kelihatannya sedikit lagi didapat. Mereka berpikir bisa bahagia jika mereka punya tempat tidur satu lagi, dapur yang lebih besar, karpet lantai, kolam renang, kapal, lebih banyak mobil, TV, atau jaket bulu! Tapi saat mereka akhirnya mendapatkan “sedikit lagi itu” mereka merasa perlu sedikit lagi untuk bisa bahagia. Sebelum mereka menyadarinya, hidup sudah berakhir dan mereka melewatkan sukacita sejati. Nikmati apa yang Tuhan telah berikan padamu! Lupakan apa yang tidak kamu punya. Kemudian anda akan belajar makna bahagia sebenarnya.5
Sangat sulit menjauhkan hati dari hal materi dalam masa ini. Barang-barang ada dimana-mana, meyakinkan kita bahwa itu bisa meningkatkan popularitas kita, menambah penerimaan social, dan masuk kedalam kegembiraan luar biasa jika kita membeli produk mereka. Tidak lama setelah mereka berhasil meyakinkan kita, produk mereka bukan lagi mewah tapi kebutuhan! Kita harus memilikinya! Dan setan berhasil membelokan kasih kita dari “hal diatas” kepada “hal dibumi”6 dan itu menambah tekanan yang sudah membebani pernikahan kita.
Hal “ingin lebih lagi” ini disebut Alkitab sebagai—dosa. Dosa ketamakan didaftar bersama dengan pencurian, dan mabuk.7 Paulus mengajar bahwa ketamakan sama dengan pemujaan berhala,8 suatu dosa yang dengan kuat dicela dalam PL dan PB. Jika kita ingin damai Tuhan dalam pernikahan kita, kita harus mengalahkan ketamakan kita. “Engkau tidak bisa melayani Tuhan dan uang.”9 Saat kita menang atas hal ini, banyak masalah keuangan dalam pernikahan bisa diselesaikan, karena sebagian besar berasal dari ketamakan pasangan. Sebagian besar masalah keuangan bisa diselesaikan dengan belajar mengatur uang dengan tepat. Untuk menambahkan apa prilaku kita seharusnya terhadap uang, Alkitab menyatakan beberapa prinsip dasar mengenai pengaturan uang.
Prinsip pertama adalah kita harus memberikan bagian pemerintah dan Tuhan lebih dulu. Kita menyebut pemerintah lebih dulu karena pajak kita biasanya diambil dari gaji sebelum kita mendapatkannya! Kita membayar mereka lebih dulu, suka atau tidak. Kristus juga menyebutkan pemerintah lebih dulu: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!.”10 Walau banyak dari kita mengeluh tentang pajak, Tuhan Yesus sendiri meneguhkan hak pemerintah untuk mengenakannya. Rasul Paulus menambahkan nasihat ini: “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak…. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.11 Ini meliputi menyelesaikan form pajak sejujur seperti Tuhan sendiri ada dibelakang mengawasimu! Sebenarnya, itu memang begitu!12
Setelah tugas kita pada pemerintah terpenuhi kita masuk kebagian Tuhan. Jika anda pernah berkata, “Saat kita sudah membayar semuanya, kita bisa memberi seperti seharunya” kemudian anda tidak memberi sebagaimana seharusnya. Anda membalikan nilai anda. Hal yang paling penting dibumi adalah pekerjaan Kristus, dan itu harus yang pertama jika ingin berjalan bersamaNya. Ini artinya pekerjaannya harus ada pertama dalam pembayaran kita. Tuhan ingin bagiannya sebelum hal lain dibayar, bahkan jika kita harus mengorbankan sesuatu yang kita inginkan agar bisa memberikan bagianNya.
Sebagian orang Kristen membelanjakan lebih banyak makanan anjing, rokok, rekreasi atau hobi daripada yang mereka berikan bagi pekerjaan Tuhan. Kristus berkata, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”13 Dia membangun fakta bahwa kita mencintai benda dimana uangmu ditaruh. Sebagai contoh, jika kita membelanjakan setiap sen untuk rumah kita, maka kita pasti sangat memperhatikan rumah itu daripada Tuhan, dan itu penyembahan berhala. Itu menjijikan bagi Tuhan seperti menyembah patung kayu atau batu. Jika kita hidup untuk meningkatkan harta, menaruh setiap uang untuk saham, kita akan mencintai itu semua daripada Kristus dan pekerjaanNya.
Sebaliknya, jika kita memberi kepada pekerjaan Tuhan, kita akan bertumbuh mengasihi pekerjaan itu. Kita akan hidup untuk melihat jiwa datang pada Kristus; kita akan tertarik pada kebutuhan missionaries; kita pasti berpartisipasi dalam pelayanan doa, dimana kuasa pelayanan mereka berasal. Dimana harta kita ada, disitu hati kita!
Mungkin anda bertanya berapa banyak yang harus diberikan. Hal ini sepenuhnya diantara anda dan Tuhan. Alkitab berkata banyak tentang 10, dan mungkin itu permulaan yang baik. Sangat sulit membayangkan sebagian orang disini tidak bisa memberi setidaknya sejumlah itu bagi pekerjaan Tuhan jika mereka merencanakan keuangan mereka dengan baik. Jika anda mencoba memberi 10 persen, anda bisa mendapat penemuan menarik. Anda akan menemukan sisanya akan lebih dari sebelumnya! Tuhan punya cara membuat pelayanan jadi menyenangkan bagi orang yang melakukannya dengan prilaku yang tepat.14 Jelas, dalam masa anugrah Tuhan kita jangan membatasi 10 persen. Banyak orang Kristen bisa melakukan lebih dari pada itu. Pemberian kita harus sesuai dengan berkat Tuhan,15 dan bagi sebagian dari kita itu lebih dari 10. Tapi angka nyatanya merupakan hasil keputusan doa anda, dan berikan itu sebagai permulaan.
Prinsip Alkitab kedua untuk pengaturan uang adalah menyisihkan sejumlah uang untuk disimpan. Ini termasuk, uang untuk membeli hal yang kita percaya Tuhan ingin kita miliki. Lebih baik uang itu diletakan dibank, dimana ada bunga, daripada membeli saat itu dan membayar bunga. Semua uang kita adalah dari Tuhan, dan kita bertanggung jawab menggunakan setiap senpun, tidak hanya jumlah yang kita beri bagi pekerjaannya. Tidak berdosa membeli saat itu. Itu penting untuk hal besar seperti rumah. Mereka yang menolak meminjam uang untuk rumah biasanya mengutip pembelaan Paulus: “Jangan berhutang pada seorangpu.” Tapi Paulus hanya berkata bahwa kita tidak boleh terus berhutang pada seseorang; yaitu kita harus membayar hutang kita. Ini tidak menghalangi membeli saat itu. Sebelum anda membeli apapun disaat itu, evaluasi seluruh situasi dihadapan Tuhan. “Apakah saya benar-benar membutuhkannya sekarang, atau lebih baik menunggu dan menyimpan uangnya dulu?” Ada banyak hal yang bisa dengan mudah kita lakukan tanpa menabung untuk bisa membelinya.
Simpanan kita bisa termasuk investasi jangka panjang. Saya mengenal orang Kristen yang tidak percaya menabung untuk masa depan. Mereka berkata bahwa Tuhan akan memeliharanya, dan kalau begitu tidak perlu menabung. Tapi Tuhan mungkin ingin menyediakan bagi kita melalui perencanaan dan investasi yang diarahkan Roh. Paulus menyebutkan orantua mengumpulkan untuk anak mereka.16 Dia juga mengingatkan kita tentang tanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan keluarga.17 Simpanan bisa berfungsi sebagai dana darurat, menyediakan pendidikan anak, membayar kunjungan keluarga keladang misi. Tabungan yang rutin, investasi yang bijak, dan asuransi secara khusus menolong jika Tuhan mengambil suami dari keluarganya. Pengelolaan uang Tuhan dengan bijak juga termasuk mempersiapkan warisan. Tidak peduli betapa muda anda atau sedikitnya milik anda, warisan bisa menyelamatkan orang yang anda kasihi dari sakit hati dan kehilangan. Anda bisa mengingatkan pekerjaan Tuhan dalam warisan.
Perumpamaan Kristus tentang talenta jelas memperbaiki aturan investasi uang untuk mendapat bunga. “Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”18 Bunga dalam Alkitab tidak menghalangi kita mendapatkan bunga dari uang kita. Kata “bunga” menunjukan membebankan tingkat bunga berlebihan, terutama terhadap mereka yang kurang bisa membayar.19 Masuk akal meletakan uang Tuhan agar mendapat lebih banyak uang bagi kemuliaannya.
Berapa banyak yang harus disimpan? Sekali lagi ini antara anda dan Tuhan. Saya pikir ini kurang dari 10 persen pendapatan total tidak akan banyak menolong. Jika persentase terlalu tinggi, kita harus menghadapi tuduhan menahan uang yang seharusnya bisa digunakan lebih baik untuk penyebaran injil. Putuskan persentase yang masuk akal dan realistic, yang menyisakan cukup uang untuk hidup baik.
Menentukan hal ini pada tingkatan yang menengah juga bisa menghalangi anda menjadi budak account bank anda. Sebagian orang takut masa depat akan jadi sulit, mengambil setiap send an membuat diri sendiri dan orang lain disekitarnya sengsara. Seperti orang yang butuh sedikit lagi untuk bahagia, orang ini butuh sedikit uang lagi dibank untuk merasa aman. Hidup melewati mereka sebelum mereka sadar bahwa mereka tidak menikmati hidup atau hal baik yang Tuhan telah berikan.
Setelah memberikan bagian pemerintah dan Tuhan, kemudian simpan sebagian uang untuk ditabung, prinsip akhir untuk mengatur uang adalah hidup dengan sisa uang yang ada. Kita harus yakin bahwa biaya hidup kita tidak melebihi jumlah yang tersisi. Nasihat untuk tidak berhutang harus dipraktekan disini.20 Jika anda merasa bahwa Tuhan mengijinkan anda membeli saat itu, pastikan pembayaran bisa dibuat tanpa melebihi jumlah yang bisa anda dapatkan. Tolak membeli sesuatu yang menyebabkan hutang. Suatu budget akan menolong, tapi jangan terlalu ketat sehingga anda kesal setiap kali harus disesuaikan. Rencanakan menu dan beli makanan yang bisa menyisakan anda uang. Saat disana, ingat beberapa merk yang lebih murah dari yang lain. Anda tidak perlu membeli yang terbaik. Ada banyak buku yang bisa menolong anda untuk hal ini. Ambil waktu melihat semua itu sebagai bagian dari pelayanan Kristen anda.
Juga sangat disarankan agar catatan tetap akurat, agar anda bisa tahu kemana uang anda. Baik suami atau istri yang menulis cek tidak terlalu penting karena sudah disetujui kemana uang akan diberikan dan tahu kemana itu pergi. Satu-satunya pengecualian bagi aturan ini adalah sejumlah kecil yang bisa dinikmati baik suami atau istri secara bebas bersama. Kadang suami merasa bebas membelanjakan uang untuk kesenangan pribadi tapi tidak memberikan hak yang sama pada istri. Harus adil.
Jika anda mengikuti prinsip keuangan sederhana ini, tagihan anda pasti terbayar, kesaksian anda terlindungi, pernikahan anda bertumbuh, dan Juruselamat anda dimuliakan!




1 Deuteronomy 8:18. 2 1 Timothy 6:10. 3 l Timothy 6:9. 4 Luke 12:15, TLB. 5 Philippians 4:11; 1 Timothy 6:6; Hebrews 13:5. 6 Colossians 3:2, KJV. 7 1 Corinthians 6:9, 10. 8 Colossians 3:5. 9 Matthew 6:24b. 10 Mark 12:17, KJV. 11 Romans 12:17, KJV. 12 Hebrews 13:5. 13 Matthew 6:21, KJV. 14 2 Corinthians 9:6-8. 15 1 Corinthians 16:2. 16 2 Corinthians 12:14. 17 1 Timothy 5:8. 18 Matthew 25:27, TLB. 19 Exodus 22:25; Leviticus 25:35-37; Deuteronomy 23:19, 20. 20 Romans 13:8.

Indahnya KasihMu!
B
anyak orang Kristen yang terkejut, seks adalah ide Tuhan! “laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka… Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.… Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”1 Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan perbedaan fisik yang saling melengkapi, dan dia menyatakan itu baik. Dia menyatakan bahwa suami dan istri menjadi “satu daging,” menunjuk pada persatuan seks.2 Seks bagian dari rencana Tuhan dalam ras manusia.
Tuhan membuat seks suami dan istri murni dan menyenangkan; kudus dan memuaskan. Penulis Ibrani menyatakan kekudusannya dengan menyatakan tempat tidur pernikahan tidak kotor.3 Bagian lain, seperti dalam Amsal, menyatakan sukacita: “Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya.”4 Walau banyak aplikasi rohani bisa dibuat dari Kidung Agung, sangat sulit disangkal bahwa kitab itu merujuk pada pengalaman seksual suami dan istri. Dalam kesenangan dan penghargaan, kasih penganting dinyatakan kepada pasangannya, “Betapa indah kasihmu!”5
Sayangnya, kehidupan seks banyak pasangan Kristen tidak indah. Sebaliknya sumber ketidakpuasan dan pertengkaran. Selama pertunangan pasangan sangat menantikan pernikahan, berpikir mereka akan melegakan frustrasi seksual mereka dan hasilnya didalam surga. Bulan madu menghancurkan ilusi itu. Minggu pertama krisis diikuti oleh lebih banyak lagi. Akhirnya mereka memutuskan bahwa penyesuaian seksual yang baik tidak datang secara alami—itu perlu waktu dan usaha dan tidak egois.
Begitu banyaknya masalah penyesuaian seks dalam pernikahan sehingga konselor pernikahan mendudukannya sepagai sebab utama perselisihan perkawinan. Tuhan berkata seks itu baik. Banyak orang mengatakan itu masalah perkawinan. Kenapa ada perbedaan pendapat? Kenapa banyak pasangan Kristen memiliki masalah seperti itu dalam hubungan seks mereka?
Satu kejatuhan adalah praktek seks sebelum dan diluar pernikahan. Hampir semua hal yang baik bisa disalah gunakan. Makanan baik, tapi terlalu banyak atau salah makan bisa menyebabkan penyakit. Api itu berguna, tapi saat disalahgunakan akan membawa kehancuran dan kematian. Tuhan berkata bahwa seks dalam ikatan perkawinan itu indah dan diberkati, tapi diluar batasan ini adalah kotor, jijik, buruk, dan berdosa. Seks sebelum dan diluar nikah bisa menjadi penghalang besar bagi kepuasan kehidupan seks dalam pernikahan.
Kita hidup dalam masa yang longgar. Walau seks seperti binatang ditolak oleh sebagian besar orang Kristen, seks sebelum nikah menjadi sangat ditoleransi. Pemikirannya adalah jika 2 orang saling mencintai, maka mereka bisa menikmati ekspresi cinta sepenuhnya sekarang. Satu-satunya jawaban memuaskan yang bisa saya dapatkan ada dalam hubungan pribadi dengan Tuhan mereka. Jika mereka memikirkan Dia, maka mereka mendengar perkataanNya, dan Dia banyak membahas tentang hal ini baik dalam PL dan PB.
Rasul Paulus menulis, “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan.”6 Kata “percabulan” menunjuk pada semua hubungan seks diluar ikatan pernikahan, baik sebelum atau diluar nikah. Tidak peduli betapa dalam pria dan wanita rasakan, Tuhan berkata kehendakNya bagi mereka agar menjauhi semua itu. Jika Dia memerintahkan mereka untuk menjauhinya, Ia akan memberi mereka anugrah untuk taat.
Paulus meneruskan dengan memberi keterangan lebih detil tentang konsep ini: “supaya dalam hal-hal ini orang jangan memperlakukan saudaranya dengan tidak baik atau memperdayakannya.”7 Percabulan menipu orang lain; itu merampas kasih sayang mereka yang benar. Itu juga merampas keperawanan mereka, yang harusnya diberikan pada pasangannya nanti. Itu juga merampas harga diri—kesadaran yang jelas. Jikalau hal itu tidak menghalangi anda darinya, baca terus: “…Karena Tuhan adalah pembalas dari semuanya ini.” Dia bisa membalas ketidaktaatan anda dengan berbagai cara—penyakit, kehamilan yang tidak direncanakan, perasaan bersalah, atau kecurigaan. Sebagian berkata, “tapi ilmu kedokteran dan prilaku yang berkembang menghilangkan bahaya ini.” Tidak ada dari hal itu yang menghalangi pembalasan Tuhan; Dia lebih besar dari antibiotic, kontrasepsi, atau prilaku komunitas terkini. Jika anda sekarang berpacaran, Tuhan ingin anda merencanakan dengan baik sehingga bisa saling mengenal tanpa terlibat dalam aktifitas seks.
Mungkin beberapa orang berkata, “Kita sudah menikah sekarang, tapi luka masa lalu dan benih kecurigaan masa lalu mensabotase kehidupan seks kami. Apa yang bisa kami lakukan?” Setiap pihak bisa mengakui kesalahannya, minta maaf atas kesalahannya. Semua mengakui dosannya dihadapan Tuhan. Dia Bapa yang berbelas kasih, siap mengampuni. Kepastian pengampunan dari kedua pasangan dan Tuhan menolong anda memulai awal yang baru dalam wilayah penting hidup anda ini.
Halangan kedua bagi kehidupan seks yang memuaskan adalah prilaku yang tidak tepat terhadap seks. Sebagian orang Kristen berpikir seks itu kotor dan berdosa, tindakan yang dibutuhkan tapi tidak layak dinikmati. Mereka tidak mau menyebut hal ini dan menjadi malu walaupun membaca literature yang kudus tentang hal ini. Mereka lupa bahwa Buku terbesar dari semuanya, Firman Tuhan, banyak bicara tentang seks! Jika Tuhan berpikir seks penting untuk dibahas, kita harus menyelidiki perkataanNya. Paulus, diinspirasi oleh Roh Kudus, menasihati orang Kristen di Korintus tentang seks, dan Tuhan melihat itu sesuai untuk ada dalam FirmanNya. Dia tahu kalau kita membutuhkan nasihat yang sama.
“tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri.”8 Tujuan seks tidak hanya untuk membuat anak, tapi juga memuaskan kebutuhan biologis yang akan berdosa jika dilakukan tanpa nikah. Paulus mengetahui bahwa dorongan ini ada baik pada pria dan wanita. Seorang wanita harus memiliki suami untuk menolongnya menghindari percabulan, seperti juga pria harus punya istri untuk menolong dia dari percabulan. Walau beberapa orang berpikir sebaliknya, normal jika seorang istri memiliki keinginan seksual, seperti suaminya. Walau hasrat wanita biasanya kurang dari pria, menarik untuk diperhatikan bahwa Tuhan menempatkan organ dalam tubuh wanita, clitoris, yang hanya berfungsi untuk menyediakan rasa nikmat. Tuhan pasti ingin wanita menikmati hubungan fisik yang baik dengan suaminya!
Satu tujuan bagi seks, adalah memenuhi hasrat fisik yang benar. Keinginan ini kadang dibelokan dan dilepaskan dengan cara lain, seperti dalam kasus orang yang tidak menikah atau pasangan yang sakit. Tidak seperti makanan, kebutuhan seks bisa diubah melalui aktifitas yang tepat. Melalui anugrah Tuhan yang lajang bisa hidup seimbang tanpa terlibat dalam dosa. Bagaimanapun,rencana normal Tuhan adalah menikah dan menikmati kepuasan kebutuhan seks masing-masing.
Bagian ini meneruskan, “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya.”9 Disini kita dengan jelas dikatakan bahwa suami dan istri bertanggung jawab memenuhi kebutuhan seksual pasangannya. Tapi lebih dari tanggung jawab yang memberatkan; bagi pria dan wanita yang saling mengasihi ini suatu keistimewaan yang dinikmati. Tuhan telah membentuk tubuh mereka sehingga mereka bisa saling memenuhi kebutuhan seks menjadi ungkapan kasih, mendatangkan kenikmatan baik bagi suami maupun istri.
Seks seperti rencana Tuhan tidak hanya ekspresi kebutuhan. Itu merupakan pemberian tubuh kita untuk menyatakan perasaan terdalam kasih yang ada didalam kita, dan itu dihasilkan dalam orang yang kita kasihi. Tuhan berkata bahwa tubuh saya milik istri untuk kesenangannya, dan tubuhnya milik saya untuk kesenangan saya. Walau kesopanan merupakan aturan umum, kenikmatan masing-masing menyehatkan dan hak istimewa dari Tuhan dibelakang pintu tempat tidur.
Paulu mengajar dalam 1 Corinthians 7:3 dan 4 bahwa suami dan istri berbagi hak yang sama dalam pemilikan tubuh masing-masing. Bagi suami tidak berdosa menginginkan tubuh istrinya. Suami yang dikuasai Roh mengasihi istrinya akan mengagumi, mencium, memeluk dan membelai tubuh istrinya sebagai ekspresi kasih baginya, dan memenuhi kebutuhan istrinya dan dirinya. Istri yang dipenuhi Roh mengasihi suaminya akan menunjukan suaminya bahwa dia menginginkannya dan menikmatinya. Bahkan pembacaan biasa dari Kidung Agung menunjukan bahwa tubuh istri menyukakan suaminya10 dan tubuh suami menyenangkan istrinya.11 Alkitab tidak membatasi cara suami dan istri menyenangkan pasangannya, berasumsi bahwa masing-masing menikmati dan tidak menolak. Satu-satunya batasan adalah kasih, yang menempatkan perasaan pasangan kita diatas hasrat kita.
Ada pemikiran Paulu bagi jemaat Korintus mengenai seks. “Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak.”12 Sebagian orang Kristen kelihatannya memiliki pemikiran bahwa menjauhkan diri dari seks merupakan kerohanian yang tinggi, bahwa orang percaya yang dipenuhi Roh tidak tertarik dalam hal ini. Kadang istri menolak hak seks suaminya karena prilaku seks mereka yang tidak Alkitabiah mengenai seks, atau sebagai pembalasan atas ketidakadilan, atau mungkin menganggap diri terlalu rohani. Tapi Tuhan menganggap itu sebagai pencurian—menghalangi kenikmatan yang sah. Sebaliknya, bukanya rohani, penolakan menyediakan hubungan intim merupakan ketidak taatan pada Tuhan dalam hal ini.
Mungkin ada pantangan selama masa menstruasi istri. Mungkin ada periode waktu dengan kesadaran bersama, pasangan tidak melakukannya untuk mendoakan masalah tertentu. Mungkin ada saat dimana satu orang tidak ingin melakukannya. Pasangannya tidak memaksakan itu tapi mengusahakan yang terbaik bagi yang dikasihi. Tapi mereka akan kembali kepada hubungan normal dengan frekwensi yang sesuai dengan mereka, kalau tidak setan akan menggoda mereka dalam perzinahan.
Kita telah menyebutkan orang percaya yang dipenuhi Roh. Daripada menghindari kehidupan seks yang memuaskan, mereka akan melakukannya. Saat Tuhan Yesus Kristus mengontrol hidup kita sepenuhnya, kita tidak akan egois, dan tidak egois merupakan kunci kehidupan seks yang memuaskan. Tidak egois menyebabkan seseorang mengenali perbedaan antara pria dan wanita secara seks, kemudia memperlakukan pasangannya sesuai dengan itu. Sebagai contoh, sudah umum bahwa melihat tubuh wanita sudah bisa membangkitkan keinginan seks pria.
Wanita, sebaliknya, umumnya berespon lebih lambat, dan lama dengan belaian. Seorang istri janganlah terganggu dengan suaminya yang lebih cepat, dan juga suami jangan marah karena istrinya kelihatannya tidak tertarik. Istri akan berespon dengan baik; suami lebih sabar dalam memenuhi kebutuhan istri. Keduanya akan menyadari bahwa ada saat dimana hasrat istri yag membawa kepuasan suami.
Membiarkan Roh Kudus mengontrol hidup kita. Pengalaman seks yang paling berhasil berasal dari hubungan yang hangat dan bertumbuh dihari-hari dan waktu sebelum seks. Roh Kudus merupakan Pribadi yang bisa menolong kita mengembangkan keintiman ini. Kasih yang memberi diri yang dihasilkanNya dalam hidup pasangan akan mendekatkan mereka secara seksual, jadi mereka bisa menikmati hubungan yang baik selama hari itu, daripada hanya egois ditempat tidur. Seks yang bertumbuh alami dari kehangatan kasih hubungan ini merupakan seks terbaik. Kasih dari Roh bisa memenuhi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan seks pasangan.
Bab ini jelas tidak bertujuan menyediakan detil gambaran teknik seks. Ini hanya bertujuan mendirikan prilaku yang benar terhadap seks dengan melihat apa yang dikatakan Tuhan tentang hal ini. Prilaku yang tepat sebelum kita mulai menggunakan teknik apapun dengan berhasil.
Jika kita telah belajar dari Alkitab, kita melihat seks bukan hal memalukan, tapi kudus. Alkitab bicara tentang itu dengan jelas dan jujur, dan demikian juga kita. Cara terbaik menyelesaikan masalah ini adalah tetap membuka jalur komunikasi. Suami dan istri perlu saling mengatakan dengan terus terang apa yang mereka sukai, dan bagaimana perasaan mereka agar kehidupan seks mereka bisa meningkat. Bicarakan hal ini dengan tenang dan saling mendoakan sehingga meluluhkan halangan dan membuat seks menjadi pengalaman indah seperti maksud Tuhan.


1 Genesis 1:27, 31; 2:24, KJV. 2 1 Corinthians 6:16. 3 Hebrews 13:4. 4 Proverbs 5:18,19, TLB. 5 Song of Solomon 4:10, KJV. 6 1 Thessalonians 4:3, KJV. 7 1 Thessalonians 4:6, KJV. 8 1 Corinthians 7:2, KJV. 9 1 Corinthians 7:3, TLB. 10 Song of Solomon 4:1-7; 6:4-9; 7:1-9. 11 Song of Solomon 5:10-16. 12 1 Corinthians 7:5, KJV.
http//bible.org/taxonomy.
Taxonomy upgrade extras: 
Passage:  Genesis Biblical Topics: Christian Home Weddings
Ad Category: General
Daftar pustaka

1.      Sebagin besar dari repleksi berdasar kan alkitab  nasarin dari perjanjian lama da perjanjian baru (dari kaum imam)
2.      Pemikiran atau karangan para Romo atu pendeta serta kaum awam.
3.      MEMELIHARA RUMAH TANGGA  DALAM PERSPEKTIF KRISTENSamuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th
4.      Semua sunber dari internet (google.com) da situs  http://www.dakwatuna.com/2007/01/29/86/4-kunci-rumah-tangga-harmonis/#ixzz4aerHxSHG



Khotbah Ibadah Raya GBAP Bintang Fajar Palangka Raya
Minggu, 12 April 2015
MEMELIHARA RUMAH TANGGA
DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
Samuel T. Gunawan, S.Th.,SE.,M.Th


[3] Series ID: 
155
/assets/foreign/rstrauss_marriage_in.zip
Ad Category: 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Problema Gestaun Lixu iha Cidade Dili no konciencia komunidade iha Dili

Profile Municipio Ermera husi Parte Ministerio Administrasaun Estatal no Municipio ermera Rasik

PROFIL POSTO ADMINISTRATIVO VERA CRUZ TINAN 2015/2016